• Login
  • Register
Jumat, 4 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Ulama Perempuan Pluralis: Bu Sinta Layak Dianugerahi Gelar Doktor

Marzuki Wahid Marzuki Wahid
18/12/2019
in Publik
0
Ulama Perempuan Pluralis: Bu Sinta Layak Dianugerahi Gelar Doktor

Ibu Sinta Nuriyah. Foto: Wikipedia

42
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.Id– Bu Sinta, begitu anak bangsa memanggil Ibu Negara Nyai Hj. Dra. Sinta Nuriyah, M.Hum. Istri mendiang Presiden RI keempat KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini lahir di Jombang pada 8 Maret 1948. Ia dikenal sebagai ulama perempuan pluralis yang peduli pada isu-isu anti korupsi, kemiskinan, dan pembelaan hak-hak konstitusional kelompok minoritas. Bu Sinta diapresiasi sebagai Srikandi Pemberdayaan Perempuan Indonesia.

Sekitar 38 tahun, Bu Sinta ikut berjuang bersama Gus Dur menegakkan demokrasi, hak asasi manusia, dan kebebasan beragama/berkeyakinan di Indonesia. Keputusan-keputusan Gus Dur selaku Presiden pada 1999-2001 terkait pemberdayaan perempuan banyak dipengaruhi oleh Bu Sinta selaku Ibu Negara.

Meski Gus Dur telah tiada, Bu Sinta tetap konsisten menyuarakan hak asasi manusia, demokrasi, pemberdayaan perempuan, kebebasan beragama/berkeyakinan, dan anti korupsi. Ketika KPK dilemahkan, pada 28 Agustus 2019 bersama Buya Syafi’i Ma’arif Bu Sinta tidak segan-segan mendatangi gedung KPK untuk memberikan dukungan atas kinerja memberantasan korupsi. Demikian juga ketika legitimasi KPU dirongrong, bersama Moh. Mahfud MD, Imam Prasodjo, Rhenald Kasali, dan 20 tokoh lainnya yang tergabung dalam Suluh Kebangsaan, Bu Sinta mendatangi gedung KPU untuk memperkuat legitimasi Pemilu yang telah diselenggarakannya.

Kiprahnya dalam pemberdayaan perempuan, Bu Sinta mendirikan Pesantren untuk Pemberdayaan Perempuan (PUAN) Amal Hayati pada 3 Juli 2000. Ini dilakukan setelah membidani kelahiran Forum Kajian Kitab Kuning (FK3) pada 1997. FK3 yang dipimpinnya melakukan kajian kritis dengan perspektif keadilan gender atas kitab karya Syeikh Nawawi al-Bantani. Hasil kajiannya ditulis dalam bahasa Arab  dengan judul Syarh wa Ta’liq ‘ala Syarh ‘Uqud al-Lujjayn fi Bayani Huquq az-Zawjayn (2000), lalu diterjemahkan dan diterbitkan dengan judul Wajah Baru Relasi Suami-Istri: Telaah Kitab Uqud Al-Lujjayn (2001).

Sebagaimana aktivis lain, Bu Sinta pernah berprofesi menjadi wartawan di Majalah Zaman (1980-1985) dan membantu Syu’ban Asa di majalah TEMPO. Beliau juga aktif memperjuangkan hak-hak perempuan melalui Kongres Wanita Indonesia (Kowani) dan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan).

Baca Juga:

Belajar Inklusi dari Sekolah Tumbuh: Semua Anak Berhak Untuk Tumbuh

Tahun Baru Hijriyah: Saatnya Introspeksi dan Menata Niat

Pesan Pram Melalui Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer

Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak

Hingga sekarang, sudah lebih dari 18 tahun, Bu Sinta selalu menyelenggarakan Sahur Keliling setiap bulan Ramadlan di berbagai tempat di mana kaum minoritas diperlakukan tidak adil. Melalui aktivitas sosial keagamaan ini, Bu Sinta menyuarakan keadilan gender, persamaan hak, dan perlindungan kaum minoritas.

ulama perempuan ini dibesarkan dalam lingkungan pesantren. Pendidikan dasar hingga menengah ditempuh di Pesantren Jombang. Beliau juga mengikuti pendidikan khusus Mu’allimat di Pesantren Tambakberas Jombang. Jenjang pendidikan S1 diselesaikan pada Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan gelar Magister diperoleh dari Program Studi Kajian Wanita, Universitas Indonesia pada 1999.

Bersama Gus Dur sejak 11 September 1971 sampai 30 Desember 2009, ia memiliki permata hati dan kader penerus bangsa empat orang perempuan, yakni Alissa Qotrunnada Munawaroh (Alissa), Zannuba Arifah Chafsoh (Yenny), Anita Hayatunnufus (Anita), dan Inayah Wulandari (Inay).[]

Marzuki Wahid

Marzuki Wahid

KH Marzuki Wahid. akrab di panggil Kang Zeky adalah pendiri Fahmina dan ISIF Cirebon

Terkait Posts

Tahun Hijriyah

Tahun Baru Hijriyah: Saatnya Introspeksi dan Menata Niat

4 Juli 2025
Rumah Tak

Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak

4 Juli 2025
Kritik Tambang

Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

4 Juli 2025
Isu Iklim

Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

3 Juli 2025
KB sebagai

Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama

3 Juli 2025
Poligami atas

Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

3 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Isu Iklim

    Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Belajar Inklusi dari Sekolah Tumbuh: Semua Anak Berhak Untuk Tumbuh
  • Tahun Baru Hijriyah: Saatnya Introspeksi dan Menata Niat
  • Pesan Pram Melalui Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer
  • Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak
  • Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID