Mubadalah.id – Dalam memberikan advokasi terhadap perempuan strategi yang dianjurkan al-Qur’an adalah mereduksi hak-hak otoritatif laki-laki di satu sisi, dan mengangkat atau mengembalikan hak-hak perempuan di sisi yang lain.
Pola mereduksi dan mengangkat ini harus dilakukan secara gradual (bertahap). Meski begitu, isyarat ke arah kesetaraan tetap menjadi semangat utama kenabian, dan karenanya, tetap disampaikan.
Terkait hal tersebut, al-Qur’an memberi contoh sebagai berikut:
“Dan bagi mereka (perempuan) mempunyai hak yang setara dengan laki-laki menurut cara yang baik, dan laki-laki mempunyai satu tingkat di atas mereka, dan Allah Maha Perkasa lagi Bijaksana.” (QS. Al Baqarah ayat 228)
Ayat tersebut menarik untuk kita simak, karena Allah memperlihatkan pernyataan kontradiktif yang terungkap dalam satu nafas (kalimat). Laki-laki dan perempuan setara. Tetapi segera menyebut bahwa laki-laki setingkat lebih tinggi.
Hal ini jelas menunjukkan adanya proses dialektika dan negosiasi sosio-kultural. Kehendak untuk merealisasikan kesetaraan perlu menunggu waktu, karena realitas sosial belum mau memihak kepada perempuan.
“Allah Maha Perkasa lagi Bijaksana,” tegas al-Qur’an.
Mengomentari kalimat ini, Asghar Ali mengatakan, “… pernyataan terakhir ini menunjukkan Allah sebenarnya bisa saja memberikan status setara antara mereka tanpa proses graduasi.
Tetapi kebijaksanaan yang Allah berikan dalam rangka mengakui realitas sosial tertentu dan bertindak sesuai realitas tersebut.”
Ayat Tentang Pemimpin
Pola yang sama terjadi pada ayat kepemimpinan laki-laki atas perempuan dalam rumah tangga (QS. an-Nisa’ 34).
Ayat ini turun untuk merespon kasus korban kekerasan suami terhadap istri, Habibah binti Zaid.
Habibah dipukul suaminya tanpa alasan yang jelas, dan Nabi bermaksud membela Habibah dengan memberinya hak untuk melakukan tindakan yang sama, balas memukul.
Namun, segera saja Allah menegur Nabi agar tidak terburu-buru membelanya dengan cara seperti itu.
Meski tidak menyebutnya secara eksplisit, teguran Allah ini seolah ingin mengingatkan Nabi, “Jangan buru-buru, ini jaman transisional (masa peralihan)?” Perhatikan redaksi ayat tersebut.
Allah menyampaikannya dalam bentuk bahasa informatif, bukan bahasa normatif. Keunggulan laki-laki atas perempuan harus kita sampaikan secara tidak mutlak, melainkan relatif.*
*Sumber: tulisan KH. Husein Muhammad dalam buku Ijtihad Kyai Husein, Upaya Membangun Keadilan Gender.