Mufti Mesir, DR. Ali Jum’at dalam kitabnya al-Bayan Lima Yusyghilul Azdhan– penjelasan terhadap isu isu yang menggelisahkan. Pada halaman 70, Syaikh ‘Ali Jum’ah menandaskan bahwa Rasulullah tidak mengkhitan putrinya. Mengapa Rasulullah tidak mengkhitan putrinya? Padahal ketika itu gadis-gadis Madinah dikhitan?
Dengan tidak mengkhitan putrinya, Rasulullah sesungguhnya ingin melakukan perlawanan terhadap tradisi khitan perempuan yg membahayakan itu. Bukan hanya dengan prilaku Rasul, tetapi juga dengan sabdanya.
Asyimmi wa laa tunhiki, tandai sedikit aja dan jangan potong berlebihan, sabda Nabi melawan tradisi yg disebut dengan “khitan fir’auni” itu.
Sebagaimana akhlak Nabi yg agung itu, beliau tidak melawan tradisi dengan revolusioner, melainkan dengan cara gradual, perlahan-lahan, sebagaimana proses penghapusan perbudakan, tradisi minum khamer dan poligami.
Dari praktek Rasululallah dan sabdanya itu, sesungguhnya segera bisa dipahami bahwa khitan perempuan adalah haram, sebab Rasul melarangnya. Bahkan bukan hanya melarang, tetapi Rasul mempraktikkannya dengan tidak mengkhitan putri putrinya.
Kalaupun sabda nabi di atas tidak dipahami sebagai larangan, namun praktik Nabi cukup sebagai indikator bahwa Nabi ingin menghentikan praktek Khitan perempuan itu.
Dalam kaidah usul fiqih dikatakan “apabila antara sabda dan praktek bertentangan, maka prakteklah (al fi’lu) yang harus didahulukan”.
Jadi jelas bahwa khitan perempuan bukanlah bagian dari “Ajaran Islam”. Bahasa agamanya (arabnya), khitan perempuan, bukan “qhadhiyyah diiniyyah ta’abbudiyah” (bukan soal agama yg bersifat doktriner) melainkan persoalan “thabi’iyyaj adiyyah”.
Mesir sendiri sebagai negara muslim, telah melarang khitan perempuan melalui peraturan menteri No 74 1959 dan keputusan Mentri kesehatan Mesir No 261 Tahun 1996.
Yang mencengankan juga adalah bahwa tradisi khitan perempuan tidak dikenal dan tidak dipraktikkan di Saudi Arabiya, negara yang diyakini sebagai cikal bakal syariah Islam.
Jadi jelas, bahwa khitan perempuan tidak pernah dipraktikkan dan dicontohkan oleh Rasulullah kepada putri-putrinya.
Kalau Indonesia “ngeyel” memparaktikkan khitan perempuan, maka dipastikan Indonesia tidak mengikuti Rasulullah, tidak mengikuti syari’ah Islam. Lalu mengikuti siapa?
Wallahu A’lam.[]