Mubadalah.id – Keberagaman alam semesta tentu saja bukanlah tercipta secara kebetulan belaka. Melainkan memang direncanakan dan diciptakan Allah. Melalui pluralitas ini, Allah ingin menyatakan kemahabesaran, kekuasaan, dan keesaan-Nya.
Allah menegaskan hal ini dalam al-Qur’an:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
Artinya: Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. (QS. al-Hujarat ayat 13)
Ayat ini menyebutkan dengan jelas bahwa keragaman manusia juga meliputi jenis kelamin (laki-laki dan perempuan), suku dan kebangsaan, ruang dan tempat tinggal manusia.
Pertanyaannya kemudian, untuk apa sebenarnya Allah menciptakan manusia (dan alam semesta) dalam keragaman tersebut.
Pada ayat di atas, jelas dinyatakan bahwa keragaman tersebut sengaja diciptakan Allah agar menjadi tanda atau simbol kemahaesaan dan kebesaran Allah.
Muqatil bin Sulaiman, penafsir generasi awal, dengan tegas menyatakan bahwa ia adalah tanda-tanda tentang Kemahaesaan Allah (fi Tauhidillah). Karenanya, keragaman tersebut semestinya menjadi renungan bagi orang-orang yang berpikir.
Tauhid
Tauhid atau Kemahaesaan Allah adalah prinsip utama keyakinan, kepercayaan, dan keberagamaan dalam Islam. Kemahaesaan Allah adalah titik pusat seluruh siklus hidup dan peradaban manusia.
Kemahaesaan Allah merupakan prinsip yang menempatkan Allah sebagai satu-satunya otoritas transenden sekaligus pemilik seluruh kebesaran dan kebenaran absolut.
Dengan begitu, prinsip ini hendak menafikan seluruh otoritas kebesaran berikut kebenaran bagi manusia dan alam semesta.
Oleh karena itu, menurut Islam, manusia adalah ciptaan Allah yang setara dan sama sebagai hamba Allah. Klaim keunggulan jenis kelamin, bahasa, warna kulit, kebangsaan, ras, golongan, dan sebagainya adalah sebuah pernyataan yang menyesatkan sekaligus melawan kemahaesaan Allah.
Terkait dengan gagasan ini, Sayyed Hosen Nasr, seorang penganut filsafat perenial menulis:
“Esensi Islam adalah Keesaan Allah, universalitas kemanusiaan, kebenaran dan kemutlakan untuk tunduk hanya kepada kehendak Allah. Pemenuhan segala tanggungjawab manusia dan penghormatan kepada seluruh makhluk hidup…” []