Mubadalah.id – Indonesia dikenal sebagai negara berpenduduk besar dengan agama mayoritas Islam. Tetapi, dalam waktu yang sama negara ini juga masuk sebagai negara tier ketiga tertinggi bersama 18 negara lainnya. Ini artinya, Indonesia masih sebagai negara dengan penanganan trafiking terburuk. Dalam trafficking in Person Report tahun 2022, dinyatakan:
“Indonesia adalah sumber korban perdagangan manusia khususnya perempuan muda dan gadis. Negara tujuan trafficking ini meliputi Hongkong, Singapura, Taiwan, Malaysia, Brunei Darussalam, negara-negara Teluk Persia, Australia, Korea Selatan, dan Jepang. Korban perdagangan manusia pada umumnya untuk pekerja paksa dan pekerja seks.”
Dalam pernyataan lain menyebutkan:
“Indonesia belum sepenuhnya memenuhi standar minimum untuk mengeliminasi perdagangan manusia dan tidak melaksanakan usaha-usaha yang cukup berarti. Indonesia belum mempunyai undang-undang yang memerangi bentuk perdagangan manusia. UU yang telah ada menjadi dasar menghukum pelaku perdagangan manusia tetapi hukuman maksimalnya jauh lebih kecil daripada hukuman untuk perkosaan”.
Meskipun begitu, setahun kemudian status tersebut berubah. Pada pertemuan WTO Regional Consultation on Protection Children in Sexual Commercial Exploitation in Tourisme, Indonesia dinyatakan berada di dalam tier ke II.
Ini berarti bahwa Indonesia dipandang telah memulai langkah-langkah maju dalam mengatasi trafiking. Kalau ini tidak kita lakukan, maka sebagai konsekuensinya Indonesia harus menerima penghentian bantuan kemanusiaan dan non kemanusiaan dari lembaga keuangan multi nasional, Washington Consensus.
Kita patut bersyukur bahwa Indonesia pada akhirnya berhasil mengeluarkan keputusan politik tentang Anti Trafiking ini melalui Undang-undang (UU) No. 21/2007 yang kita kenal dengan sebutan TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang).
UU ini telah DPR RI sahkan pada tanggal 20 Maret 2007. Lahurnya UU ini menguatkan komitmen negara dalam memerangi perdagangan (trafficking) orang, khususnya perempuan dan anak. []