Mubadalah.id – Jika merujuk realitas di dalam kehidupan kita, sebagian masyarakat kita kerapkali masih memposisikan para perempuan sebagai makhluk domestik. Tugas dan kerja mereka, ya pasti akan kembali ke sumur, dapur, dan kasur.
Bahkan dalam beberapa pengalaman saya sebagai perempuan, ketika saya di rumah, tepatnya di salah satu desa di Garut, tidak sedikit dari para orang tua yang melarang anak perempuan agar tidak bekerja, dan berkarier di ruang publik.
Sehingga banyak para perempuan yang hidup di desa, hidupnya menjadi terbatas, tertindas, dilemahkan dan mereka sulit untuk mendapatkan akses, kesempatan, bahkan mengalami kemunduran.
Dengan melihat realitas kehidupan perempuan yang semakin keterbelakangan, satu sisi saya merasa sedih dan kasihan. Mereka sulit mengaktulisasikan hidupnya.
Padahal jika merujuk dalam sejarah kehidupan para perempuan di zaman Nabi Muhammad Saw, para perempuan justru terlibat aktif mengisi ruang-ruang publik.
Para Perempuan Pada Masa Nabi Saw
Bahkan, Islam sendiri, menurut pandangan Dr. Faqihuddin Abdul Kodir di dalam buku Perempuan Bukan Makhluk Domestik menyebutkan bahwa Islam adalah agama mendukung perempuan bekerja di ruang publik.
Syekh Abu Syuqqah dalam kitab Tahrir al- Mar’ah Fi ‘Ashr al- Risalah mencatat banyak teks hadis yang menyebutkan tentang keterlibatan para perempuan di ruang publik pada masa Nabi Saw.
Keterlibatan perempuan di ruang publik ini termasuk dalam kegiatan ibadah ritual, pendidikan, kerja- kerja ekonomi, maupun sosial dan budaya. Misalnya, kita mengenal Siti aisyah bin Abi Bakr r.a., seorang perawi lebih dari 6000 teks Hadis, ahli tafsir, dan juga fiqih.
Ada Umm al- Husain r.a. yang mencatat khutbah Nabi Saw saat haji wada’. Umm Syuraik r.a. yang kaya raya dan dermawan di Madinah. Nusaibah bint Ka’ab r.a yang melindungi Nabi Saw saat perang Uhud. Serta Zainab ats-Tsaqafiyah r.a. yang bertanggung jawab menafkahi suami dan anak- anaknya, dan banyak lagi yang lain.
Bahkan dalam catatan sejarah Nabi Saw yang lain menyebutkan bahwa perkerjaan yang digeluti perempuan di antaranya: industri rumahan, pedagang, penenun, perawat, perias wajah, petani, penggembala ternak, pemetik kurma, dan lain sebagainya.
Dengan melihat keterlibatan perempuan pada masa Nabi Saw di ruang publik inilah yang sebetulnya Islam ajarkan. Bukan justru menempatkan perempuan di ruang domestik.
Terlebih melalui hadisnya, dengan keterlibatan para perempuan aktif di ruang publik, Nabi Saw justru memberikan dukungan penuh agar ia bisa mengakses segala kesempatan yang telah Nabi Saw berikan.
Teladan
Jadi dalam praktik yang Nabi Saw lakukan kepada para perempuan seperti di atas merupakan salah satu teladan yang sebaiknya kita juga ikut melakukannya. Hal ini, bisa kita lakukan dengan cara mendukung para perempuan untuk aktif dan mengisi ruang-ruang di publik.
Sehingga, para perempuan akan memiliki kemampuan, kapabilatas, kesempatan, akses yang banyak bisa menunjang karirnya di ruang publik. Dalam hal ini, mereka bisa hidup secara mandiri, berani, dan percaya diri ketika berada di ruang publik.
Dengan begitu, ketika perempuan diberikan akses dan kesempatan untuk aktif di ruang publik, ia akan bisa mengaktualisasikan dirinya. Hal ini sungguh memberikan manfaat yang banyak bagi para perempuan.
Terlebih melalui catatan sejarah Nabi Saw di atas, para perempuan yang bekerja itu menjadi bagian dari yang telah Nabi Saw teladankan dan dicatat sebagai pahala bagi dirinya. Karena telah melaksanakan sunah yang Nabi Saw ajarkan.
Oleh karena itu, mari kita sebagai perempuan untuk bisa mengisi dan aktif di ruang publik. Bukan melanggengkan pandangan masyarakat yang menempatkan para perempuan di ruang domestik. Dengan begitu, kita sebagai perempuan bisa untuk saling menguatkan, mendorong dan mendukung bagi sesama perempuan. []