Mubadalah.id – Belum lama ini, nama Deasy Natalia Beru Sinulingga viral di media sosial. Ia merupakan seorang ibu dari tiga anak yang menjadi korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dari suami, mertua dan adik iparnya.
Deasy mengungkap kasus ini melalui akun instagramnya @nayya_annesa. Dengan akun instagram tersebut, ia mengunggah foto, rekaman dan video kekerasan yang ia alami.
Berdasarkan keterangan dari salah satu video yang ia unggah pada tanggal 26 Juli 2023, Deasy mengalami KDRT pada tanggal 20 Oktober 2020 silam. Pada saat itu ia tengah hamil muda anak ketiganya. Dalam keadaan seperti itu, ia mendapat beberapa pukulan dari suami, ayah mertua dan adik ipar laki-lakinya.
Dari pukulan tiga pelaku tersebut, ia mengalami luka memar dan rasa sakit yang serius pada bagian kepala. Selain itu, pelaku yang memiringkan kepala Deasy ke arah sebelah kiri membuat lehernya terkilir.
Tidak hanya itu, dalam waktu lain, tepatnya tanggal 26 November 2020, salah satu dari tiga pelaku tersebut menyeret Deasy ke jalan raya dan menjegalnya sampai terjatuh dalam keadaan hamil. Dari kekerasan tersebut ia mengalami luka-luka, patah tulang ekor dan pendarahan.
Mencari Keadilan
Melansir dari Jawapos.com, Deasy sudah melaporkan kasus tersebut ke Kapolsek Percut Seituan Medan pada tanggal 20 Oktober 2020. Sedangkan kasus kekerasan yang terjadi pada 26 November 2020, ia laporkan ke Polrestabes Medan. Namun Polrestabes Medan melimpahkan perkara tersebut ke Kapolsek Percut Seituan untuk menangani lebih lanjut.
Dalam perjalanan kasusnya, pada tanggal 10 September 2021, Kapolsek Percut Seituan menjemput paksa Deasy. Oknum Kapolsek Percut Seituan memaksa Deasy untuk berdamai dengan uang damai senilai Rp. 20.000.000. Namun ia menolaknya dan tetap bersikukuh agar ketiga pelaku tersebut mendapat hukuman sesuai dengan peraturan yang ada.
Akibat penolakan tersebut oknum Kapolsek Percut Seituan menahannya tanpa status tahanan selama tiga hari. Saat melakukan penahan, oknum Kapolsek Percut Seituan tidak memperkenankan Deasy untuk bertemu dengan anak ketiganya. Padahal saat itu, anaknya masih membutuhkan ASI.
Dengan bermodalkan kegigihan dalam mencari keadilan, akhirnya ketiga pelaku dari kasus tersebut sudah ditetapkan sebagai tersangka. Namun sayangnya, sampai saat ini, Kapolsek Percut Seituan belum melimpahkan kasus tersebut ke kejaksaan. Sehingga ibu dari tiga anak ini, belum kunjung mendapatkan keadilan sesuai yang ia harapkan.
Dalam perjalanan mencari keadilan, Deasy tidak hanya melaporkan ketiga pelaku kepada Aparat Penegak Hukum (APH). Ia pun membuat video permohonan yang diunggah dalam akun instagramnya. Video permohonan tersebut ia tujukan kepada Hotman Paris untuk membantu menangani kasus hukum yang telah ia alami.
Berkat video permohonan tersebut, tim Hotman Paris meresponnya dan bersedia membantu menangani kasus hukum yang Deasy Natalia hadapi.
Tidak Sesuai Aturan
Menyikapi kasus tersebut, menurut saya, ada beberapa pelanggaran yang oknum Kapolsek Percut Seituan lakukan dalam menangani kasus KDRT Deasy Natalia Beru Sinulingga. Pertama, Kapolsek Percut Seituan sebagai APH telah melanggar salah satu ketentuan asas yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Karena di dalam KUHAP terdapat prinsip dan asas yang menjadi pegangan setiap aparat penegak hukum dalam menangani suatu perkara. Salah satu asas yang terdapat dalam KUHAP adalah peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan.
Dalam asas ini, artinya setiap aparat penegak hukum, termasuk polisi, harus serius dan tidak bertele-tele dalam menangani perkara supaya para pihak yang bersangkutan segera mendapat kepastian dan keadilan.
Kapolsek Percut Seituan sebagai pihak yang menangani kasus KDRT Deasy Natalia Beru Sinulingga telah melanggar ketentuan asas di atas. Pasalnya, dari sejak Deasy membuat laporan, tepatnya tanggal 20 Oktober 2020 sampai sekarang, Kapolsek Percut Seituan belum melimpahkan perkara tersebut ke Kejaksaan. Hal ini menyebabkan Deasy Natalia Beru Sinulingga sekalu korbannya belum kunjung mendapatkan keadilan.
Kedua, tindakan penahanan yang oknum Kapolsek Percut Seituan lakukan terhadap Deasy adalah tindakan ngawur yang menyalahi aturan. Karena Polisi tidak mempunyai wewenang untuk melakukan penahanan terhadap korban.
Tidakan seperti ini tidak sepatutnya dilakukan oleh polisi yang secara tugas pokoknya melindungi masyarakat khususnya korban dari tindak pidana. Korban yang mengalami tindakan seperti itu dari pihak Kepolisian berhak mengadukannya ke Propam Polri.
Dengan mengadukan ke Propam setidaknya dapat memastikan bahwa personal polisi harus bertindak sesuai dengan etika dan kode etik yang berlaku. Serta memberikan perlindungan kepada masyarakat dari perilaku yang salah atau penyalahgunaan kekuasaan oleh anggota kepolisian.
Tindakan penahanan korban yang oknum Kapolses Percut Seituan lakukan adalah tindakan penyalahgunaan kekuasaan anggota kepolisian. Maka dari itu sudah selayaknya oknum polisi seperti itu mendapat penindakan dan pengenaan sanksi supaya polisi lainnya tidak meniru perbuatan seperti itu.
Sehingga, melalui kasus Deasy ini, menjadi bahan pembelajaran bagi kita. Bahwa hingga saat ini masih banyak korban yang masih kesulitan untuk mendapatkan keadilan dari pihak hukum. Maka yang terjadi adalah selalu menyalahkan korban, bahkan menahannya.
Oleh sebab itu, mari kepada para aparat penegak hukum untuk lebih memiliki kesadaran untuk keadilan, dan melindungi para korban. []