Mubadalah.id – “Ada pengaruh corak Tiongkok dalam perkembangan budaya di Cirebon.” Prasangka itu seketika muncul dalam pengalaman pertama saya ke Cirebon pada bulan Juli kemarin. Melihat kompleks makam Sunan Gunung Jati. Keraton Kasepuhan dengan berbagai koleksi benda sejarah di dalamnya. Motif Batik Mega Mendung. Dan, berbagai peninggalan budaya lainnya. Saya banyak menemukan unsur Tiongkok, baik yang nampak jelas maupun samar, yang memperindah wajah budaya Cirebon.
Saya jadi ingin mempertanyakan, mengapa budaya Tionghoa dapat mewarnai ekspresi kebudayaan orang Cirebon? Dan, dalam pertanyaan itu, pikiran saya langsung tertuju pada satu sosok perempuan. Sosok yang mungkin tidak begitu banyak orang mengenalnya. Namun, dalam hal ini, dia memiliki pengaruh yang amat berarti. Dia adalah Putri Ong Tien.
Sosok Penting dalam Perkembangan Budaya Cirebon
Kalau kita ziarah ke makam Sunan Gunung Jati yang berada di Desa Astana, Kec. Cirebon Utara, Kab. Cirebon, di sana kita akan melihat ada banyak mangkuk porselen yang menghiasi dinding bangunan. Selain itu, kita juga akan menemukan banyak mangkuk kuningan dan guci. Yang mana ke semuanya itu jelas memperlihatkan unsur seni budaya Tiongkok, yang mengisi ruang-ruang kompleks makam salah satu sosok Wali Songo ini.
Seakan berbagai benda yang kaya akan corak seni Tiongkok itu, menemani Putri Ong Tien yang dimakamkan di situ. Meski jauh dari tanah kelahiran, namun dirinya beristirahat di dekat benda-benda yang mengingatkan akan kampung halamannya.
Jadi, seakan para peziarah diajak untuk terus mengingat, bahwa di kompleks makam itu beristirahat seorang Putri Cina yang sangat berarti bagi Sunan Gunung Jati, dan juga berjasa dalam perkembangan keindahan budaya Cirebon.
Lokasi makam Putri Ong Tien sendiri berada di tingkat kesembilan. Jadi, di pusat makam yang berada satu lokasi dengan makam Sunan Gunung Jati. Tingkat kesembilan ini tidak bisa peziarah umum masuki. Para peziarah hanya bisa sampai di tingkat ketiga, atau depan gerbang pasujudan. Ya, saya yang hanya peziarah umum juga tidak melihat secara langsung makam Putri Ong Tien.
Lokasi makam Putri Ong Tien, dan berbagai corak seni yang terinspirasi dari kampung halamannya, saya rasa cukup menegaskan bahwa dirinya bukan sosok yang biasa saja. Dia adalah istri Sunan Gunung Jati, yang termasuk sosok penting dalam perkembangan budaya masyarakat Cirebon.
Kedatangan Putri Ong Tien ke Cirebon
Agus Sunyoto dalam Atlas Wali Songo menjelaskan, kalau Ong Tien merupakan putri seorang kaisar Cina dari Dinasti Ming yang bernama Hong Gie. Jadi, dia adalah seorang anak raja yang jauh-jauh datang ke Cirebon. Kedatangan Putri Ong Tien ke Cirebon itu sendiri tidak lepas dari perjalanan dakwah Sunan Gunung Jati di negeri Tiongkok. Rasanya kisah ini sudah sangat familiar. Dan, layaknya kisah Wali Songo pada umumnya ada cerita kekeramatan di dalamnya.
Konon, sewaktu di Tiongkok, Raja Ming ingin menguji Sunan Gunung Jati yang katanya amat sakti, sebab mampu menyembuhkan berbagai sakit. Raja meminta sunan untuk menebak isi perut putrinya yang kala itu nampak buncit karena ada buntelan kain.
Ya, sunan yang tidak tahu kalau Ong Tien memasang buntelan kain di perutnya, sebab perintah ayahnya, pun menjawab bahwa putri raja itu hamil. Mendengarnya raja tertawa, tidak percaya desas-desus kesaktian sunan, dan mengusirnya dari negeri Tiongkok. Anehnya, setelah Sunan Gunung Jati pergi ternyata Putri Ong Tien menjadi hamil beneran.
Raja Ming kemudian memerintahkan pasukannya untuk mencari Sunan Gunung Jati. Namun, ternyata sunan sudah kembali ke Cirebon. Oleh karena untuk mengobati perutnya, maka Putri Ong Tien pun pergi menyusul Sunan Gunung Jati.
Menurut cerita, kedatangan Putri Ong Tien ke Cirebon sebenarnya bukan sekadar untuk mengobati sakitnya. Lebih dari itu, dia juga ingin menikah dengan Sunan Gunung Jati. Sebab, sejak di Tiongkok, kedua orang ini telah saling jatuh hati.
Menikah dengan Sunan Gunung Jati
Ong Tien sendiri mendapat restu dari ayahnya untuk menikah dengan Sunan Gunung Jati. Sehingga, Raja Ming memerintahkan Panglima Lie Guan Cang, Nahkoda Lie Guan Hien, dan pengawal lainnya untuk mengawal perjalanan sang putri ke Cirebon.
Sesampai di Cirebon, Sunan Gunung Jati menerima Putri Ong Tien, dan keduanya pun menikah. Ong Tien menjadi istri Sunan Gunung Jati dengan gelarnya Nyi Mas Rarasumanding. Dan, Putri Ong Tien beserta para pengawalnya yang ke Cirebon juga masuk Islam.
Oleh karena Ong Tien adalah putri seorang Raja Ming, dan Sunan Gunung Jati juga termasuk penguasa Cirebon, maka ini bukan sekadar pernikahan biasa. Melalui Putri Ong Tien hubungan antara Tiongkok dan Cirebon menjadi makin kuat.
Pernikahan keduanya terjadi pada tahun 1481 M. Beberapa buku sejarah Wali Songo, seperti Atlas Wali Songo karya Agus Sunyoto, menjelaskan bahwa dari pernikahan keduanya lahir seorang putra, namun meninggal sewaktu bayi. Dan, tidak lama setelah kematian putranya, tepatnya pada 1485 M, Putri Ong Tien meninggal dunia.
Meski kehidupan Ong Tien di Cirebon terbilang singkat. Namun, kehadirannya membawa dampak yang sangat berarti dalam perkembangan budaya Cirebon. Ong Tien mengenalkan keindahan ornamen Tiongkok kepada masyarakat Cirebon.
Putri Ong Tien dan Perkembangan Budaya Cirebon
Mukhoyyaroh dalam disertasinya yang berjudul Akulturasi Budaya Tionghoa dan Cirebon di Kesultanan Cirebon, mengungkapkan bahwa setidaknya ada tiga gelombang kontak sosial-budaya etnis Tionghoa dan masyarakat Cirebon. Yaitu, melalui kedatangan Cheng Ho dan para pasukannya pada abad 15 M, kedatangan Putri Tiongkok (Ong Tien) beserta barang bawaannya pada akhir abad 15 M, dan masuknya orang-orang Tionghoa yang merupakan pelarian dari Batavia pada abad 18 M.
Dari ketiga gelombang itu, menurut Mukhoyyaroh, kedatangan Putri Ong Tien termasuk faktor utama yang menguatkan pengaruh corak Tiongkok dalam perkembangan budaya Cirebon. Bahkan, menurutnya, seandainya Sunan Gunung Jati tidak menikah dengan orang Tionghoa, dalam arti Ong Tien tidak datang ke Cirebon, boleh jadi tidak ada pengaruh Tiongkok dalam budaya Cirebon.
Artinya, tanpa kedatangan Putri Ong Tien bukan tidak mungkin tidak ada porselen yang menghiasi Astana dan Masjid Sunan Gunung Jati, tidak ada motif khas Batik Mega Mendung yang indah, dan berbagai keindahan budaya Cirebon lainnya (yang memiliki unsur akulturatif dengan Tiongkok).
Putri Ong Tien datang ke Cirebon dengan membawa berbagai barang bawaan dari negerinya. Kalau kita ke Museum Keraton Kasepuhan, di sana kita bisa melihat berbagai koleksi mangkuk, guci, dan benda bersejarah lainnya yang berasal dari Ming abad 15 M. Itu adalah sebagian barang milik Putri Ong Tien.
Motif Khas Tiongkok
Barang yang Putri Ong Tien bawa dari negerinya itu memiliki motif khas Tiongkok yang indah. Orang-orang Cirebon, dari Sunan Gunung Jati sampai pada rakyat, menyukai ornamen pada barang yang Ong Tien bawa. Sehingga, dalam perkembangannya, ornamen Tiongkok itu pun mengisi berbagai kebudayaan dalam masyarakat Cirebon.
Ketertarikan masyarakat Cirebon akan barang-barang dari negeri Tiongkok, semakin menguat ketika tahu bahwa yang membawanya adalah seorang Putri Tiongkok yang menikah dengan Sunan Gunung Jati (wali sekaligus penguasa mereka). Artinya, pernikahan pasangan ini telah menguatkan hubungan antara Tiongkok dan Cirebon, yang kemudian itu berpengaruh terhadap perkembangan budaya setempat.
Perihal ini, kita juga perlu memperhitungkan bahwa Ong Tien adalah sosok istri yang sangat berarti bagi penguasa Cirebon, Sunan Gunung Jati. Sehingga, menjadi tidak mengherankan ketika kemudian pembangunan Astana Gunung Jati, Masjid Astana Gunung Jati, termasuk Kereta Kencana Singa Barong, Guha Sunyaragi, dan lainnya hadir jiwa Ong Tien (baca: unsur budaya Tiongkok) di dalamnya.
Sampai di sini, kiranya tidak berlebihan untuk kita mengatakan bahwa, banyak keindahan budaya Cirebon yang bisa kita nikmati hingga saat ini, itu tidak lepas dari kehadiran Putri Ong Tien yang membawa pengaruh akulturatif budaya Tiongkok di Cirebon. []