Mubadalah.id – Akhir-akhir ini saya sering mendengar adanya berita warga yang saling membuat keributan di rumah orang, bertengkar dari mulai tetangga, dusun, kelompok, hingga negara. Bahkan yang membuat hati saya ikut terusik adalah ketika suatu kelompok membuat kericuhan, kekerasan, dan kekejaman dengan mengatasnamakan Islam, dan memang ada ayat yang sensitif jika dikaji dengan mata telanjang (menafsirkan al-Qur’an hanya dari segi dzohir bahasa) padahal sejatinya al-Qur’an itu sangat multi tafsir, tidak sembarang orang dapat menafsirkannya. Seperti contoh dalam al-Quran :
ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍْ ﻗَﺎﺗِﻠُﻮﺍْ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻳَﻠُﻮﻧَﻜُﻢ ﻣِّﻦَ ﺍﻟْﻜُﻔَّﺎﺭِ ﻭَﻟِﻴَﺠِﺪُﻭﺍْ ﻓِﻴﻜُﻢْ ﻏِﻠْﻈَﺔً ﻭَﺍﻋْﻠَﻤُﻮﺍْ ﺃَﻥَّ ﺍﻟﻠّﻪَ ﻣَﻊَ ﺍﻟْﻤُﺘَّﻘِﻴﻦَ
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu, dan Ketahuilah, bahwasanya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa.” (QS. At Taubah : 123).
Jika kita memaknai ayat al-qur’an dengan segi lafadz saja, maka jelas kita akan terpengaruh dengan ayat tersebut. Tapi jika kita kaji menggunakan ilmu Nahwu, Sharaf, Manteq, Bayan, Balaghah, Kinayah, asbabun nuzul, dan sebagainya, maka kita akan menemukan bahwa ayat itu digunakan ketika ada orang musyrikin yang ingin menghancurkan Islam saja, dan tidak harus selalu memerangi musyrikin tersebut.
Selain itu juga Imam Syafi’i dan madzhab yang empat lainnya juga bependapat sama, bahwa kaum kafirin itu terbagi dua, ada yang kafir harobi (harus diperangi) dan kafir dzimmi (kafir yang tidak boleh diperangi), nah umumnya orang nonmuslim di zaman ini, di Indonesia khususnya, adalah yang dzimmi, yang berarti mereka tidak boleh diperangi bahkan memarahinya sekali pun, karena hidup tentram dan penuh kedamaian jauh lebih baik ketimbang memicu keributan dan perang, lagi pula juga menjaga kesatuan bangsa adalah hukumnya Fardhu ‘ain sepeti dikatakan K.H Hasyim ‘Asy’ari.
Bahkan saya juga sering menemukan dalil-dalil perdamaian seperti contoh dalam hadits berikut :
ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻣﻮﺳﻰ ﺍﻷﺷﻌﺮﻱ ، ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﺃﻥ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝ : « ﻟﻦ ﺗﺆﻣﻨﻮﺍ ﺣﺘﻰ ﺗﺤﺎﺑﻮﺍ ﺃﻓﻼ ﺃﺩﻟﻜﻢ ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﺗﺤﺎﺑﻮﺍ ﻋﻠﻴﻪ ؟ ﻗﺎﻟﻮﺍ : ﺑﻠﻰ ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ . ﻗﺎﻝ : « ﺃﻓﺸﻮﺍ ﺍﻟﺴﻼﻡ ﺑﻴﻨﻜﻢ ﺗﺤﺎﺑﻮﺍ ، ﻭﺍﻟﺬﻱ ﻧﻔﺴﻲ ﺑﻴﺪﻩ ﻻ ﺗﺪﺧﻠﻮﺍ ﺍﻟﺠﻨﺔ ﺣﺘﻰ ﺗﺮﺍﺣﻤﻮﺍ » ﻗﺎﻟﻮﺍ : ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻛﻠﻨﺎ ﺭﺣﻴﻢ . ﻗﺎﻝ : « ﺇﻧﻪ ﻟﻴﺲ ﺑﺮﺣﻤﺔ ﺃﺣﺪﻛﻢ ﻭﻟﻜﻦ ﺭﺣﻤﺔ ﺍﻟﻌﺎﻣﺔ ﺭﺣﻤﺔ ﺍﻟﻌﺎﻣﺔ » . ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺤﺎﻛﻢ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺴﺘﺪﺭﻙ ﻭﻗﺎﻝ : « ﻫﺬﺍ ﺣﺪﻳﺚ ﺻﺤﻴﺢ ﺍﻹﺳﻨﺎﺩ ﻭﻟﻢ ﻳﺨﺮﺟﺎﻩ
Dari Abu Musa al-Asy’ari ra. berkata “Kalian bukan orang beriman, jika tidak saling mencintai satu sama lain. Maukah aku tunjukkan sesuatu yang membuat kalian bisa saling mencintai?”, tanya Nabi Saw.
“Ya, saya mau”, jawab para Sahabat.
“Tebarkanlah kedamaian. Demi Allah, Dzat yang menguasi jiwaku, kalian tidak akan masuk surga kecuali jika saling mengasihi/menyayangi satu sama lain”.
“Ya Rasul, kami semua ‘kan penyayang”, timpal para Sahabat.
“Bukan kasih sayang di antara kalian yang seperti itu (yang aku maksud), tetapi kasih untuk semua. Kasih untuk semua”, tegas Nabi Saw. (Hadis Sahih Riwayat al-Hakim dalam al-Mustadrak).
Jadi simpulnya, alangkah baiknya kita sebagai umat Muslim untuk mengkaji al-Qur’an dengan lebih mendalam dan lebih ‘arif ketika mengamalkannya. Karena sejatinya Islam itu agama yang menebar damai di seluruh alam, maka kita sebagai muslim mestinya turut menjadi juru damai bagi seluruh umat manusia, termasuk jangan sampai membuat keributan di rumah orang atau di daerah orang lain.