• Login
  • Register
Jumat, 4 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Buku

Memaknai Ulang Istilah Wali Ijbar dalam Buku Fiqh Perempuan

Ayah atau pihak yang lain harus melindungi anak perempuan dari pernikahan yang tidak baik, salah satunya ialah dengan tidak memaksa perempuan untuk menikah.

Sukma Aulia Rohman Sukma Aulia Rohman
26/10/2023
in Buku
0
Fiqh Perempuan

Fiqh Perempuan

603
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Judul buku : Fiqh Perempuan
Penulis : KH Husein Muhammad
Jumlah halaman : 336 hlm; 14 x 20 cm
Penerbit : IRCsSoD
ISBN : 978-602-7696-77-8

Mubadalah.id – Beberapa hari belakangan ini, saya menyempatkan diri untuk membaca buku Fiqh perempuan karya KH. Husein Muhammad atau biasa disapa Buya Husein. Beliau merupakan salah satu ulama perempuan yang sudah sangat banyak melahirkan karya, baik berupa buku atau pun yang lainnya.

Selama membaca buku Fiqh Perempuan saya sangat kagum dengan gagasan beliau, terutama soal pemaparan tentang konsep ijbar. Seperti yang kita ketahui bahwa dalam Islam ada yang disebut dengan istilah ijbar, yaitu suatu tindakan untuk melakukan sesuatu atas dasar tanggung jawab.

Dalam konteks fiqh, ijbar berkaitan dengan masalah perkawinan. Dalam mazhab Imam Syafi’i, orang yang memiliki hak ijbar adalah ayah atau kalau tidak ada maka kakek. Ijbar dalam perkawinan dimaksudkan sebagai bentuk perlindungan atau tanggung jawab ayah kepada anak perempuannya. Jika dinilai anaknya tidak tidak atau belum mampu untuk menentukan pasangannya.

Sejalan dengan itu, Buya Husein dalam buku Fiqh Perempuan menjelaskan bahwa makna ijbar dalam soal perkawinan ialah kekuasaan seorang ayah terhadap seorang perempuan untuk menikah dengan laki-laki pilihannya, bukan dengan cara memaksakan kehendaknya sendiri tetapi atas dasar tanggungjawab terhadap anak perempuan yang belum atau tidak mempunyai kemampuan untuk bertindak sendiri.

Sehingga ketika sang ayah hendak mengawinkan putrinya dengan laki-laki yang telah ia pilih, yang harus kita perhatikan terlebih dahulu ialah kerelaan sang anak. Sebab, jika ijbar itu adalah sebuah tanggungjawab ayah terhadap anaknya maka ia mempunyai kewajiban untuk memastikan anak dan cucu perempuannya mengalami kehidupan yang baik, aman dan nyaman. Mengapa begitu?

Baca Juga:

Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan

Menafsir Ulang Perempuan Shalihah: Antara Teks dan Konteks

Ulasan Crime and Punishment: Kritik terhadap Keangkuhan Intelektual

Memaknai Aurat Perempuan secara Utuh

Tujuan Pernikahan

Karena tujuan dari pernikahan adalah mewujudkan kehidupan yang sakinah, mawwadah dan rahmah. Itu semua harus keduanya yaitu suami dan istri rasakan bersama.

Namun dewasa ini, ijbar seringkali mereka maknai sebagai hak ayah dalam memaksa perempuan untuk menikah dengan laki-laki yang tidak ia kehendaki.

Bahkan dalam beberapa kasus, perempuan akan mereka anggap durhaka ketika menolak menikah dengan laki-laki yang sudah orang tuanya tentukan. Sehingga banyak anak yang terpaksa menikah, padahal dia tidak menghendakinya. Entah calonnya tidak sesuai keinginan, atau memang dia belum siap untuk menikah.

Hal ini tentu saja bertentangan dengan konsep ijbar yang sesungguhnya. Karena seperti yang tersampaikan di atas, bahwa ayah atau pihak yang lain harus melindungi anak perempuan dari pernikahan yang tidak baik, salah satunya ialah dengan tidak memaksa perempuan untuk menikah.

Oleh karena itu, konsep ijbar yang Buya Husein jelaskan penting sekali untuk setiap orang tua pahami. Sehingga kasus pemaksaan perkawinan tidak akan terus terjadi pada anak perempuan.

Kawin Paksa Melanggar HAM

Di sisi lain, pemaksaan perkawinan merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia. Di mana setiap manusia berhak untuk memilih jalan hidupnya sendiri, termasuk menentukan dengan siapa ia akan menikah.

Sejalan dengan itu, dalam berbagai perjanjian internasional dan dokumen supranasional lainnya, pemaksaan perkawinan adalah pelanggaran terhadap martabat kemanusiaan seseorang. Bahkan hukum hak asasi manusia Internasional mengutuk praktik ini.

Menurut para pakar hukum internasional, praktik pemaksaan perkawinan melanggar hak seseorang untuk menikah secara bebas dan melanggar hak untuk hidup bebas dari kekerasan berbasis gender.

Dengan begitu, pemaksaan perkawinan, baik secara prinsip Islam maupun prinsip kemanusiaan, sangatlah tidak benar dalam Islam. Karena selain bertentangan dengan konsep ijbar itu sendiri, pemaksaan perkawinan juga adalah bentuk pelanggaran atas hak asasi manusia. []

Tags: bukufiqh perempuanIstilahKH Husein MuhammadmemaknaiulangWali Ijbar
Sukma Aulia Rohman

Sukma Aulia Rohman

Saya adalah Mahasantriwa Sarjana Ulama Perempuan Indonesia (SUPI) Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon.

Terkait Posts

Fiqh Al-Usrah

Fiqh Al-Usrah Menjembatani Teks Keislaman Klasik dan Realitas Kehidupan

28 Juni 2025
Novel Cantik itu Luka

Novel Cantik itu Luka; Luka yang Diwariskan dan Doa yang Tak Sempat Dibisikkan

27 Juni 2025
Fiqhul Usrah

Fiqhul Usrah: Menanamkan Akhlak Mulia untuk Membangun Keluarga Samawa

25 Juni 2025
Hakikat Berkeluarga

Membedah Hakikat Berkeluarga Ala Kyai Mahsun

23 Juni 2025
Fiqh Al Usrah

Fiqh Al Usrah: Menemukan Sepotong Puzzle yang Hilang dalam Kajian Fiqh Kontemporer

21 Juni 2025
Membangun Rumah Tangga

Membangun Rumah Tangga yang Berdimensi Akhlak Mulia

20 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Konten Kesedihan

    Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Perceraian Begitu Mudah untuk Suami?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Cara Pandang terhadap Orang yang Berbeda Keyakinan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim
  • Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama
  • Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama
  • Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID