Mubadalah.id – Perempuan ulama dari Indonesia yang namanya cemerlang ialah Nyai Khairiyah Hasyim. Ia lahir di Jombang, pada 1906. Ia merupakan anak kedua pasangan KH. Hasyim Asy’ari dan Nyai Nafigah.
Nyai Khairiyah kecil mendapat pendidikan agama, terutama dari ayahnya yang merupakan ulama besar Indonesia. Bahkan, ja belajar membaca kitab kuning kepada sang ayah.
Saat Nyai Khairiyah masih semangat-semangatnya belajar, Kiai Hasyim menjodohkannya dengan salah seorang santrinya yang bernama Ma’shum Ali.
Konon, santri ini amatlah alim dalam berbagai disiplin ilmu agama. Ia berasal dari Gresik. Menurut Kiai Hasyim, pemuda ini cerdas serta memiliki corak berpikir yang agak eksak.
Kiai Ma’shum Ali ini kemudian dikenal luas oleh dunia Islam, bukan hanya Indonesia, melainkan juga dunia, tepatnya sebagai penyusun kitab Al-Amtsilah at-Tashrifiyah, sebuah materi dasar dan kaidah ilmu pembentukan bahasa.
Kitab ini menjadi pegangan wajib di hampir seluruh pesantren di Indonesia, bahkan menjadi panduan belajar ilmu sharaf di dunia akademi internasional.
Selanjutnya, Kiai Ma’shum Ali memimpin Pesantren Seblak, Jombang. Namun, saat Khairiyah berusia 27 tahun, Kiai Ma’sum meninggal dunia. Khairiyah lantas melanjutkan pesantren yang ditinggalkan suaminya itu.
Ini merupakan kali pertama seorang perempuan menjadi pemimpin pesantren yang muridnya laki-laki. Penguasaan Khairiyah terhadap kitab klasik amatlah luar biasa. Alhasil, ia begitu dihormati. KH. Yusuf Hasyim, adiknya, bahkan memberi gelar “kiai putri” kepada Khairiyah.
Setelah lima tahun memimpin Pesantren Seblak, bersama suami keduanya, KH. Muhaimin, pada 1938, Khairiyah berangkat ke Makkah. Keberangkatan mereka ke kota suci ini semula dalam rangka menunaikan ibadah haji.
Namun, kesempatan tinggal di Tanah Haram itu juga mereka manfaatkan untuk belajar dan mengaji kepada para ulama. Bahkan, KH. Muhaimin adalah salah satu ulama Jawa yang turut mendirikan dan mengajar di Madrasah Darul Ulum. Madrasah ini dibuka untuk mengakomodasi orang Jawa yang bermukim atau mondok di Makkah.
Mendirikan Sekolah Perempuan
Pada 1942, Madrasah Darul Ulum membuka kelas untuk perempuan yang kemudian diberi nama Madrasah Banat atau sekolah untuk perempuan.
Menurut anak angkat Khairiyah, Muhsin Zuhdi, madrasah untuk perempuan ini didirikan bukan hanya karena makin banyaknya perempuan yang pergi berhaji dari Hindia Belanda.
Hingga menambah jumlah mukimmin perempuan di Makkah. Melainkan juga lantaran keadaan perempuan di kota itu yang sedemikian memprihatinkan. Hak mereka untuk belajar seakan tertutup.
KH. Muhaimin kemudian meninggal dunia. Pada 1952, Nyai Khairiyah pulang kembali ke Tanah Air, meninggalkan Tanah Suci setelah hampir dua dekade memperjuangkan pendidikan bagi perempuan di Makkah.
Nyai Khairiyah kembali untuk memimpin Pesantren Seblak di Jombang. Ia berhasil memimpin Pesantren Seblak secara baik. Hal ini tentunya tidak lepas dari pengalamannya yang kaya selama bermukim di kota kelahiran Nabi Muhammad Saw., Makkah. []