Mubadalah.id – “Semakin tinggi ilmu seseorang, maka semakin besar rasa toleransinya” itulah salah satu ungkapan yang pernah KH. Abdurrahman Wahid atau yang kerap disapa Gus Dur sampaikan.
Ungkapan tersebut bagi saya adalah salah satu tolak ukur bagi kita, bahwa sejauh mana sikap dan perilaku toleransi kita kepada semua umat beragama.
Di negara kita sendiri, kalau boleh kita sadar, masih banyak orang merasa terganggu dan benci kepada mereka yang berbeda agama. Bahkan di sejumlah daerah, kasus intoleransi masih terus banyak berkembang.
Merujuk survei Setara Institute di lima kota terpilih pada Januari-Februari 2023 menunjukkan jumlah pelajar intoleran aktif di SMA sederajat meningkat menjadi 5 persen. Angka ini mengalami peningkatan ketimbang hasil survei isu sama pada 2016 lalu 2,4 persen.
Survei tersebut bagi saya menjadi peringatan karena kasus intoleransi bukan lagi pada orang dewasa, melainkan setingkat pelajar SMA sekalipun ia sudah terpapar dengan virus intoleransi.
Dengan terpapar virus intoleransi sebanyak 5 persen artinya, banyak para pelajar kita di lima kota masih belum menerima keberagaman, dan perbedaan.
Padahal Indonesia adalah salah satu negara yang diciptakan oleh Allah Swt dengan penuh keberagaman dan perbedaan. Sehingga dengan keberagaman dan perbedaan ini seharusnya kita rayakan dengan penuh suka cita.
Keniscayaan
Karena keberagaman ini, menurut pandangan KH. Husein Muhammad adalah sebuah keniscayaan. Dengan begitu, kita tidak boleh melawan semua yang sudah ditakdirkan oleh Allah Swt.
Sehingga seluruh praktik intoleransi tersebut, bagi saya sangat bertentangan dengan ajaran Islam. Karena dalam Islam, Nabi Muhammad Saw mengatakan dalam sebuah Hadis yang artinya, “Aku diutus Tuhan untuk membawakan agama yang lurus dan toleran.”
Pada kesempatan yang lain Nabi Muhammad Saw juga mengatakan, “Agama yang paling Tuhan cintai adalah agama hanif (yang lurus) dan toleran.”
Oleh sebab itu, apa yang menjadi ungkapan Gus Dur di atas, bagi saya hal tersebut menjadi salah satu hal penting yang untuk kita praktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Karena subtansi yang paling inti adalah bagaimana kita memiliki sikap toleransi itu kepada semua orang.
Termasuk bukan hanya bagi sesama orang Islam, melainkan kepada seluruh umat beragama yang ada di Indonesia. Dengan begitu, pesan Nabi Muhammad Saw itu dapat kita teladani dalam kehidupan sehari-hari.
Lima Dasar Toleransi
Bahkan, salah satu ahli hukum Islam terkemuka dari Syiria, Syekh Wahbah Az-Zuhaili pernah mengatakan bahwa dasar-dasar toleransi dalam Islam meliputi lima hal:
Pertama, persaudaraan atas dasar kemanusiaan (Al-Ikha Al-Insani). Kedua, pengakuan dan penghormatan terhadap yang lain (Al-I’tiraf bi Al-Akhar wa Ihtiramuh).
Ketiga, kesetaraan semua manusia (Al-Musawah baina An-Nas Jami’an). Keempat, keadilan sosial dan hukum (Al-‘Adl fi At-Ta’amul).
Kelima, kebebasan yang telah tercatat undang-undang (Iqrar Al-Hurriyyal Al-Munazzamah).
Lima dasar toleransi Islam dari Syekh Wahbah Az-Zuhaili ini merujuk kepada sumber Islam yang otoritatif. Tentang persaudaraan kemanusiaan seperti dalam al-Qur’an:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَّفْسٍ وَّاحِدَةٍ وَّخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيْرًا وَّنِسَاۤءً ۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْ تَسَاۤءَلُوْنَ بِهٖ وَالْاَرْحَامَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
Artinya: Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya. Allah menciptakan istrinya, dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selali menjaga dan mengawasi kamu. (QS. An-Nisa’ ayat 1).
Maka dengan begitu, marilah kita sebagai umat Islam untuk terus melanjutkan seluruh pandangan dari Gus Dur, dan Buya Husein seperti di atas. Karena dengan melanjutkan, artinya kita juga menjalankan teladan yang Nabi berikan. []