• Login
  • Register
Kamis, 3 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

‘Ulum al-Awail; Ilmu Pengetahuan Sebelum Islam

KH. Husein Muhammad KH. Husein Muhammad
14/06/2020
in Hikmah
0
116
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

‘Ulûm al-Awâil secara literal bermakna ilmu-ilmu awal, klasik, kuno atau ilmu-ilmu sebelum Islam. Tetapi istilah ini hampir selalu dimaksudkan sebagai ilmu-ilmu yang dihasilkan dan diproduksi oleh kebudayaan Yunani melalui para filosofnya, seperti Plato, Aristoteles, Galenus, Hippocritus dan lain-lain. Akan tetapi ia bisa juga meliputi ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh kebudayaan India, Persia dan Cina.

Banyak orang bertanya bagaimana hukumnya jika orang Islam mempelajari dan mengajarkan ‘Ulûm al-Awâil? Bolehkah atau haram? Jawaban atas pertanyaan ini pernah diperdebatkan dengan sengit di kalangan ulama Islam. Pertanyaan awal yang biasa diajukan adalah bagaimana mempelajari ilmu mantiq (logika) dan filsafat?, dua basis seluruh pengetahuan. Bagaimana pula menggunakan terma-terma keduanya?

Jawaban para ulama memang berbeda-beda. Dalam kitab “Al-Sullam al-Munawaraq”, kitab mantiq yang dipelajari di pesantren disebutkan bahwa Imâm Ibnu Shalah (w. 643 H), ahli hadits, dan Imâm Nawâwî (w. 631 H), faqih-muhaddits, terkemuka, mengharamkannya.

Ibnu Shalah, terhadap pertanyaan pertama, mengatakan: “Mantiq (logika Arsitotelian) adalah pintu masuk Filsafat dan keburukan (al-Syarr). Mempelajari dan mengajarkannya merupakan bagian dari yang tidak dibenarkan Tuhan. Tak seorangpun dari kalangan sahabat Nabi, para penerusnya (Tabi’in), para mujtahid besar, generasi “salaf” yang saleh yang membolehkannya”. Terhadap pertanyaan kedua, dia menjawab ;

إستخدام الاصطلاحات المنطقية من المنكرات المستبشعة

Baca Juga:

Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama

Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara

Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

Penggunaan istilah-istilah logika termasuk kemunkaran yang buruk

Sebagian ulama membolehkannya bagi yang sudah mampu memahami al-Qur’ân dan al-Sunnah (Mumaris al-Kitab wa al-Sunnah). Sementara Imâm al-Ghazâlî berpendirian membolehkan dan seyogyanya dipelajari kaum muslimin. Imam Al-Ghazâlî bahkan mengatakan:

من لا يحيط بالمنطق لا ثقة بعلومه أصلا

“siapa yang tidak menguasasi ilmu mantiq maka ilmunya tidak bisa dipercaya.”

Ucapan ini telah menimbulkan kemarahan para ulama fundamentalis, terutama ulama ahli hadits, terhadap al-Ghazâlî. Terlepas dari perdebatan tersebut sejarah peradaban Islam abad pertengahan menginformasikan kepada kita bahwa para pemimpin pemerintahan Islam memberikan apresiasi yang tinggi terhadap ‘Ulûm al-Awâil.

Sejak abad VIII Masehi, Hârûn al-Rasyid, pemimpin kaum muslimin yang terkenal itu, telah menarik masuk ke istananya para cerdik pandai dan ahli bahasa dari segala bangsa dan agama. Mereka ditugasi menerjemahkan buku-buku ‘Ulûm al-Awâil. Kebijakan Harun al-Rasyid ini diambil atas usulan isterinya yang cerdas, Zubaidah.

Penggantinya, al-Makmûn, meneruskan dan mengembangkannya lebih jauh. Ia bahkan mendirikan sekolah penerjemah dan perpustakaan besar: “Bait al-Hikmah” (rumah kebijaksanaan/kearifan). Perpustakaan ini berisi sejuta buku dan terbesar didunia pada masa itu.

Salah seorang penerjemah kenamaan adalah Hunain bin Ishâq, adalah seorang Kristen Nestorian. Dialah yang menerjemahkan karya-karya Ulum al-Awail ke dalam bahasa Arab. Beberapa di antaranya adalah karya-karya Aristoteles: Hermeneutika, Catagories (Maqulat), Psysic (thabi’iyat) dan Magna Moralia (Khulqiyyat).

Ia juga menerjemah karya-karya Galen, Hippocrates dan Dioscorides, juga karya-karya Platon, antara lain: Republica. Konon untuk karya terjemahan tersebut al-Makmun membayarnya dengan emas seberat buku yang diterjemahkan. Sementara Al-Fazari menerjemahkan antara lain buku astronomi India; Shidanta karangan Brahmagupta.

Karya-karya terjemahan itu kemudian dibaca dengan penuh minat dan lahap oleh para pelajar dan mahasiswa muslim, tanpa melepaskan diri dari bacaan dan permenungan yang mendalam atas sumber-sumber otoritatif Islam sendiri, terutama al-Qur’an dan Hadits Nabi.

Tak lama berselang sesudah itu lahirlah para sarjana, ilmuwan, cendikiawan dan filosof muslim kaliber raksasa; Imam al-Syafi’i, al-Farabî, Ibn Miskawaih, Ibnu Sina, Abu Bakar al-Râzî, Abu Hamid al-Ghazali, Fakhr al-Din al-Razi, al-Khawarizmi, Ibnu Thufail, Ibn Arabi, Ibnu Rusyd, Ibnu Haitsam, Al-Birunî, dan lain-lain.

Dua nama filosof dan bijakbestari Yunani yang selalu disebut-sebut dengan penuh kekaguman dan penghormatan yang tinggi adalah Platon dan muridnya; Aristoteles. Abd al-Karim al-Jily, pembela utama dan penerus Ibn Arabi, dalam bukunya yang terkenal : “Al-Insan al-Kamil”, menyebut Aristoteles sebagai murid Nabi Khidhir. (al-Insan al-Kamil, vol. II/116-117).

Dari pikiran, hati dan kerja intelektual mereka telah dihasilkan literatur-literatur ilmu pengetahuan, filsafat dan Hikmah (kebijaksanaan/Kearifan), ilmu kedokteran, fisika, karya-karya biografis berikut komentar-komentar atasnya, sejarah, arsitektur, kaligrafi, anekdot serta humor mencerdaskan, dan sebagainya.

Para sarjana, cendikiawan, ilmuwan, filosof dan Hukama (para bijakbestari) di atas sepakat bahwa ilmu-ilmu kuno adalah milik seluruh umat manusia. Tak ada kelompok religious maupun kultural yang bisa mengklaim kepemilikan eksklusif terhadap ilmu-ilmu ini.

Saya percaya sepenuhnya bahwa seluruh kerja-kerja intelektual dan intuitif mereka yang tak kenal lelah dan tak pernah menyerah, memperoleh inspirasi dan legitimasi dari sumber-sumber keagamaan mereka : Al-Qur’an dan Hadits Nabi. Salah satunya adalah :

سنريهم أياتنا فى الافاق وفى أنفسكم حتى يتبين لهم أنه الحق

“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di cakrawala dan pada diri mereka sendiri sehingga jelaslah bahwa al-Qur’ân itu adalah benar”. (Qs. Fusshilat [41]: 53).

Dan “Apakah kalian tidak memikirkan dan berkontempelasi tentang isi al-Qur’an? Atau apakah hati kalian terkunci?”

Jika itu yang menjadi basis pemikirannya, maka kita yang hidup pada hari ini seharusnya membuka diri untuk menerima pandangan-pandangan, produk-produk pemikiran, karya-karya ilmiyah, metodologi serta system pengetahuan dari manapun dan kapanpun, masa lalu, kini maupun yang akan datang.

Orang yang bijak tentu akan mampu menseleksi dan memilih apa yang baik dan berguna bagi kemanusiaan dan melepaskan apa yang tak berguna. Kita harus melangkah ke depan, dan tidak berdiri untuk berputar-putar dalam siklus yang tetap. Kebenaran, Keadilan dan kemahabijaksanaan Tuhan haruslah dibuktikan dalam realitas dan bukan hanya dikatakan, diorasikan dengan agitatif atau dijadikan jargon belaka. Semoga. []

KH. Husein Muhammad

KH. Husein Muhammad

KH Husein Muhammad adalah kyai yang aktif memperjuangkan keadilan gender dalam perspektif Islam dan salah satu pengasuh PP Dar al Tauhid Arjawinangun Cirebon.

Terkait Posts

Laki-laki dan Perempuan dalam fikih

Hak dan Kewajiban Laki-laki dan Perempuan dalam Fikih: Siapa yang Diuntungkan?

3 Juli 2025
Perceraian untuk

Mengapa Perceraian Begitu Mudah untuk Suami?

2 Juli 2025
Perceraian dalam

Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan

1 Juli 2025
Fikih Perempuan

Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan

1 Juli 2025
amar ma’ruf

Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan

1 Juli 2025
Fikih

Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

1 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Konten Kesedihan

    Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Cara Pandang terhadap Orang yang Berbeda Keyakinan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Perceraian Begitu Mudah untuk Suami?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim
  • Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama
  • Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama
  • Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID