• Login
  • Register
Jumat, 4 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Featured

Memaknai Hari Ibu dan Merenungi Falsafah Keibuan

Hari Ibu sebagai apresiasi atas peran perempuan, khususnya ibu. Namun, sudahkah kita merenungi makna terdalam istilah ‘ibu’ dan falsafah keibuan?

Moh. Jamalul Lail Moh. Jamalul Lail
30/12/2023
in Featured, Hikmah
0
falsafah keibuan

falsafah keibuan

817
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Hari Ibu menjadi momentum paling tepat untuk mengapresiasi peran perempuan sebagai insan paling berpengaruh dalam kehidupan. Di Indonesia, peringatan Hari Ibu jatuh setiap 22 Desember. Penentuan tanggal mengacu pada pelaksanaan Kongres Perempuan Pertama pada 22-25 Desember 1928.

Hari Ibu muncul sebagai apresiasi atas peran perempuan, khususnya ibu. Namun, sudahkah kita merenungi makna terdalam dari istilah ‘ibu’ dan falsafah keibuan? Tentunya, ia lebih dari sekadar ‘perempuan beranak’ yang melakukan kerja-kerja domestik (rumah tangga) semata. Tetapi ada potensi dan peran kemanusiaan ibu yang penting juga untuk kita apresiasi.

Makna Ibu dalam Kultur Arab dan Indonesia

Menurut Ibn Faris, ibu atau dalam bahasa Arab ummi (أمّ) dapat memiliki makna lain yang lebih luas, seperti tempat kembali, kelompok atau agama. Contohnya penggunaan redaksi ummu pada Surah Al-Qari’ah ayat 9 yang bermakna tempat perpulangan terakhir di akhirat kelak:

وَاَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَازِيْنُهٗۙ ٨ فَاُمُّهٗ هَاوِيَةٌ ۗ ٩

“Adapun orang yang ringan timbangan (kebaikan)-nya, tempat kembalinya adalah (neraka) Hawiyah.”

Baca Juga:

Kebaikan Yang Justru Membunuh Teman Disabilitas

Nelayan Perempuan Madleen, Greta Thunberg, dan Misi Kemanusiaan Palestina

Tauhid secara Sosial

Tauhid dan Implikasinya bagi Kemanusiaan

Dengan komposisi huruf yang sama, kata ummu juga berkembang menjadi kata ummat dan imām. Dalam Al-Qur’an, kata ummat sendiri bermakna identitas keagamaan suatu kelompok. Oleh karenanya, sekelompok orang yang beragama Islam lazim disebut umat Islam. Sementara pimpinan dari kelompok tersebut disebut imām.

Lebih jauh, kata umm mewakili makna induk, pokok atau inti dari sesuatu. Seperti istilah ummul qurā untuk Kota Mekkah karena sebagai pusat wilayah paling inti dari wilayah-wilayah lain di sekitarnya. Firman Allah dalam Surah Asy-Syuura ayat 7:

وَكَذٰلِكَ اَوْحَيْنَآ اِلَيْكَ قُرْاٰنًا عَرَبِيًّا لِّتُنْذِرَ اُمَّ الْقُرٰى وَمَنْ حَوْلَهَا

“Demikianlah Kami mewahyukan kepadamu Al-Qur’an yang berbahasa Arab agar engkau memberi peringatan kepada (penduduk) Ummul Qurā (Makkah) dan penduduk di sekelilingnya”

Demikian juga istilah ummul kitāb untuk Surah Al-Fatihah, karena sebagai inti dari kitab Al-Qur’an. Bisa juga sebagai istilah dari Al-Qur’an itu sendiri, karena sebagai pokok ajaran Allah pada kitab-kitab sebelumnya. Kadang juga bermakna Lauh Mahfudz, karena sebagai inti dari catatan kehidupan manusia selama di dunia.

Adapun dalam Bahasa Indonesia, kata ibu banyak muncul pada istilah lain yang bermakna lebih dari sekadar ibu sebagai ‘perempuan yang telah melahirkan’. Misalnya penyebutan ibu kota (KBBI: pusat pemerintahan), ibu pertiwi (KBBI: tanah air, tanah tumpah darah), ibu jari (KBBI: jari yang paling besar).

Begitu pula istilah ‘bahasa ibu’ yang bermakna ‘bahasa pertama yang manusia kuasai sejak lahir melalui interaksi dengan sesama angota masyarakat bahasa’.

Menerapkan Falsafah Keibuan

Jika kita runut, sekelumit analisis kebahasaan tersebut di atas menegaskan bahwa sejatinya istilah ibu menjadi penanda dari pionir utama dari beragam unsur lain. Lebih dari itu, nalar keibuan menjadi penting diamalkan untuk menghadapi berbagai persoalan kemanusiaan.

Berbicara soal naluri keibuan dan isu kemanusiaan, Saya jadi teringat dengan penggalan lirik lagu ‘Seperti Rahim Ibu’ karya Najwa Shihab bersama grup band Efek Rumah Kaca berikut.

“Seandainya negeriku, serupa rahim ibu

Merawat Kehidupan, menguatkan yang rapuh”

Sosok ibu menjadi representasi dari sifat keutamaan, kemampuan merawat dan mengayomi penuh damai dan cinta kasih, serta kuatnya ikatan batin. Di tengah ramainya kontestasi politik dewasa ini, Indonesia butuh pemimpin yang demikian.

Persatuan ibu pertiwi dengan segala potensi sumber daya alam dan manusia sudah semestinya kita rawat dan jaga berasaskan nalar keibuan. Dengan demikian, Hari Ibu cukup tepat menjadi bahan perenungan bersama atas hal ini. []

Tags: ayat al-Qur'anFalsafah KeibuanHari IbukemanusiaanPerayaan Hari Ibu
Moh. Jamalul Lail

Moh. Jamalul Lail

Penikmat dialog soal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir

Terkait Posts

Oligarki

Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

4 Juli 2025
Islam Harus

Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

3 Juli 2025
Laki-laki dan Perempuan dalam fikih

Hak dan Kewajiban Laki-laki dan Perempuan dalam Fikih: Siapa yang Diuntungkan?

3 Juli 2025
Perceraian untuk

Mengapa Perceraian Begitu Mudah untuk Suami?

2 Juli 2025
Perceraian dalam

Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan

1 Juli 2025
Fikih Perempuan

Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan

1 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Beda Keyakinan

    Meninjau Ulang Cara Pandang terhadap Orang yang Berbeda Keyakinan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI
  • Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi
  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan
  • Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?
  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID