Mubadalah.id – Pendidikan salah satu hak mendasar yang melekat pada manusia. Di Indonesia, dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 28C ayat (1) telah menegaskan hak pendidikan bagi rakyat. Penegasan hak dasar ini dalam rangka meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Untuk mencapai tujuan pendidikan itu, sayogianya –dalam hal ini pemerintah– wajib menyelenggarakan dan mengusahakan pendidikan yang bermutu. Termasuk di dalamnya melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pendidikan dengan suasana aman. Akan tetapi, kondisi dunia pendidikan di Indonesia sekarang ini sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja. Hal ini mengacu pada kasus kekerasan yang terjadi di sekolah pada 2023.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Yayasan Cahaya Guru, dalam rentang 1 Januari – 10 Desember 2023, terdapat 136 kasus kekerasan di lingkungan pendidikan. Dari data hasil pemantauan pemberitaan media massa tersertifikasi Dewan Pers ini, mendata ada 134 pelaku dan 339 korban.
Dari sejumlah korban tersebut, ada 19 orang yang meninggal dunia. Adapun jenis kasusnya beragam, akan tetapi kasus perundungan (bullying) dan kekerasan seksual menjadi dominan.
Faktor Penyebab Kekerasan
Dari berbagai kasus kekerasan di sekolah sepanjang tahun 2023, setidaknya ada tiga proses interaksi yang tidak harmonis Ketiga interaksi itu adalah proses interaksi antar siswa, interaksi siswa dengan orang tua, dan interaksi siswa dengan guru. Dari ketiga interaksi ini yang menyebabkan suasana proses pendidikan tidak mendukung. Suasana belajar menjadi tidak aman, nyaman dan menyenangkan.
Menurut Bernadette Cindy Leo, seorang psikolog anak mengatakan siswa memunculkan perilaku tertentu bisa karena berbagai faktor. Salah satunya adalah faktor belajar dari lingkungan, meniru, dan modelling. Siswa mempelajari dan menyerap apa yang mereka lihat. Mulai dari lingkungan dalam rumah, luar rumah dan sekolah. Bahkan lingkungan dunia maya, yakni apa yang siswa tonton, baik dari sosial media maupun televisi.
Mengapa demikian? Ini sudah menjadi fitrah seorang anak. Anak akan bertumbuh kembang sesuai lingkungannya. Dalam salah satu riwayat hadis, Nabi Muhammad pernah mengatakan:
حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ وَيُشَرِّكَانِهِ
Dari hadis tersebut jelas anak lahir dalam keadaan suci (fitrah), dan yang paling menentukan masa depan anak adalah orang tua. Dari penjelasan ini dapat diperluas, lingkungan sekitar kehidupan orang tua dan sekolah pilihan orang tua juga akan menentukan karakter anak.
Oleh karena itu, untuk mencegah kasus kekerasan di sekolah dapat dimulai dari membangun interaksi yang harmonis mulai dari lingkungan keluarga, sekolah dan sekitar.
Langkah Mengatasi Kasus Kekerasan di Sekolah
Dalam rangka mengembalikan rasa aman di sekolah, dapat dilakukan langkah-langkah yang perlu diambil oleh orang tua, guru dan semua pihak yang terlibat dalam proses mendidik siswa.
Pertama, pemeliharaan kondisi damai dalam lingkungan sekolah. Untuk mewujudkan pemeliharaan lingkungan sekolah yang damai dan aman yang paling berperan adalah pihak pengelola sekolah dan pendidik. Langkah ini semisal menghilangkan kebijakan yang diskriminatif dan membangun sikap pendidik yang harmonis dalam melakukan interaksi dengan murid.
Kedua, menanamkan nilai-nilai perdamaian, kemanusiaan dan empati dalam pergaulan, serta memberikan pengajaran yang tepat kepada siswa perihal nilai-nilai positif seperti sikap toleransi, kerja sama, keberagaman, empati, dan solidaritas. Penanaman nilai-nilai ini tidak hanya pendidik semata yang melakukan, namun juga orang tua harus ikut serta menanamkan nilai-nilai ini sejak dini.
Ketiga, melibatkan orang tua dalam proses pembelajaran di sekolah. Interaksi yang intens antara orang tua dengan pihak sekolah akan membantu untuk mengetahui perkembangan, kondisi dan keadaan anak. Dari bertukar informasi tentang perilaku murid di rumah dan di kampus dan dapat bekerja sama dengan orang tua untuk mencegah perilaku kekerasan.
Keempat, melakukan pendekatan individu dan kelompok dengan siswa yang memiliki potensi melakukan kekerasan. Langkah ini sebagai mekanisme deteksi dini dengan melihat perubahan perilaku siswa dan mewaspadai perilaku yang tidak wajar.
Peran Pemerintah Mewujudkan Rasa Aman di Sekolah
Langkah-langkah tersebut belum lengkap apabila pemerintah diam saja tidak ikut serta mewujudkan rasa aman di sekolah dari kekerasan. Sebab pendidikan merupakan hak yang mendasar bagi rakyat Indonesia.
Maka pemerintah harus memastikan penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kewajiban pemerintah ini telah jelas ada dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada Pasal 11 ayat (1).
“Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.”
Oleh karena itu, kebijakan pemerintah tentang pendidikan, baik pemerintah pusat maupun daerah harus memperhatikan permasalahan kekerasan di sekolah ini. Karena rasa aman dan nyaman di lingkungan sekolah menjadi hal yang fundamental dalam mewujudkan pendidikan yang bermutu dan maslahah bagi siswa.
Kemaslahatan Sebagai Dasar Pengambilan Kebijakan
Ada kaidah fiqih yang menegaskan tentang kebijakan pemerintah harus berdasarkan kemaslahatan.
تصرف الامام على الرعية منوط بالمصلحة
Kaidah ini memberikan peringatan bahwa kebijakan apa pun yang pemerintah lakukan harus berdasar pada kemaslahatan masyarakat. Respon pemerintah melalui kebijakan sangat perlu dilakukan agar dapat menyelesaikan persoalan kekerasan di dunia pendidikan.
Besar harapan, selain mengandung kemaslahatan, kebijakan pemerintah tentang penanganan kasus kekerasan di sekolah ini tidak hanya sebatas mengeluarkan kertas.
Artinya jangan sampai kebijakan hanya bagus dalam selembar kertas, akan tetapi dalam tataran implementasi tidak ada pengawasan dan kepedulian dari pemerintah untuk melaksanakan kebijakan penanganan kasus kekerasan di sekolah dengan serius. Sebab menjadi mustahil terwujud pendidikan bermutu apabila rasa aman di sekolah tidak ada lagi. []