Mubadalah.id – Kemarin, Sabtu 27 Juli 2019 kami beberapa rombongan dari Kloter 58 melakukan perjalanan ziarah ke beberapa lokasi bersejarah. Antara lain pertama ke Jabal Tsur, tempat Nabi bersembunyi dari kejaran Kafir Quraisy sebelum hijrah ke Madinah. Kedua, ke Jabal Rahmah tempat bertemunya Nabi Adam AS dan Sayyidah Hawa AS setelah terpisah ribuan tahun, dan terakhir ke lokasi pelaksanaan ibadah haji di Arafah, Muzdalifah dan Mina, di mana bus kami hanya melintasi saja sekedar mengetahui lokasi tersebut.
Dalam penjelasan yang disampaikan H. Sholeh, pemandu ziarah kami bahwa ketika sedang berada di Jabal Rahmah tuliskan nama orang-orang yang ingin kita kehendaki bersama di negeri akhirat. Tulis dengan simbol telunjuk tangan ke tugu Jabal Rahmah, sambil merapalkan doa. Isak tangis terdengar dari sejumlah peziarah, yang berdatangan dari seluruh dunia. Mengenang mereka yang sudah lebih dulu berpulang. Mengingati orang-orang kesayangan.
Saya dan suami berbagi tugas, dia menulis keluarga Segeran, saya menulis keluarga Kertasemaya. Tangis tak kuasa kami tahan ketika menuliskan nama orang tua, mama dan mimi, Abah dan Emak. Betapa rindu ini tak kuasa dibahasakan. Menuliskan nama anak-anak, mbakku dan enam saudara. Begitu selesai, kami menghadap ke arah Ka’bah dan berdoa apapun yang dikehendaki. Saya rapalkan doa titipan saudara, sahabat, dan tetangga. Saya panggil nama mereka agar kelak mampu berziarah ke Mekkah dan Madinah. Saya rapalkan doa bagi sahabat yang belum menemukan jodoh. Atau belum mendapatkan keturunan. Insya Allah tempat mustajab, akan mengabulkan semua doa-doa yang dilangitkan.
Ziarah adalah salah satu praktik sebagian besar umat beragama yang memiliki makna moral yang penting. Kadang-kadang ziarah dilakukan ke suatu tempat yang suci dan penting bagi keyakinan dan iman yang bersangkutan. Tujuannya adalah untuk mengingat kembali, meneguhkan iman atau menyucikan diri. Orang yang melakukan perjalanan ini disebut peziarah.
Ziarah adalah perjalanan sunyi kehidupan, tentang diri, kehidupan dan Sang Pemilik Hidup, di mana segala hal kita sandarkan. Tentang makna kepasrahan, keikhlasan dan refleksi atas sejarah yang pernah dialami para pendahulu kita. Agar menjadi pembelajaran, pengalaman serta kita dapat mengambil hikmahnya. Kini saya sedang menempuh jalan sunyi itu, peziarah yang menelusuri makna sejarah ritual haji, di pusat peradaban Islam di dunia. Bertemu dengan umat muslim dari seluruh penjuru negeri. Pada akhirnya kita hanyalah peziarah, yang sekedar berkunjung ke dunia, untuk kelak nanti kembali pulang menuju keabadian.