• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Menerima Kesenangan dan Kesedihan Sebagai Perjalanan Tak Terpisahkan

Manusia sering lupa, bahwa sama halnya tidak ada kesenangan yang abadi, maka tidak ada juga penderitaan yang abadi

Nadhira Yahya Nadhira Yahya
25/02/2024
in Personal, Rekomendasi
0
Kesenangan dan Kesedihan

Kesenangan dan Kesedihan

727
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

“Hidup kadang di atas, kadang di bawah.”

Mubadalah.id – Seperti koin yang punya dua sisi, hidup pun demikian. Adakalanya kita akan menemukan kesenangan, dan adakalanya kita bertemu dengan kesedihan atau kesulitan. Semua manusia mengalaminya, tanpa terkecuali. Hanya saja, mungkin bentuk dari kesenangan dan kesulitan masing-masing individu tentu berbeda, dilihat dari berbagai aspek kehidupan dan pribadi setiap orang.

Manusia sering lupa, bahwa sama halnya tidak ada kesenangan yang abadi, maka tidak ada juga penderitaan yang abadi. Sama seperti kita menerima kesenangan dengan tangan terbuka, maka seharusnya begitu juga ketika kita menerima kesedihan. Jika kita bisa menyambut kesenangan, mengapa kita tidak bisa menghargai kesulitan yang ada di hadapan kita? Saya jadi teringat kata-kata bijak  yang dikatakan oleh Pramoedya Ananta Toer:

“Kehidupan ini seimbang, Tuan. Barangsiapa hanya memandang pada keceriannya saja, dia orang gila. Barangsiapa memandang pada penderitaannya saja, dia sakit.”

-Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations-

Ada orang-orang yang terlihat hidupnya selalu dalam kesenangan. Apalagi di zaman sekarang ini, di mana kita bisa berbagi setiap aktivitas kita melalui social media, dan orang-orang pun bisa menyimpulkan bahwa kehidupan kita selalu baik-baik saja.

Baca Juga:

Mengapa Waktu Berlalu Cepat dan Bagaimana Mengendalikannya?

Isu Perceraian Veve Zulfikar: Seberapa Besar Dampak Memiliki Pasangan NPD?

Stop Membandingkan, Mulai Menjalani: Life After Graduate

Jalan Menuju Pulih, Proses Berdamai dengan Gangguan Mental

Saya pun pernah mengalami keadaan di mana saya terganggu saat melihat kehidupan orang lain melalui sosial media. Kenapa? Karena saya berpikir kehidupan saya tidak seperti mereka, yang saya pikir selalu senang dan bahagia.

Hidup tidak Selamanya tentang Kesenangan

Saya lupa, bahwa apapun yang dibagikan dan segala yang ada di internet itu tidak sepenuhnya nyata. Bahwa hidup ini tidak selamanya tentang kesenangan saja. Kita juga seringkali kaget dan heboh saat mendengar berita dari seorang artis yang melakukan sesuatu tidak seperti biasanya. Misalkan seorang artis yang kita kenal selalu ramah, dan ceria, lalu pada saat tertentu, mengalami kejadian yang sebaliknya.

Saya pun begitu. Ada orang-orang yang ketika melihat saya, mereka berkata: “kalem banget ya, dia mah ga mungkin bisa marah”, tapi justru sebagian yang lain berpikir sebaliknya, “dia itu kenapa kok judes sekali ya?”, dll. Kadang jadi lucu membayangkan bagaimana orang bisa menilai kita hanya dari penglihatannya saja.

Bahkan di saat mereka baru melihat kita. Dan kita pun mungkin pernah melakukannya pada orang lain juga. Kita lupa memahami bahwa hidup seseorang kadang senang, tapi ya tidak selamanya kan bisa senang terus?

Kita sering mendengar bahwa kesenangan dan kesulitan itu adalah satu paket dalam hidup. Artinya, semua manusia yang hidup, mengalami kesenangan dan juga kesulitan. Tidak ada manusia yang hanya mengalami kesenangan saja.

Kira-kira mungkin seperti ini perdebatan yang terjadi jika semua orang mau adu nasib:

“Ah, dia orang kaya, tidak mungkin pernah sengsara” Kata mereka yang berjuang dalam kemiskinan. Lalu dibalas lagi oleh si kaya, “Kau beruntung, bisa merasakan hangatnya keluarga setiap hari”.

Ada orang yang belum menikah berkata kepada yang sudah menikah,

“Aku ingin sepertimu, punya pendamping hidup”.

Lalu yang sudah menikah pun berkata kepada yang belum menikah, “Kau enak sekali, bisa bebas hidup seperti yang kau inginkan”.

Membandingkan Diri dengan yang Lain

Singkatnya, manusia selalu membandingkan dirinya dengan yang lain. Sedangkan kita tahu bahwa kesenangan bukan hanya soal materi, bukan juga soal apa yang kita dapatkan. Kita juga tidak akan pernah mengetahui betul tentang keadaan orang lain, bukan? Apakah ia benar-benar bahagia atau tidak.

Menurut Stoisisme, salah satu ajaran filsafat dari kaum Stoa, tidak ada peristiwa dalam hidup ini yang bisa dikatakan baik atau buruk. Semua tergantung interpretasi atau pikiran kita yang menjadikannya sebagai peristiwa yang baik atau sebaliknya.

“There is nothing either good or bad, but thinking makes it so”

(Tidak ada hal yang baik, atau buruk. Pikiran kitalah yang menjadikannya baik atau buruk).

Di sisi lain, dengan adanya kesulitan dalam hidup, kita juga bisa membuat diri kita menjadi lebih kuat, dan kadang hal itu membuat kita menemukan diri kita yang baru.

Contohnya seperti saat kita main game, dan ingin naik level. Atau saat ujian sekolah, dengan itulah kita bisa naik kelas. Sebab itu kita diuji di dunia ini. Agar kita bisa terus membangun diri kita menuju yang lebih baik lagi.

Seneca, atau bernama lengkap Lucius Annaeus Seneca, salah seorang filsuf Stoik, mengatakan:

“Kamu sungguh sial jika kamu tidak pernah tertimpa musibah. Karena artinya kamu menjalani hidup tanpa pernah menghadapi ‘lawan’. Tidak ada yang tahu kemampuanmu sesungguhnya – bahkan dirimu sendiri tidak.”

Tidak Ada Kesenangan Tanpa Kesedihan

Yaa walaupun memang realitanya tidak akan semudah yang kita ucapkan, tapi satu hal yang pasti: Tidak ada kesenangan tanpa kesedihan. Begitu juga, tidak akan ada kesedihan tanpa kesenangan. Semua keadaan kita, senang atau sedih, semua pasti akan berlalu juga. Sekali lagi, senang dan sedih adalah satu paket.

Berdasarkan pengalaman diri sendiri dan kebanyakan orang, yang seringkali menjadi masalah adalah: Jika kita terus membandingkan diri dan keadaan kita dengan yang lain. Dari sanalah kesengsaraan kita akan bertambah, dan hidup kita terasa lebih berat.

Sepertinya lebih baik untuk mulai ambil langkah legowo dengan jalani saja hidup, syukuri keadaan kita saat ini. Saat kita bisa menerima kesenangan dan kebahagiaan, kita pun juga harus belajar untuk bisa menerima kesedihan dan kesulitan.

Sebab, hidup ini adalah perjalanan penuh warna yang memperkaya jiwa kita dengan pengalaman beragam. Jadi, mengapa tidak mulai melangkah dengan lapang dada, bersyukur untuk setiap momen, dan menerima setiap nuansa kehidupan? Mungkin, di dalam penerimaan itulah kita menemukan keseimbangan sejati, menghargai setiap detik tak peduli senang atau sedih. []

Tags: emosikesedihanKesehatan MentalKesenangan
Nadhira Yahya

Nadhira Yahya

Terkait Posts

Bangga Punya Ulama Perempuan

Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

20 Mei 2025
Aeshnina Azzahra Aqila

Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

20 Mei 2025
Nyai Nur Channah

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

19 Mei 2025
Inspirational Porn

Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

19 Mei 2025
Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Kehamilan Tak Diinginkan

Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

18 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman
  • Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!
  • KB dalam Pandangan Islam
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version