• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Memahami Kembali Islam dan Poligami

Nabi ingin menunjukkan pada masyarakat Arab yang baru berubah ketika itu, bahwa kehidupan monogami jauh lebih indah dari perkawinan poligami

Salman Akif Faylasuf Salman Akif Faylasuf
22/06/2024
in Personal
0
Islam dan Poligami

Islam dan Poligami

755
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Berbicara tentang poligami banyak orang yang salah paham karena sebagian orang menganggap poligami sebagai ajaran Islam. Bahkan, ada sampai menganggap itu kewajiban di dalam Islam. Tentu saja hal ini sangat keliru, sehingga penting bagi kita untuk memahami kembali Islam dan poligami.

Mengapa? Karena poligami itu terjadi di berbagai bangsa dan sudah dilakukan oleh orang-orang Cina kuno, India kuno, Mesir kuno bahkan sudah terjadi dan dipraktikkan secara luas jauh sebelum Islam lahir di Arab Saudi abad ke-7.

Jadi, ini adalah sebuah fenomena universal yang banyak bangsa lakukan pada masa sebelum manusia mengenal kesadaran hak asasi manusia. Sangat menarik, bahwa dalam masyarakat muslim sendiri banyak orang menganggap poligami itu karena nabi melakukannya sendiri. Demikian seperti itu. Pendek kata alasannya ikut sunah nabi.

Padahal dalam realitas sejarah terungkap bahwa, nabi baru berpoligami setelah istri pertama yang hidup bersamanya yaitu Siti Khadijah binti Khuwailid selama 28 tahun. Sementara nabi sendiri hidup dalam masyarakat yang poligam. Jadi masyarakat Arab jahiliah adalah masyarakat yang poligami, bahkan poligaminya tidak terbatas sedikit pun.

Salah seorang kepala suku bernama Ghailan Al-Dimasyqi mempunyai istri lebih dari 200 orang. Suatu waktu ketika mau masuk Islam nabi bertanya kepadanya, “berapa engkau punya istri?” Ia menjawab “lebih dari 200.” Tentu saja kebiasaan ini adalah kebiasaan yang lumrah dalam masyarakat Arab jahiliah. Artinya, nabi hidup di dalam masyarakat jahiliah yang tradisinya poligami.

Baca Juga:

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

Menggugat Poligami, Menegakkan Monogami

Ketika Sejarah Membuktikan Kepemimpinan Perempuan

Merebut Tafsir: Membaca Kartini dalam Konteks Politik Etis

Nabi memilih monogami

Akan tetapi, kenapa nabi memilih mempraktikkan perkawinan yang monogami selama 28 tahun bersama sang istri pertama. Dalam hal ini, bukan tidak ada orang atau sahabat yang menyarankan nabi untuk menikah lagi supaya sama dengan kebiasaan jahiliah pada waktu itu.

Kendati mau menikah lagi, justru nabi mengatakan “saya tidak bisa menduakan Khadijah karena ia terlalu mulia untuk saya sakiti.” Artinya, nabi tahu bahwa poligami menyakiti perasaan perempuan. Jadi nabi selalu menolak anjuran dan dorongan dari sahabat-sahabatnya.

Padahal, andaikan nabi punya keinginan untuk menikah lagi sangat bisa, sebab dia seorang yang tampan dan berbudi luhur (memiliki akhlak yang mulia) serta disenangi oleh banyak orang, termasuk juga oleh para perempuan-perempuan. Tetapi nabi tidak bergeming sedikit pun.

Secara tidak langsung, nabi ingin menunjukkan kepada masyarakat Arab yang baru berubah ketika itu, bahwa kehidupan monogami jauh lebih indah dari perkawinan poligami yang dilakukan oleh masyarakat jahiliah.

Perlindungan terhadap Anak Yatim

Alasan lain yang selalu menjadi pemicu untuk selalu poligami adalah karena ada ayat al-Qur’an yang menganjurkannya. Di dalam al-Qur’an Surat Ar-Rum ayat 21 dinyatakan:

وَمِنْ اٰيٰتِهٖۤ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْۤا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ

Artinya: “Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Rum [30]: 21).

Di ayat yang lain Allah Swt. juga berfirman:

وَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تُقْسِطُوْا فِى الْيَتٰمٰى فَانْكِحُوْا مَا طَابَ لَـكُمْ مِّنَ النِّسَآءِ مَثْنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَ ۚ فَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تَعْدِلُوْا فَوَاحِدَةً اَوْ مَا مَلَـكَتْ اَيْمَا نُكُمْ ۗ ذٰلِكَ اَدْنٰۤى اَلَّا تَعُوْلُوْا

Artinya: “Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim.” (QS. An-Nisa’ [4]: 3).

Namun harus kita ingat, bahwa ayat-ayat ini kita baca dalam konteks yang lebih komprehensif, yaitu untuk perlindungan terhadap anak-anak yatim. Bahwa kita harus berlaku-berbuat adil dan jujur kepada mereka. Jadi pesan moralnya bukan poligami, tetapi bagaimana memberikan proteksi dan perlindungan terhadap anak-anak yatim.

Oleh karena itu, kalaupun melakukan poligami, maka harus dalam satu tarikan nafas dengan perlindungan terhadap anak-anak yatim. Namun sialnya, yang terjadi di masyarakat kita adalah anak-anak yatim terlantar di mana-mana sementara poligami semakin merajalela. Ini sama sekali tidak memenuhi dan merespon akan persoalan-persoalan inti yang dikemukakan oleh Islam.

Anak adalah Korban

Dalam banyak realitas sosial, seringkali poligami itu selalu menimbulkan banyak problem. Sebut saja misalnya penelantaran anak. Seringkali kita melihat bahwa anak-anak korban poligami banyak sekali. Karena itu, bagaimana mencegah poligami dengan alasan tidak lagi terjadi penelantaran terhadap anak. Sebab, penelantaran anak akibat poligami adalah realitas yang tidak bisa terhindar di masyarakat kita.

Setiap kali terjadi perkawinan poligami tentu yang menjadi korban adalah anak-anak. Tak sedikit anak yang merasa kecewa dan bahkan putua asa mau bunuh diri serta merasa malu dalam kehidupan sosialnya. Bagaimana tidak! Ia selalu diejek oleh teman sebayanya dengan misuh “ayah kamu tukang kawin”, dan berakhir putus sekolah.

Dengan demikian, untuk semua pelaku poligami (laki-laki dan perempuan), pertimbangkanlah perasaan anak-anak. Tak terkecuali perasaan orang tua juga bisa malu jika Anda (sang anak) melakukan poligami. Seyogyanya kita selalu mempertimbangkan akan perasaan-perasaan orang disekitar akibat korban kita karena ketidakmampuan menjaga syahwat.

Memicu Konflik Keluarga

Selain dari penelantaran anak, termasuk dampak buruk dari poligami adalah terjadinya percekcokan dan pertikaian antar keluarga. Jadi, dari keluarga istri yang satu dengan keluarga istri yang kedua biasanya selalu tidak pernah dalam kerukunan (akur). Sang istri sudah pasti akan merasakan depresi dan putus asa. Kalaupun antara istri pertama dan kedua selalu akur-nyaman, namun ini tidak boleh menjadi alasan untuk poligami.

Yang jelas, bagaimana cara mengakhiri poligami maka tidak ada jalan lain kecuali dengan cara mengajarkan manajemen syahwat. Bagaimana para suami dan istri juga bisa membangun upaya agar tidak lagi memperturutkan syahwat (hawa nafsu), serta tidak lagi menuruti keinginannya yang semu.

Dari sini sudah jelas, untuk membangun keluarga yang sakinah mawaddah warahmah dalam masyarakat kita adalah, dengan cara menghentikan dan membatasi perkawinan poligami melalui undang-undang yang ketat. Seperti di beberapa negara Islam Turki, Maroko, Tunisia dan lainnya undang-undang keluarga mereka sudah sangat ketat melarang poligami.

Bahkan, di negara seperti Tunisia sudah menganggap bahwa poligami dianggap sebagai sebuah crime kejahatan terhadap kemanusiaan. Karena itu, mari bersama-sama mengakhiri poligami sehingga kehidupan kita bisa damai dan sentosa dimulai dari dalam kehidupan keluarga.

Catatan pinggir

Dalam satu kesempatan, Kiai Maemon Zubair pernah menyampaikan, bahwa kalau ada orang yang mengaku sama dengan Nabi Muhammad, itu artinya dia adalah sebodoh-bodohnya orang. Misalnya, masalah pernikahan. Nabi tidak menikah dengan tujuan kesenangan (nafsu), melainkan karena perintahnya Allah ta’allah. Sampai-sampai ada perintah yang sifatnya memaksa, yaitu menikah dengan sayyidah Zainab. Maka, jelaslah kalau ada kiyai zaman sekarang menikah sesuai atau sama dengan Nabi, maka dia goblok.

Tak hanya itu, misalnya tentang kemuliaan dan keutamaan Siti Khadijah. Dilukiskan bagaimana nabi belum mendapatkan wahyu turun dari gua hira sedang ketakutan (gelisah), tiba-tiba pulang ke rumah melihat Siti Khadijah kegelisahannya hilang seketika. Jelasnya, istri-istri nabi ketika menikah dengan nabi sudah dipersiapkan oleh Allah Swt. Untuk kemudian menjadi teladan bagi semua perempuan dunia.

Yang jelas alasan nabi poligami bukan karena faktor nafsu, melainkan karena perintah (wahyu). Berbeda dengan orang-orang zaman sekarang ketika poligami, mereka justeru karena faktor dan urusan untuk menyalurkan hasrat seksual. Sama sekali tidak karena Allah Swt. Wallahu a’lam bisshawab. []

 

Tags: BudayaIslam dan PoligamiMonogamipatriarkipernikahanpoligamisejarahTradisi
Salman Akif Faylasuf

Salman Akif Faylasuf

Salman Akif Faylasuf. Alumni PP Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo. Sekarang Nyantri di PP Nurul Jadid Paiton Probolinggo.

Terkait Posts

Inspirational Porn

Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

19 Mei 2025
Kehamilan Tak Diinginkan

Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

18 Mei 2025
Noble Silence

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

17 Mei 2025
Suami Pengangguran

Suami Pengangguran, Istri dan 11 Anak Jadi Korban

16 Mei 2025
Keadilan Semu

Membuka Tabir Keadilan Semu: Seruan Islam untuk Menegakkan Keadilan

15 Mei 2025
Memahami Disabilitas

Memahami Disabilitas: Lebih Dari Sekadar Tubuh

14 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version