Sudah saatnya orang tua belajar untuk menjalin hubungan yang sehat, chill dan egaliter dengan anak-anaknya. Terutama anak remaja yang tumbuh di era digital.
Mubadalah.id – Jika kita lihat definisi keluarga di berbagai website, hampir semuanya menyebutkan bahwa keluarga merupakan rumah tempat berlindung bagi seluruh anggotanya. Bahkan yang lebih sempurna lagi, keluarga harus menjadi tempat yang nyaman, aman dan penuh kasih sayang.
Namun sayangnya tidak smeua keluarga berfungsi seperti seharusnya. Ada beberapa kategori keluarga yang berjalan kaku, dan tidak membuat sebagian angggota keluarganya nyaman. Entah karena pola pengasuhan yang terlalu keras atau karena faktor lain.
Inilah yang juga aku rasakan. Sebagai anak remaja, aku seringkali kesulitan untuk menjadikan keluarga sebagai tempat pulang paling nyaman. Sebab, bonding aku dan ayah-ibuku tidak terlalu dekat. Seperti ada sekat yang tebal antara kehidupanku sebagai remaja, dengan ornag tua.
Hal ini terjadi karena aku dan orang tuaku jarang sekali berkomunikasi atau sekedar bercanda. Kami sibuk dengan dunia masing-masing. Kami jarang menyapa satu sama lain, apalagi saling update soal perasaan. Ah rasanya itu sulit untuk terjadi di kehidupan keluargaku.
Sebetulnya, aku tidak sedang menyalahkan siapa-siapa. Barangkali memang yang paling penting bagi orang tuaku adalah memastikan anak-anaknya bisa makan dan pergi ke sekolah.
Jadi, berkomunikasi atau membangun ruang untuk saling update perasaan masing-masing anggota keluarga tidak terlalu penting, bahkan mungkin dianggap sebagai sesuatu yang aneh.
Namun, meski begitu, sebagai anak remaja aku jadi sadar bahwa tidak semua anak merasa cukup hanya dengan pemenuhan materi saja. Ada kebutuhan lain yang pada masa ini menjadi sangat penting untuk dipenuhi, yaitu ruang berkomunikasi dengan orang tua.
Aku rasa hal ini penting untuk selalu ada di setiap keluarga. Supaya anak-anak remaja sepertiku tidak melampiaskan perasaan-perasaan sakit, capek, lelah dan yang lainnya ke media sosial atau ke orang yang tidak tepat. Sebab, bisa jadi ini justru menjadi salah satu gerbang, anak terjebak dalam relasi-relasi yang tidak sehat.
Lima Tips
Oleh karena itu, sudah saatnya orang tua belajar untuk menjalin hubungan yang sehat, chill dan egaliter dengan anak-anaknya. Terutama anak remaja yang tumbuh di era digital. Mungkin bisa dimulai dengan lima tips yang ditulis di website Pijarpsikologi.org ini.
Pertama, orang tua harus sering mengajak anak mengobrol santai maupun diskusi. Sesibuk apapun orang tua, sebaiknya selalu menyempatkan waktu untuk berbagi, berbincang dan diskusi dengan anak tentang berbagai macam hal.
Topik-topik tersebut bisa tentang kegiatan ekstrakurikulernya, perkembangan akademiknya, film yang sudah ditonton bersama kawan sebayanya, bahkan bisa jadi topik-topik serius seperti korupsi di Indonesia dan sebagainya. Interaksi dan komunikasi yang intens membuat hubungan orang tua dan anak lebih kuat dan harmonis.
Kedua, beri contoh nyata tentang bagaimana Anda bersikap kepada orang tua Anda. Dalam aktivitas pengasuhan, contoh ataupun teladan adalah kunci utama penanaman perilaku positif pada anak.
Bila ayah dan bunda juga memperlakukan orang tua dengan sangat baik, maka anak akan mendapatkan teladan nyata dalam berperilaku. Bagaimanapun juga, sifat anak adalah cerminan dari sifat kedua orang tuanya.
Ketiga, nasihati anak dengan cara yang halus namun tegas. Berbicara kasar membuat anak remaja tergores harga dirinya. Apabila ayah dan bunda memiliki tujuan untuk menasehati mereka. Lakukan dengan cara halus, anggun namun tetap tegas. Hal tersebut membuat anak remaja mau menerima nasehat dengan baik.
Keempat, mengawasi tetapi tidak mengekang. Pada usia remaja, anak-anak ingin diakui eksistensinya dan kemandiriannya sehingga sikap mengekang pergaulan mereka justru akan mengakibatkan perlawanan dari mereka.
Sebagai orang tua, ayah dan bunda tetap bisa melakukan pengawasan-pengawasan terhadap aktivitas anak remaja dengan teman sebayanya baik melalui komunikasi langsung, maupun dengan komunikasi tidak langsung. Seperti menanyakan update aktivitasnya pada orang-orang yang dekat dengan anak tersebut.
Menghargai Anak
Kelima, menghargai keberadaan teman sebaya anak. Mendukung kegiatan bergaul anak dengan teman sebayanya adalah hal yang cukup penting. Dengan catatan, temannya membawa dampak positif bagi anak. Akan lebih baik lagi, apabila ayah dan bunda turut masuk bergaul sesekali dalam lingkungan teman sebayanya tersebut.
Hal itu bisa dilakukan dengan misalnya berbincang tentang dunia remaja saat mereka main ke rumah atau dengan memasakkan makanan-makanan kesukaan mereka.
Semoga lima tips di atas bisa menjadi inspirasi bagi ayah dan bunda ya. Jangan lagi ada anak remaja yang enggan pulang ke rumah, karena menganggap orang tuanya tidak peduli dengan kehidupannya.
Jangan juga ada anak remaja yang memilih menjalin hubungan romantis dengan seseorang yang justru membuatnya semakin tidak percaya diri, hingga rela menjadi korban kekerasan. []