“Ya Nabi salam ‘alaika…ya Rasul salam ‘alaika…”
Mubadalah.id – Pada bulan Maulid ini, kita mendengarkan lantunan selawat di setiap ruang-ruang majelis. Bulan yang memberikan kesempatan untuk mewujudkan rasa cinta sekaligus takzim atas kehadiran bulan lahirnya Nabi Muhammad Saw.
Masyarakat Muslim tidak hanya merasa gembira, tetapi juga terus berselawat mensyukuri teladan hidup dan tuntunan yang dibawa Kanjeng Nabi kepada umat manusia.
Biasanya dalam acara takzim Maulid Nabi, orang-orang akan meramaikan majelis, melantunkan selawat, dan diakhiri makan bersama. Kegiatan tersebut juga memberikan manfaat agar kerukunan antar warga semakin erat dalam kebaikan.
Ahmad Tsauri dalam bukunya Sejarah Maulid Nabi (2015), menjelaskan bahwa takzim maulid Nabi sudah dilakukan oleh masyarakat muslim Arab sejak abad kedua Hijriah. Tetapi, ada juga yang mengatakan takzim maulid Nabi mulai pada masa Dinasti Fathimiyyah (abad ke-4).
Terlepas dari itu semua, zaman sekarang harus tetap melanjutkan tradisi takzim Maulid Nabi sebagaimana kita berposisi sebagai umat Islam yang membutuhkan pertolongan.
Barangkali masih asing di telinga kita, takzim Maulid yang terus berjalan sampai sekarang, berawal dari kiprah seorang perempuan yang sangat mengagumi sosok Kanjeng Nabi. Ialah perempuan bernama Khaizuran.
Mengenal Sosok Khaizuran
Ibu adalah rahim peradaban yang melahirkan generasi untuk meneladani sosok Nabi Muhammad Saw. Keberadaan ibu menjadi wasilah bagi umat manusia untuk melihat kebesaran Allah dalam menciptakan kehidupan.
Sebagaimana ibu juga turut mencetak generasi yang siap menjadi pemimpin di muka bumi. Peran seperti itulah yang tergambar dari kisah hidup Jurasyiyah binti ‘Atha atau akrab dipanggil Khaizuran.
Khaizuran merupakan seorang budak dari Yaman pada masa khalifah al-Mahdi, Bani Abbasiyah. Sebagaimana hidup seorang budak kerajaan, ia pun mengenal baik khalifah beserta keluarganya. Tak hanya itu, ia juga paham betul mengenai sistem politik pada masa pemerintahan Abbasiyah.
Meskipun hanya seorang budak, Khaizuran menggunakan kesempatan sebaik-baiknya untuk menuntut ilmu dan membaca buku di perpustakaan pribadi milik Al-Mahdi.
Ia juga mendatangi majelis-majelis ilmu di Baghdad untuk menambah dan mematangkan ilmu pengetahuan yang dipelajarinya. Di sela-sela waktu kesehariannya, ia rajin membaca dan menghafalkan Al Quran.
Sebab kecerdasan dan semangatnya dalam menuntut ilmu, Khalifah al-Mahdi tertarik pada Khaizuran dan menjadikannya sebagai penasihat. Kedekatan al-Mahdi dan Khaizuran ternyata menimbulkan kecemburuan pada istri al-Mahdi.
Pernikahan al-Mahdi dan Khaizuran
Dari sinilah, akhirnya al-Mahdi memilih untuk menikahi Khaizuran. Pernikahan al-Mahdi dan Khaizuran dikaruniai dua putra, yaitu Musa dan Harun. Keduanya kelak akan menjadi seorang khalifah penerus al-Mahdi. Khaizuran dan al-Mahdi juga dikaruniai seorang putri, akan tetapi meninggal saat masih kecil.
Sebagai perempuan yang haus akan ilmu, Khaizuran selalu mendampingi kedua putranya dalam menuntut ilmu. Khaizuran menemani mereka melakukan perjalanan jauh ke Madinah dan rela meninggalkan keluarga untuk mendampingi putranya belajar.
Khaizuran terkenal sebagai orang yang sangat ambisius. Ia mendidik putra-putranya dengan sungguh-sungguh agar nantinya layak memangku jabatan khalifah.
Selain sikapnya yang kuat dan tegak, ia juga terkenal sebagai perempuan berhati baik. Konon, ketika ada sosok lain yang dipandang lebih mampu menjadi seorang khalifah daripada putranya, Khaizuran memilih bersabar dan menyerahkan urusan kepada Allah.
Dengan kemauan keras serta telatennya dalam mendampingi, ia berhasil mendidik putra-putranya sehingga kedua putranya mampu menjadi seorang khalifah.
Pergi ke Makkah Madinah untuk Berkhidmah
Khaizuran adalah sosok perempuan berpengaruh selama pemerintahan Dinasti Abbasiyah, yaitu pada masa Khalifah al-Mahdi bin Mansur al-Abbas (suami), Khalifah al-Hadi dan Khalifah al-Rasyid (putra).
Karena kiprah dan pengaruh besarnya saat itu, Khaizuran mampu menggerakkan masyarakat Muslim di Arab. Hal ini ia lakukan agar teladan pengetahuan dan kepemimpinan mulia Nabi Muhammad Saw bisa terus menginspirasi masyarakat Arab.
Pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah, pembaruan pemikiran banyak terjadi di semua sektor kehidupan. Dari perkembangan ilmu-ilmu umum, arsitektur, hingga situs-situs sejarah.
Semasa hidupnya, Khaizuran mempunyai perhatian besar terhadap sosok Nabi Muhammad Saw beserta situs-situs sejarah peninggalan Nabi. Ia kemudian menginisiasi adanya penghormatan terhadap kelahiran Kanjeng Nabi.
Merujuk pada kitab “Wafaul Wafa bi Akhbar Darul Mustafa” karya Nuruddin Ali bin Ahmad al Samhudi, menjelaskan bahwa Khaizuran (170 H/786 M) merupakan ibu dari Amirul Mukminin, yaitu Musa al-Hadi dan al-Rasyid.
Khaizuran pergi ke ke Madinah dan mengajak penduduk untuk mengadakan takzim Maulid Nabi di Masjid Nabawi.
Dari Madinah, Khaizuran juga menyambangi Makkah dan melakukan hal yang sama kepada penduduk untuk takzim menyambut kelahiran Nabi Muhammad di rumah masing-masing penduduk.
Khidmah Khaizuran menjadi teladan bagaimana kita seharusnya semangat dan berbahagia merasakan pertemuan dengan bulan kelahiran Nabi Muhammad Saw.
Semoga kita mendapatkan syafaat Kanjeng Nabi dan memperoleh pertolongan di akhirat kelak. Aamiin. []