• Login
  • Register
Jumat, 4 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

7 Oktober: Merayakan Genosida Sedunia

Ingatlah, Tuhan itu ada, Palestina masih ada. Dan sejarah tidak pernah mencatat kejahatan menjadi pemenangnya

Kholifah Rahmawati Kholifah Rahmawati
11/10/2024
in Publik
0
Genosida

Genosida

651
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Hari demi hari, bulan pun berganti, hingga tepat satu tahun sudah sejak tragedi kemanusiaan itu dimulai. Sejak serangan itu, entah sudah berapa ton rudal yang jatuh, berapa liter darah yang tumpah, atau berapa kilometer lagi orang-orang Palestina harus berjalan untuk mencari tempat aman.

Satu Tahun Sudah

Satu tahun sudah kita menyaksikan pembantaian yang tak ada habisnya, pemandangan para korban yang terluka, gedung dan jalan yang sudah rata atau para pengungsi yang berebut bantuan serta anak-anak yang haus dan kelaparan.

Satu tahun juga kita telah melihat aksi protes, demonstrasi, dan boikot seluruh dunia. Juga kejulidan netizen serta propaganda buzzer yang ikut meramaikan dunia maya. Satu tahun pula kita dibuat muak dengan tingkah Israel dan Amerika, para pemimpin negara yang diam akan genosida, atau diplomasi perserikatan bangsa-bangsa yang tak jelas hasil dan tujuannya.

Satu tahun berlalu…

Isu Palestina pun mulai tenggelam

Baca Juga:

Iran dan Palestina: Membaca Perlawanan di Tengah Dunia yang Terlalu Nyaman Diam

Nelayan Perempuan Madleen, Greta Thunberg, dan Misi Kemanusiaan Palestina

Two State Solution: Solusi Perdamaian bagi Palestina-Israel atau Tantangan Integritas Nasional Terhadap Pancasila?

Mitos Israel di Atas Penderitaan Warga Palestina

Perayaan Genosida

7 Oktober akan menjadi anniversary untuk perayaan genosida bagi seluruh dunia. Perayaan ini harusnya cukup semarak untuk 40.000 lebih jiwa manusia yang saat ini telah tenang di surga. Entahlah perayaan macam apa yang akan mereka buat. Mungkin demonstrasi besar-besaran, petisi, atau bahkan agresi dari negara-negara yang sudah cukup berani.

Kemarin kita baru saja menyaksikan agresi dari Iran dengan rudal-rudalnya yang cukup mengesankan. Atau Lebanon dan Yaman yang masih terus melakukan perlawanan. Meski eskalasi konflik ini terpantau akan semakin luas dan memanas, nampaknya hanya jalur militer yang terbukti cukup ampuh untuk menghentikan para pembunuh berdarah dingin itu.

Bukan tanpa alasan, genosida atas Palestina yang terjadi dalam kurun waktu satu tahun ini menjadi genosida paling terdokumentasi di abad ini, namun tak kunjung mendapat justifikasi. Sudah berapa banyak demonstrasi yang terjadi di seluruh belahan dunia, aksi protes dan kecaman di dunia maya. Belum aksi boikot masal dan diplomasi bertaraf internasional yang tak kunjung membawa hasil signifikan.

Nampaknya satu tahun sudah lebih dari cukup untuk memberi tenggang waktu bagi Israel dan para sekutunya untuk menghentikan kegilaan mereka. Jika dengan semua tekanan dan diplomasi tak kunjung membuat mereka jera bahkan semakin membabi buta, maka sudah jelas bahwa tujuan mereka adalah menantang kekuatan dunia.

Maka sudah seharusnya para pemimpin dunia tidak kehilangan wibawanya. Beranilah mengambil tindakan tegas dalam perlawanan. Saat seluruh dunia mau bergandengan tangan dan melawan atas nama kemanusiaan, maka pada saat itulah anniversary genosida telah dirayakan dengan cara yang pantas.

Apa Kabar Palestina?

Namun sayangnya perayaan yang indah itu masih jauh dari angan, apalagi kenyataan. Setiap negara, benua, komunitas, termasuk pemimpinya masih dipisahkan dengan kepentingan dan egonya masing-masing. Kita bisa melihat bagaimana alasan politik, ekonomi, sampai ideologi lebih dipertimbangkan daripada alasan kemanusiaan.

Hingga tulisan ini dibuat, rakyat palestina masih memperjuangkan hidup mereka sendirian. Meski ribuan donasi telah dikirimkan, nyatanya tak banyak juga merubah keadaan. Semua bantuan itu hanya memperpanjang antrian container di perbatasan. Mereka masih saja kedinginan, kelaparan dan ketakutan.

Hidup di tengah reruntuhan, dengan suara bising drone dan tembakan 24 jam. Belum lagi bau anyir darah dan bubuk mesiu yang menyengat. Berpindah-pindah mencari tempat aman dan mengais apa saja yang bisa dimakan. Menunggu giliran sembari menghitung jumlah keluarga dan sanak yang menjadi korban. Mengerikan…

Namun yang lebih menyakitkan adalah, setiap hari kamera para wartawan mengambil gambar. Mereka tahu keadaan mereka disiarkan. Seluruh dunia sedang menonton penderitaan mereka. Seluruh mata tertuju pada Gaza. Berbagai simpati dan dukungan dikirimkan, emoticon-emoticon sedih pun membanjiri kolom komentar. Namun tak banyak yang bisa memperbaiki keadaan.

Sungguh memuakkan…

Hidup di tengah modernitas yang yang katanya menjunjung tinggi humanisme dan kesetaraan. Namun nyatanya pelanggaran kemanusiaan masih menjadi pertimbangan untuk mengambil tindakan perlawanan. Kepentingan politik, ideologi, dan golongan masih menjadi prioritas. Sungguh standar ganda yang sangat menjengkelkan.

Pasrah atau Bosan

Satu tahun berlalu..

Isu Palestina mulai tenggelam, seiring dengan FYP yang berganti jadi topik perpolitikan, perselingkuhan dan hal-hal viral. Hastag “FreePalestine” dan emoticon semangka mulai jarang terlihat. Headline dan pembahasan seputar Palestina pun mulai jarang disiarkan. Seruan boikot dan aksi protes pun sudah jarang terdengar.

Mungkin sebagian sudah mulai lelah dan bosan dengan issue Palestina, juga terbiasa dengan adegan-adegan mengerikan di sana. Mulai menyekip konten-konten palestina yang lewat di beranda mereka, mencari FYP yang lebih menarik dan sedikit demi sedikit melupakannya.

Sebagian lagi juga mungkin lelah dengan aksi boikot. Sulit menemukan produk subtitusi, atau menghindari produk-produk yang terafiliasi. Akhirnya mereka kembali pada kebiasaan lama, membeli produk dengan preferensi harga.

Pada akhirnya orang-orang akan kembali dengan kehidupan normalnya masing-masing. Bekerja dan beraktivitas seperti biasa, memposting kegiatannya di sosial media. Membeli apa saja yang mereka inginkan. Sementara Palestina masih dalam penderitaan.

Sebagain lagi mungkin sudah pasrah, seruan dan aksi mereka tak juga mengubah keadaan. Pemerintah tidak banyak mengambil tindakan, dunia pun tak kunjung melakukan perlawanan. Sedangkan keadaan Palestina semakin mengerikan.

Tak ada yang salah. Manusia memang cepat lelah dan bosan. Namun di situlah ujian diletakan. Seberapa jauh kita akan terus menyuarakan kemanusiaan. Ketika merasa lelah dan bosan, tak apa untuk berhenti sejenak. Namun tengoklah mereka kembali. Saat kita diuji dengan kebosanan, lihatlah mereka yang diuji dengan kematian.

Ingatlah, Tuhan itu ada, Palestina masih ada. Dan sejarah tidak pernah mencatat kejahatan menjadi pemenangnya. []

 

 

Tags: GazaGenosidaIranIsrselPalestinaPerang DuniaPolitik Global
Kholifah Rahmawati

Kholifah Rahmawati

Alumni UIN KH Abdurrahman Wahid Pekalongan dan Mahasiswa di UIN Sunan Kalijga Yogyakarta. Peserta Akademi Mubadalah Muda 2023. Bisa disapa melalui instagram @kholifahrahma3

Terkait Posts

Isu Iklim

Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

3 Juli 2025
KB sebagai

Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama

3 Juli 2025
Poligami atas

Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

3 Juli 2025
Konten Kesedihan

Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

3 Juli 2025
SAK

Melihat Lebih Dekat Nilai Kesetaraan Gender dalam Ibadah Umat Hindu: Refleksi dari SAK Ke-2

2 Juli 2025
Wahabi Lingkungan

Ironi: Aktivis Lingkungan Dicap Wahabi Lingkungan Sementara Kerusakan Lingkungan Merajalela

2 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Konten Kesedihan

    Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Perceraian Begitu Mudah untuk Suami?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Cara Pandang terhadap Orang yang Berbeda Keyakinan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim
  • Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama
  • Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama
  • Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID