• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Tentang Ibu dan Omelannya

Kita terus memikirkan dan berdoa agar ibu tetap mengomel. Mengomel artinya sayang

M. Baha Uddin M. Baha Uddin
22/10/2024
in Personal
0
Tentang Ibu

Tentang Ibu

799
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Akhir 2022 silam, di cangkruk Randhu Jembagar, Teras, Boyolali, obrolan demi obrolan terucap. Yuditeha, sastrawan pendiri komunitas Kamar Kata, menuturkan bahasan buku barunya Kamus Kecil untuk Pendosa (2022).

Buku berisi kumpulan puisi menyoal pengalaman berhubungan dengan Tuhan dan sesama. Pada bahasan sebuah puisi, Yuditeha mengucap, “… kalau ada ibu yang diam saja, tidak mau bicara, itu adalah seburuk-buruknya ibu.” Kalimat masih membutuhkan penjelasan (mungkin) panjang. Orang bakal tak terima, bahkan marah, mendengarnya.

Di rumah, sedari kecil, kita karib dengan omelan, larangan, dan imbauannya. Mimi, biasa saya menyebutnya, sering kali menjadi tokoh utama ketegangan di rumah. Kala anak nakal, ia bakal menegur, mengingatkan, hingga memarahinya. Tatapan tajam berupa isyarat peringat hingga patah kata keluar dari mulutnya menjadi konsumsi sehari.

Pengisahan Ingatan

Periwayatan omelannya membuat pelbagai kisah di ingatan anak. Ibu itu mesti keseringan ngomel demi mengisi hari-hari tumbuh anak. Ia menjadi peran vital bagi pengisahan suasana latar keluarga. Omelannya di kemudian hari bakal mewujud kisah terceritakan. Kadang omelan itu menjadi sarana pengenangan kita kelak saat rindu dan kangen pada ibu.

Di balik tuturan omelan terselip doa-doa. Doa terbungkus lewat petuah dan amarah. Kasih sayangnya konon tak tergantikan apapun. Omelan itu bentuk kepedulian kala anaknya nakal dan bandel. Benar kata Yuditeha, diamnya itu buruk. Artinya—bisa jadi—diamnya itu pertanda tak lagi peduli tingkah laku dan pari polah anaknya.

Baca Juga:

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

Pola Relasi Suami-Istri Ideal Menurut Al-Qur’an

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

Bentuk ketakpedulian dengan cara diam itu mengerikan. Ibu perlu turut campur dalam kesejarahan anak dan keluarganya. Tuturan teranggap sebagai pepatah sakti. Selepas sembahyang, tengadah tangannya melangitkan doa-doa. Dalam periwayatan keluarga, selain menjadi penyangga keharmonisan, ia mesti memiliki peran menjadi pengomel.

Ibu Terpuisikan

Mendiang Joko Pinurbo berkali-kali menulis puisi bertema ibu. Satu di antaranya terhimpun dalam buku Haduh, aku di-follow (2013). Ibu terbingkai di bait puisi mewujud kasih sayang, amarah, dan omelan. Bahkan sesekali beradu peran mesra bersama ayah, orang terkasihnya.

Puisi membawa hantaran kita pada sosok ibu peduli sekaligus pengomel. Jokpin, sapaan akrab Joko Pinurbo, menulisnya: Ibu menghapus garis nasib di/ telapak tanganku dengan ujung/ lidahnya. Puisi mengingatkan saat tangan kita belepotan sehabis memegang makanan. Lumatan lidahnya memberi pelajaran agar kita tak menyisakan makanan. Sosoknya itu ngomel sekaligus memberi pesan mendalam.

Pengakraban kita pada sosok ibu berhak mendapat perenungan berkepanjangan. Omelannya kadang memberi usaha efek jera. Agara anaknya berpikir untuk tak mengulangnya. Kita bahkan mengira omelan dan segala omongannya sering merepotkan telinga. Di kamar tidur kitab akrab dengan omelannya berbunyi, “Bangun! Jam segini baru bangun, mau jadi apa kamu?”.

Di kasur, ibu memberi petuah terbungkus omelan. Ia ingin kita lekas terbangun, menepi dari limpahan kenyamanan empuk kasur. Atau kita pernah terduduk berjam-jam hanya untuk mendengar omelannya. Omelan itu bagian dari pelajaran tak tersodorkan di kamus sekolah.

Sosok yang Berdoa dan yang Mengomel

Dunia ibu penuh dengan kejutan. Kita menanggapinya dengan ketakut-khawatiran. Tayangan sinetron pun turut campur memberi pandangan. Jiwanya kadang mendapat ketokohan protagonis atau antagonis. Peran itu senyatanya terjadi di kehidupan nyata. Bahkan peran berat mesti terjalaninya ialah menjadi orang tua memiliki anak bandel dan nakal seperti kita.

Kita kembali ingat bait puisi Jokpin di buku masih sama: Kasih ibu lebih keras/ dari kasih batu,/ lebih lembut dari kasih/ susu. Puisi membawa hapalan kita pada lirik sebuah lagu berjudul Kasih Ibu gubahan SM. Mochtar. Lagu berbunyi: Kasih ibu kepada beta/ Tak terhingga sepanjang masa/ Hanya memberi tak harap kembali/ Bagai sang surya menyinari dunia.

Puisi dan lagu membungkus ketulusan kasih sayang ibu. Namun kita malah mengartikannya dengan omelan dan kecerewetan. Dari omelan, ia kadang tertuduh sebagai pihak cerewet, atau ceriwis. Anggapan ini pun berujung pada pembawaan jenis kelamin. Karena ia seorang perempuan makanya ia cerewet, ceriwis, dan sejenisnya.

Anggapan tak ada kaitan dengan jenis kelamin dan konstruksi gender. Ibu kerap mengomel bukan bagian dari bentukan paradigma karena ia perempuan. Sikap mengomel itu bentuk dari keintimannya dengan lingkup terkecilnya; keluarga. Ada sensitivitas besar pada hubungannya dengan anak, dan keluarganya. Sikap mengomelnya tumbuh dari kepedulian dan kedekatan pada darah dagingnya. Bukan karena ia berjenis kelamin ini, dan terkonstruksi gender itu.

Kita terus memikirkan dan berdoa agar ibu tetap mengomel. Mengomel artinya sayang. Saat kita terbebas dari omelan dan gerutunya itu mesti terpertanyakan. Apakah ia sudah Lelah mengomel? Atau ia memilih diam karena selama ini omelannya tak terpedulikan? Kita tak pernah tahu. []

Tags: Cinta IbuIbukeluargaOmelan Ibuperan ibuRelasiTentang Ibu
M. Baha Uddin

M. Baha Uddin

Bergiat di komunitas Serambi Kata. Editor di nisa.co.id.

Terkait Posts

Inspirational Porn

Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

19 Mei 2025
Kehamilan Tak Diinginkan

Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

18 Mei 2025
Noble Silence

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

17 Mei 2025
Suami Pengangguran

Suami Pengangguran, Istri dan 11 Anak Jadi Korban

16 Mei 2025
Keadilan Semu

Membuka Tabir Keadilan Semu: Seruan Islam untuk Menegakkan Keadilan

15 Mei 2025
Memahami Disabilitas

Memahami Disabilitas: Lebih Dari Sekadar Tubuh

14 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version