• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Peringatan 16 HAKTP 2024, Saatnya Paham Kekerasan Berbasis Gender Online

Satu hal lain penting yang harus kita lakukan terhadap korban adalah, “validasi perasaan korban. Karena suara mereka berharga!”

Rochmad Widodo Rochmad Widodo
09/12/2024
in Publik
0
Kekerasan Berbasis Gender Online

Kekerasan Berbasis Gender Online

586
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Di tengah kemajuan teknologi digital yang sangat pesat, praktik Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) juga sangat marak terjadi. Namun ironinya, kerap kali korban tidak menyadari jika telah menjadi korban KBGO. Kalau pun mereka tahu, seringkali masih kebingungan bagaimana harus menyikapinya.

Yang tak kalah membingungkan, terkadang pelaku KBGO, tidak menyadari apa yang mereka lakukan itu termasuk bagian dari tindakan kekerasan berbasis gender online. Sedangkan korban, mereka merasakan dampak buruk dari tindakannya.

Karena itulah, menjadi mendesak, dalam peringatan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKTP) atau 16 Days of Activism Against Gender Violence di tahun 2024 ini, masyarakat harus benar-benar paham mengenai KBGO. Baik bagi para perempuan—yang rentan menjadi korban, maupun kaum laki-laki—yang berpotensi menjadi pelaku karena ketidaktahuan.

Yayasan Gemilang Sehat Indonesia (YGSI) di tengah puncak memperingati 16 HAKTP,  menjawab atas fenomena yang terjadi. Pada 8 Desember 2024 pun, mengadakan talkshow dengan mengangkat tema, “Dunia Digital atau Medan Perang? Yuk, Jadi Pahlawan Pemberantas Kekerasan Online!” Hal itu dilakukan sebagai bagian dari upaya edukasi kepada masyarakat tentang KBGO yang sudah tidak bisa dianggap sederhana lagi.

Puncak Peringatan 16 HAKTP

Pada acara ini YGSI menggandeng sejumlah aktivis gender sebagai pembicara. Di antaranya; Ellen Kusuma (Profesional dengan pengalaman luas dalam pengembangan modul, advokasi keamanan digital, dan pengelolaan proyek terkait KBGO).

Baca Juga:

Pro Kontra Konten Anak di Media Sosial dalam Perspektif Islam

Waspada Judi Online: Dari Sekadar Coba-coba Hingga Berujung Femisida

Peringati 16 HAKTP Internasional 2024, Perempuan Mau Ke Mana? Part II

‘Standar TikTok’ Bagi Kalangan Muda: Edukatif atau Destruktif?

Lalu Syifana Ayu Maulida (Pendidik dan Aktivis Gender dari Kompaks Jakarta Feminist). Priwahayu (Staf Advokasi dari Women’s Crisis Centre atau WCC, Jombang), dan Nabila Tauhida (Aktivis dan Peneliti Muda di Koalisi Perempuan Indonesia, DKI Jakarta).

Ellen Kusuma sebelum jauh menjelaskan tentang berbagai macam KBGO. Dia memberikan pemahaman terlebih dahulu mengenai arti dari kekerasan itu sendiri. Harapannya agar tidak bias pemahaman.

“Kekerasan itu apa? Kekerasan adalah sesuatu yang kita lakukan menyebabkan kerugian, menyakiti, melemahkan, baik secara material maupun non material. Yang dilakukan perorangan maupun kelompok. Itulah yang kita sebut sebagai kekerasan. Jadi kekerasan tidak hanya sebatas fisik saja. Tidak hanya menyakiti saja. Melemahkan seseorang secara kita sengaja dengan tujuan tertentu, itu pun termasuk kekerasan,” jelasnya.

Ia pun mengungkapkan, alasan kenapa harus spesifik kita sebutkan kekerasan terhadap perempuan. “Tidak lain adalah karena perempuan adalah yang rentan. Di mana karena gendernya, konstruksi sosial yang terbentuk oleh budaya patriarki, perempuan rentan mengalami berbagai kekerasan. Dalam hal ini termasuk di dunia digital atau online,” ungkapnya.

Tubuh Fisik dan Tubuh Digital

Di era teknologi digital, Nabila Tauhida menjelaskan bahwa, manusia telah menjelma menjadi memiliki dua tubuh. Yaitu tubuh fisik dan tubuh digital.

“Tubuh fisik adalah tubuh kita secara fisik di dalam kehidupan nyata. Adapun tubuh digital adalah semua akun di berbagai platform digital yang kita miliki. Tapi masih banyak orang yang tidak menyadari bahwasanya setiap akun yang mereka memiliki ibarat tubuh digital. Sehingga perlu kita perhatikan batasan dan privasinya,” ungkap Nabila.

Atas ketidakpahaman batasan dan privasi dalam digital itu juga, menurut Nabila seringkali terjadi banyak praktik KBGO terjadi di media online. Selanjutnya, Syifana Ayu Maulida pun menambahkan berdasarkan pengalamannya sebagai pendidik dan kreator konten.

“Ini adalah sebuah fakta yang ada di kehidupan kita. Banyak loh, perempuan yang tidak mengenal tubuhnya sendiri. Karena saking dianggap tabu, perempuan membahas tubuhnya sendiri. Seakan perempuan yang membahas tubuh, mereka seperti mempermalukan diri sendiri. Berbeda dengan laki-laki. Padahal perempuan juga memiliki hak atas seksualitasnya, atas kesehatan reproduksinya. Sehingga kita membutuhkan pendidikan seks yang komprehensif bagi perempuan,” jelas Syifana.

Daniel Septian Triantoro dari Sahabat KPI selaku moderator talkshow kemudian menambahkan, bahwa berdasarkan catatan tahunan Komnas Perempuan tahun 2023, terjadi penurunan jumlah pengaduan kasus kekerasan. Yakni dari 339.782 kasus pada tahun sebelumnya menjadi 289.111 kasus pada tahun 2023.

Penurunan itu terjadi di semua lembaga, termasuk di Komnas Perempuan dan BADILAG. Meski pengaduan langsung ke Komnas Perempuan hanya turun sedikit, dari 3.442 menjadi 3.303 kasus.

Menilik Kekerasan di Ruang Publik dan Daring

Namun di samping itu, kekerasan di ruang publik dan platform daring justru mengalami peningkatan signifikan. Berdasarkan data Lembaga pejuang hak-hak digital SAFEnet, selama triwulan II (April – Juni) 2024, telah menerima 456 aduan kekerasan berbasis gender online (KBGO).

Komnas Perempuan menerima 1.272 aduan kasus kekerasan online, dengan mayoritas di ranah publik sebanyak 927 kasus, dan ranah personal sebanyak 345 kasus. Kemudian sebanyak 446 dari total pelaku dominan oleh Teman Media Sosial. Adapun layanan pengaduan SAPA 129 di tahun 2023 menerima sebanyak 122 aduan kasus KBGO yang semua korban adalah anak perempuan, dan sebagian besar berusia 13-17 tahun.

“Sedangkan logika pengaduan kekerasan pada realitanya ibarat gunung es. Yang tidak terdata dan terlaporkan, pasti jauh lebih banyak lagi dari data yang ada,” tambah Ellen Kusuma.

Adapun Priwahayu atau yang biasa kita panggil Ayu, juga mengungkap pengalamannya dalam melakukan advokasi di WCC, Jombang. Banyak sekali korban dari kekerasan seksual mereka tidak berani speak up. Karena seringkali sebagai korban, ketika speak up mereka tidak mendapat dukungan di tengah masyarakat.

Alih-alih didukung, justru sebaliknya, banyak yang kemudian terkucilkan dan dianggap mempermalukan diri atau menjadi aib bagi keluarganya atas kejadian pelecehan.

Berbagai KBGO yang Harus Kita ketahui dan Pahami

Bentuk atau macam-macam KBGO seiring dengan berkembangnya teknologi digital, semakin beragam. Menurut Komnas Perempuan, di antaranya yaitu; malicious distribution, cyber sexual harrassment, sexploitation, online treats, doxing, trolling, NCII, online stalking, impersonate, outing, honey trap, dan juga cyber grooming.

Adapun maksud malicious distribution adalah penyebaran materi untuk tujuan merusak citra. Misalnya, seseorang melakukan distribusi foto atau video pribadi orang lain dengan maksud merusak citranya di mata publik.

Selanjutnya, pengertian cyber sexual harrassment atau pelecehan seksual siber adalah jenis pelecehan seksual yang muncul di ranah siber dalam bentuk kata-kata atau ujaran seksual, serta visual. Sedangkan sexploitation atau eksploitasi seksual di ruang digital adalah segala bentuk pemanfaatan organ tubuh seksual atau organ tubuh lain dari korban untuk mendapatkan keuntungan.

Yang dimaksud dengan online treats atau ancaman siber adalah ancaman langsung yang dilakukan baik berupa kekerasan seksual atau fisik kepada korban di dunia maya. Sedangkan pengertian doxing merupakan kegiatan pelanggaran privasi, yaitu menggali dan menyebarkan informasi pribadi seseorang kadang-kadang dengan maksud memberikan akses untuk tujuan kejahatan lain, seperti pelecehan atau intimidasi di dunia nyata.

Adapun Trolling adalah praktek membuat gangguan atau menciptakan konflik di internet dengan sengaja. Seringkali dengan menyebarkan informasi palsu atau merendahkan orang lain.

Menyoal Penyebaran Konten Intim

NCII merupkan singkatan dari Non-Consensual Intimate Images Violence. Secara sederhana bisa kita pahami sebagai penyebaran konten intim non konsensual tanpa izin. Ellen Kusuma menjelaskan jika, “bagi yang berhijab, disebarkan tanpa hijab itu sudah penyebaran konten intim. Masuk kategori NCCI dan KBGO.”

Adapun istilah online stalking atau menguntit di dunia maya, mengacu kepada berbagai kegiatan seperti memantau, melacak, dan mengawasi kegiatan online atau offline seseorang. Menggunakan spyware atau teknologi lain tanpa persetujuan. Menggunakan GPS atau geo-locator lain untuk melacak pergerakan target, dan sebagainya. Layaknya menguntit di dunia nyata yang bertujuan negatif kepada korban dan membuat tidak nyaman.

Selanjutnya, impersonate sendiri merupakan kegiatan mencuri identitas orang. Lalu berpura-pura menjadi orang lain, dan membuat gambar atau postingan yang berpotensi merusak reputasi orang itu, dan membagikannya kepada publik di dunia maya.

Sedangkan istilah honey trap merupakan jebakan dalam relasi romantisme atau seks di dunia maya. Adapun cyber grooming merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan berbagai kegiatan pendekatan di dunia maya yang ditujukan untuk memperdaya korban.

Urgensi Penyikapan

Menutup talkshow yang terlaksana di FX SudirmanJakarta dari pukul 10.00 WIB sampai 13.00 WIB itu, Ellen Kusuma menyebut, “kekerasan akarnya bisa jadi tidak tahu, atau karena dianggap wajar dilakukan oleh masyarakat. Berbeda dengan kekerasan yang memang diniatkan secara sadar.”

Namun yang paling penting menurutnya ketika menyaksikan ada kejadian kekerasan terjadi, adalah bagaimana agar tidak hanya diam. Harus berani bersuara. “Selain itu, satu lagi PR kita bersama di masyarakat adalah harus tahu, kemana kita membawa korban untuk menolong mereka yang terdekat!” pesannya sebagai closing statement.

Adapun Syifana Ayu Maulida sebagai pegiat konten edukasi di media online, berpesan kepada semua untuk membantu bagaimana konten-konten edukasi pembahasan secara komprehensif tentang seksualitas (Comprehensive Sexuality Education) bagi perempuan di dunia maya tidak kita normalisasi sebagai hal tabu.

“Kita punya hak kesehatan reproduksi dan seksual. Tidak hanya didapatkan di sekolah. Jadi bantu share dan like edukasi di media sosial. Buat konten edukasi komprehensif tentang seksual menjadi arus utama,” tegasnya.

Sebagaimana penjelasan dari Nabila Tauhida tentang tubuh fisik dan tubuh digital. Ia menyebut kekerasan di dunia digital harus kita perhatikan tidak hanya fisiknya, tapi juga dampak bagi psikologisnya. “Tapi yang pasti, harus disadari. Jika kekerasan di dunia digital, tidak bisa dibalas dengan kekerasan,” jelasnya.

Adapun menurut Ayu, satu hal lain yang menurutnya penting harus kita lakukan terhadap korban adalah, “validasi perasaan korban. Karena suara mereka berharga!” []

Tags: Kampanye 16 HAKTPKBGOKekerasan berbasis gender onlineLiterasi DigitalYGSI
Rochmad Widodo

Rochmad Widodo

Rochmad Widodo adalah Asisten Pengasuh Pondok Pesantren Mahasina Darul Qur’an Wal Hadits, Pendidikan Terintegrasi Kader Ulama-Pemimpin Berakhlakul Qur’ani Berwawasan Kebangsaan di Kota Bekasi.

Terkait Posts

Inses

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Inses

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

17 Mei 2025
Kashmir

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

16 Mei 2025
Nakba Day

Nakba Day; Kiamat di Palestina

15 Mei 2025
Nenek SA

Dari Kasus Nenek SA: Hukum Tak Lagi Melindungi yang Lemah

15 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version