Mubadalah.id – Dari fondasi tauhid, Allah SWT, Tuhan yang Rahman dan Rahim kepada semesta, mandat utama pengangkatan khalifah ini diberikan Allah SWT kepada manusia. Yaitu mewujudkan kebaikan-kebaikan di muka bumi, memakmurkan kehidupan di dalamnya, untuk seluruh umat manusia dan segenap semesta.
Inilah misi yang terus menerus diingatkan melalui para nabi ‘alaihimusssalâm kepada umat manusia. Sejak Nabi Adam as, sampai nabi akhir zaman, Nabi Muhammad SAW, yang membahasakan misi tersebut sebagai akhlaq kariman, moralitas yang mulia dan luhur.
Secara literal kata majemuk akhlaq kariman sering kita artikan sebagai perilaku, karakter moral, atau kepribadian mulia. Ini benar, tetapi masih abstrak. Yang konkret adalah ketika perilaku ini terbentuk dalam sikap dan perilaku yang saling mewujudkan kemaslahatan. Sebagaimana menjadi mandat dari kekhalifahan manusia di muka bumi ini.
Karena itu, kata majemuk akhlaq kariman ini, di sini lebih tepat dimaknai sebagai misi kemaslahatan Islam yang dimandatkan kepada manusia. Yaitu segala perilaku mulia dengan mengupayakan kebaikan-kebaikan konkret bagi diri, keluarga, orang lain, segenap manusia, dan juga lingkungan alam sekitar.
Untuk memastikan misi kemaslahatan ini mewujud dalam kehidupan nyata, ia memerlukan kerangka nilai. Utamanya adalah nilai kesetaraan, kesalingan, dan keadilan.
Nilai Kesetaraan
Nilai kesetaraan, adalah ketika semua manusia yang berbagai diri, jenis kelamin, ras, suku, bahasa, dan agama diposisikan sama-sama berhak atas kemaslahatan yang menjadi objek kepentingan bersama. Di sisi lain, mereka semua secara setara harus terlibat dan dilibatkan dalam mewujudkan misi tersebut.
Setelah posisi setara ini, mereka harus untuk saling bekerja sama, saling mendukung, saling melengkapi, dan saling menguatkan dalam mewujudkan misi tersebut.
Bagitu pun dalam menikmati hasil dan manfaatnya. Satu sama lain, saling mendukung dan kerja sama, agar semua bisa menikmati objek kemaslahatan bersama tersebut.
Seseorang tidak utuh sebagai manusia, jika maslahat sendiri tanpa yang lain, dan tidak tersentuh dengan penderitaan yang lain. Demikianlah makna dari nilai kesalingan.
Karena itu, ketika salah satu memiliki kapasitas atau manfaat lebih, nilai keadilan menuntutnya untuk menggunakannya bagi pemberdayaan dan penguatan mereka yang kurang kapasitas dan sedikit memperoleh manfaat.
Nilai keadilan menuntut seseorang untuk tidak mempecundangi yang lain, melainkan melindungi. Tidak memperdayakan, melainkan memberdayakan. Tidak melemahkan, melainkan menguatkan. []