• Login
  • Register
Jumat, 4 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

Stella Young memperkenalkan term ‘inspirational porn’ di acara TED Talks "I’m Not Your Inspiration, Thank You Very Much”.

Zenit Miung Zenit Miung
19/05/2025
in Personal
0
Inspirational Porn

Inspirational Porn

783
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Inspirational porn. Istilah asing bagi penulis, sudah muncul lebih dari satu dekade. Kata-katanya tampak positif, namun sebaliknya malah memperkuat stereotip untuk merendahkan para penyandang disabilitas. Kok bisa?

Stella Young memperkenalkan term ‘inspirational porn’ di acara TED Talks “I’m Not Your Inspiration, Thank You Very Much”. Wanita Australia ini terdiagnosa Osteogenesis Imperfecta – tulang rapuh- sejak lahir. Dia seorang aktivis, penulis, dan komedian. Sayangnya pejuang hak-hak disabilitas ini meninggal dunia di tahun 2014.

Stella melihat bahwa disabilitas kerap menjadi objek inspirasi non disabilitas. Dia pernah mengalami objek inspirasi dari salah satu siswa di sekolah Melbourne.

“Hey, miss when are you going to start doing your speech?” Tanya seorang siswa.

“What speech?” Kata Stella bingung.

Baca Juga:

Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

Ikhtiar Menyuarakan Kesetaraan Disabilitas

“I’d been talking to you about defamation law for a good 20 minutes”, Lanjut Stella.

“You know, you like motivational speaking. When people in wheelchairs come to school, they usually say “like inspirational stuff?” ucap siswa itu dengan polosnya.

Percakapan itu menyadarkan Stella bahwa anak itu hanya mempunyai pengalaman bahwa disabled people sebagai objek inspirasi bagi kaum non-difabel.

Padahal sehari-hari Stella Young melakukan aktivitas biasa. Berangkat sekolah, mendapatkan nilai yang baik, menjalin pertemanan, dan menonton film favoritnya. Lalu, mengapa individu dalam kondisi keterbatasan fisik, mental, dan intelektual harus menginspirasi non-difabel?

Inspirational Porn Luka bagi Difabel

Mengapa difabel merasa terluka ketika dijadikan inspirasi? Bukankah bagus menginspirasi orang-orang?

Permasalahannya outsider menjadikan insider sebagai inspirasi hanya untuk membuat senang dan merasa beruntung atas keadaannya. Hal itu memaknai bahwa orang-orang dengan kondisi terbatas tidak beruntung. Menurut difabel sikap itu sebuah bentuk penghianatan, sebab keterbatasan mereka adalah objektivitas motivasi ketika non-disabilitas terpuruk.

Difabel pun memiliki aktivitas dan kemampuan yang sama dengan non-difabel. Mereka belajar, bekerja, bersenang-senang dengan teman, bermain, punya hobi, serta bakat. Kegiatan biasa tampak hebat di mata outsider.

Dani, salah satu stand-up comedy pertama cerebral palsy di Indonesia,  merasakan inpirational porn. Orang-orang menilai dengan kekurangan (keterbatasan) fisiknya saja bisa bercerita lucu di panggung. Sebenarnya Dani tidak berkenan dengan perilaku tersebut.

Menurutnya semua manusia – difabel dan non-difabel – mempunyai bakat. Hanya saja cara melakukannya (proses) berbeda. Dia ingin masyarakat cuma melihat karyanya. Pandanglah difabel sebagai manusia biasa. Tidak perlu ada embel-embel “dia saja yang mempunyai kekurangan fisik ada bakat, masa kita nggak bisa?”

Pemikiran seperti itu seolah-olah disabilitas tidak bertalenta. Mereka dicap kaum tak berdaya. Mindset itu sangat melukai hati para difabel.

Media Berperan Besar Membranding Inspirational Porn

Media massa menjadi konsumsi sehari-hari publik. Semakin hari arus informasi semakin deras tersedia dari televisi, radio, dan media cetak. Di era internet sosial media menjadi primadona para netizen. Media sosial  memberikan ‘kabar terkini’ yang sangat cepat.

Peran media memersuasi opini – cara pandang publik terhadap suatu objek. Salah satunya meliput tentang disabilitas. Media menggambarkan dan menarasikan disabilitas dengan bahasa yang mempengaruhi emosional audiens.

Media membranding disabilitas dengan inspirational porn. Berita dengan judul “Inspiratif! Perjuangan Mencari Nafkah dan Bertahan Hidup di Tengah Keterbatasan”. Pelaku media menyorot difabel yang tidak punya kaki berprofesi sebagai pedagang keliling. Apa tanggapan dari netizen setelah menonton pemberitaan itu?

“Kita yang normal harus lebih bersyukur jangan kufur nikmat.” Komentar lain “Ini baru keren dan inspiratif! Lebih baik cacat fisik tapi semangat hidup tinggi”. Jika konteksnya kesetaraan, ini sangat tidak baik. Bukankah difabel&non-difabel harus bekerja jika ingin mendapatkan uang?

“Media hanya menampilkan sisi kasihan atau sedih dari kehidupan difabel. Mereka tidak menyorot karya/ skill dari seorang disabilitas,” curhat Putri Ariani di kanal youtube TV Desa “ Inspiration Porn VS Inspiration As A Mission” (15/11/2020).

Putri Ariani, seorang difabel netra yang berprestasi di kancah internasional. Sosoknya booming ketika mengikuti kompetisi Bakat America’s Got Talent 2023. Dia mendapatkan Golden Buzzer dari para juri. Karya-karyanya pun mulai terkenal setelah ajang bergengsi itu seperti: Loneliness, Perfect Liar, dan Hanya Rindu.

Dia mendunia dan pemusik luar negeri mengakui bakat menyanyinya. Alan Walker mengajak kolaborasi Putri dengan judul lagu Who Am I. Tidak hanya itu, penyanyi legend seperti Ronan Keating, David Foster N Friends mengajak bernyanyi bersama dalam sebuah konser.

Media Massa, Jangan Menjual Kesedihan Disabilitas!

Sebaiknya media memframing disabilitas dari sisi karya. Suarakan dengan kencang hak-hak disabilitas mendapatkan aksesibilitas. Berhentilah menjual rasa kasihan terhadap disabilitas. Disinilah fungsi media bekerja untuk mendidik pola pikir audiens.

Jika budaya inspirational porn terus menerus kita biarkan, masyarakat akan selalu memandang bahwa difabel itu lemah (tidak punya kemampuan). Mereka akan selalu haus inspirasi dari difabel untuk memuaskan nafsu bahwa dia beruntung hidup di dunia ini.

“I really want to live in a world where disability is not an exception but the norm, and where we value genuine achievement for disabled people”, harap Stella Young.

Tambahannya, dia menganggap bahwa orang-orang yang menjual kondisi disabilitas adalah bentuk ketidakadilan yang terbesar. Stop melakukan inspirational porn terhadap disabilitas! Mari memperjuangkan ‘kesetaraan’ bukan ‘menspesialkan’ disabilitas! []

 

 

Tags: Hak DisabilitasInspirational PornIsu DisabilitasPenyandang DisabilitasStella Young
Zenit Miung

Zenit Miung

Kunci menulis adalah membaca

Terkait Posts

Ruang Aman, Dunia Digital

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

3 Juli 2025
Vasektomi

Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

2 Juli 2025
Narasi Pernikahan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

1 Juli 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Second Choice

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Tradisi Ngamplop

Tradisi Ngamplop dalam Pernikahan: Jangan Sampai Menjadi Beban Sosial

29 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Konten Kesedihan

    Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Perceraian Begitu Mudah untuk Suami?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Cara Pandang terhadap Orang yang Berbeda Keyakinan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim
  • Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama
  • Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama
  • Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID