• Login
  • Register
Sabtu, 21 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Kebaikan Yang Justru Membunuh Teman Disabilitas

Mari kita berhati-hati dalam berbuat baik. Jangan terjebak dalam ilusi bahwa setiap bantuan adalah tindakan mulia.

Slamet Ginanjar Slamet Ginanjar
21/06/2025
in Personal
0
Teman Disabilitas

Teman Disabilitas

11
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Di dunia ini, banyak sekali orang baik. Saking baiknya, mereka kadang lupa dengan tindakan yang mereka lakukan. Izinkan saya menjelaskan. Banyak orang berbuat baik, tetapi ketika dipahami lebih dalam, tindakan mereka bisa berakibat fatal. Bagaimana bisa?

Misalnya, saat kita melihat seseorang yang kesulitan, kita langsung menawarkan bantuan. Ketika ada teman disabilitas yang mengalami kesulitan, kita segera menawarkan pertolongan. Itu kebaikan! Namun, tahukah Anda bahwa kebaikan seperti ini bisa menjadi racun yang membunuh eksistensi perlahan?

Mengenal Kebaikan dalam Perspektif Lebih Luas

Mari kita mulai dengan pertanyaan dasar: apa itu kebaikan? Secara umum, kita diajarkan bahwa kebaikan adalah tindakan yang membuat orang lain merasa lebih baik atau bahagia. Namun, apakah kebaikan selalu muncul dengan niat tulus? Atau, terkadang, ada agenda tersembunyi?

Saya sering mendengar orang menganggap diri mereka pahlawan karena membantu orang lain. Mereka bangga dengan setiap pertolongan yang diberikan. Namun, saya mulai berpikir: apa yang sebenarnya terjadi ketika seseorang terlalu berlebihan dalam menawarkan bantuan? Bukankah itu bukan kebaikan murni, tetapi bentuk kontrol? Sebuah pengekangan yang tersamarkan di balik senyuman dan kata-kata manis.

Kebaikan sejati adalah bahasa yang dapat didengar oleh tuli dan dilihat oleh buta, seperti yang diungkapkan Mahatma Gandhi diperkuat oleh Albert Schweitzer Belajar Memahami Disabilitas dan Inklusivitas “Hanya” Dengan Naik Transjatim menyatakan bahwa kebaikan adalah satu-satunya investasi yang tidak akan pernah merugikan, mengingatkan kita bahwa setiap tindakan baik membawa dampak positif.

Dengan mengingat semua ini, kita diajak untuk selalu memeriksa niat kita dalam berbuat baik pada teman disabilitas, agar tindakan kita membebaskan, bukan menjebak.

Baca Juga:

Relasi Hubungan Seksual yang Adil bagi Suami Istri

Pentingnya Relasi Timbal Balik dalam Hubungan Intim Suami Istri

Fiqh Al Usrah: Menemukan Sepotong Puzzle yang Hilang dalam Kajian Fiqh Kontemporer

Membangun Rumah Tangga yang Berdimensi Akhlak Mulia

Berhati Malaikat tapi Mematikan

Seorang yang berhati malaikat, dalam konteks kepribadian, mungkin tidak langsung melakukan kekerasan fisik. Mereka bisa membunuh dengan cara yang lebih halus, seperti memberikan “kebaikan” yang membuat korban merasa terjebak dalam ketergantungan.

Misalnya, “Biar aku bantu, supaya kamu tidak repot.” Kalimat-kalimat yang terdengar menenangkan, tetapi secara tidak sadar menciptakan perasaan inferior pada yang dibantu. Korban merasa tidak mampu menjalani hidup tanpa bantuan terus-menerus.

Ini adalah pembunuhan perlahan. Tanpa darah yang tumpah, tetapi bagian dari diri yang mati sedikit demi sedikit. Rasa percaya diri dan kemandirian hilang seiring waktu. Bukankah itu pembunuhan yang lebih halus daripada yang kita bayangkan?

Kebaikan yang Mengkhawatirkan

Yang lebih mengkhawatirkan, kebaikan ini sering disertai harapan pribadi—keinginan untuk mendapatkan pahala atau kebanggaan. “Semoga aku dapat surga,” pikir mereka sambil tersenyum puas. Mereka berusaha menunjukkan bahwa mereka peduli, tetapi pada saat yang sama, mereka mengharapkan pengakuan.

Ini bukan hanya tentang niat tulus; ini tentang merasa lebih baik setelah membantu, bahkan jika itu berarti merampas hak orang lain untuk mandiri. Ketika mereka memberikan bantuan, mereka merasa bangga dan merasakan kepuasan yang mendalam, seolah-olah mereka telah melakukan tindakan yang sangat mulia.

Namun, kita perlu merenungkan lebih dalam tentang arti dari tindakan baik tersebut. Apakah kita benar-benar membantu teman disabilitas, ataukah kita hanya memenuhi kebutuhan emosional kita sendiri? Seringkali, kita melihat orang-orang yang berdonasi dengan harapan mendapatkan pujian atau pengakuan dari masyarakat.

Mereka berfoto dengan penerima bantuan, membagikannya di media sosial, dan berharap mendapatkan “likes” yang banyak. Tindakan ini, meski tampaknya baik, bisa sangat merugikan bagi penerima. Ketika bantuan diberikan dengan maksud untuk menunjukkan kebaikan, itu bisa menjadi bentuk eksploitasi yang menyakitkan.

Sebuah Perenungan

Mari kita berhati-hati dalam berbuat baik. Jangan terjebak dalam ilusi bahwa setiap bantuan adalah tindakan mulia. Kita perlu menganalisis motivasi di balik tindakan kita. Apakah kita benar-benar ingin membantu, ataukah kita hanya ingin merasakan kepuasan pribadi?

Seringkali, apa yang kita anggap kebaikan bisa jadi adalah pembunuhan perlahan yang tidak kita sadari. Ketika kita merasa lebih baik karena membantu, kita justru menjauh dari realitas. Kita tidak menyadari bahwa dengan memberikan bantuan tanpa mempertimbangkan dampaknya, kita mungkin memperkuat ketergantungan penerima.

Kita harus bertanya pada diri sendiri: “Apakah tindakan ini benar-benar membantu orang lain, ataukah hanya memuaskan ego kita sendiri?” Kebaikan yang tulus seharusnya tidak mengharapkan imbalan.

Kebaikan sejati membebaskan, bukan menjebak. Ketika kita memberikan sesuatu dengan niat yang bersih, kita seharusnya tidak menginginkan pujian atau penghargaan. Kita seharusnya berusaha untuk membuat perbedaan nyata dalam hidup orang lain, bukan hanya dalam hidup kita sendiri.

Kita juga harus memahami bahwa kebaikan yang kita lakukan dengan motivasi yang salah dapat berdampak negatif. Misalnya, ketika kita membantu seseorang mendapatkan pekerjaan, tetapi hanya untuk menunjukkan kepada orang lain bahwa kita peduli.

Jika orang tersebut kemudian merasa tertekan karena harus memenuhi ekspektasi kita, maka bantuan kita justru menjadi beban. Oleh karena itu, kita perlu melakukan refleksi mendalam tentang bagaimana tindakan kita dapat memengaruhi orang lain.

Kebaikan Sejati

Dalam dunia yang semakin egois ini, kita perlu mengingat bahwa kebaikan yang tulus adalah tindakan yang tidak mengharapkan imbalan. Kita harus belajar untuk memberikan tanpa menghitung-hitung, memberikan tanpa minta kembali.

Kebaikan sejati adalah ketika kita bisa membantu orang lain dengan tulus, tanpa memikirkan bagaimana kita akan terlihat di mata orang lain. Mari kita berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik, yang melakukan kebaikan bukan untuk mendapatkan pujian, tetapi untuk menciptakan dampak positif dalam hidup orang lain.

Dengan demikian, kita perlu mendorong diri kita sendiri untuk lebih jujur dalam tindakan kita. Apakah kita benar-benar peduli pada teman disabilitas, ataukah kita hanya ingin merasa baik tentang diri kita sendiri?

Mari kita berkomitmen untuk melakukan kebaikan yang tulus, yang membebaskan, dan yang berfokus pada kesejahteraan orang lain. Dengan cara ini, kita tidak hanya membantu orang lain, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup kita sendiri dengan cara yang lebih mendalam dan berarti. []

Tags: Isu DisabilitaskebaikankemanusiaanRelasiRuang InklusiTeman Disabilitas
Slamet Ginanjar

Slamet Ginanjar

Terkait Posts

Jangan Bermindset Korban

Bukan Sekadar “Jangan Bermindset Korban Kalau Ingin Sukses”, Ini Realita Sulitnya Jadi Perempuan dengan Banyak Tuntutan

21 Juni 2025
Lelaki Patriarki

Lelaki Patriarki : Bukan Tidak Bisa tapi Engga Mau!

19 Juni 2025
Kesalehan Perempuan

Kesalehan Perempuan di Mata Filsuf Pythagoras

16 Juni 2025
Pesantren Disabilitas

Sebuah Refleksi atas Kekerasan Seksual di Pesantren Disabilitas

16 Juni 2025
Catcalling

Mari Berani Bersuara Melawan Catcalling di Ruang Publik

15 Juni 2025
Jadi Perempuan

Katanya, Jadi Perempuan Tidak Perlu Repot?

14 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Fiqh Al Usrah

    Fiqh Al Usrah: Menemukan Sepotong Puzzle yang Hilang dalam Kajian Fiqh Kontemporer

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Stereotipe Perempuan sebagai Ibu Rumah Tangga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pentingnya Relasi Timbal Balik dalam Hubungan Intim Suami Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Urgensi Ijtihad Fikih yang Berpihak Kepada Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bukan Sekadar “Jangan Bermindset Korban Kalau Ingin Sukses”, Ini Realita Sulitnya Jadi Perempuan dengan Banyak Tuntutan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Kebaikan Yang Justru Membunuh Teman Disabilitas
  • Urgensi Ijtihad Fikih yang Berpihak Kepada Perempuan
  • Bukan Sekadar “Jangan Bermindset Korban Kalau Ingin Sukses”, Ini Realita Sulitnya Jadi Perempuan dengan Banyak Tuntutan
  • Relasi Hubungan Seksual yang Adil bagi Suami Istri
  • Mengapa Cinta Alam Harus Ditanamkan Kepada Anak Sejak Usia Dini?

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID