• Login
  • Register
Kamis, 3 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Melihat Lebih Dekat Nilai Kesetaraan Gender dalam Ibadah Umat Hindu: Refleksi dari SAK Ke-2

Dari diskusi ini, saya menangkap bahwa Hindu bukan hanya kaya akan tradisi dan filosofi. Tetapi juga mengajarkan nilai-nilai spiritual yang menekankan kesetaraan, perdamaian dan tanggung jawab moral

Pitri Apipatul Milah Pitri Apipatul Milah
02/07/2025
in Publik
0
SAK

SAK

181
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Tanggal 28 Juni 2025, saya bersama sejumlah teman dari Sarjana Ulama Perempuan Indonesia (SUPI) berkesempatan mengikuti kegiatan Sekolah Agama dan Kepercayaan (SAK) Ke-2 yang diselenggarakan oleh Yayasan Fahmina dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Cirebon.

Di hari pertama, kami mengunjungi Pura Agung Jati Pramana, satu-satunya Pura umat Hindu di wilayah Cirebon. Terletak di jalan Bali, Kelurahan Larangan, Kecamatan Harjamukti. Pura ini dikenal dengan julukan “Bali-nya Cirebon” karena kuatnya nuansa arsitektur dan budaya Bali yang melekat di dalamnya.

Kegiatan dimulai dengan sambutan dari Direktur Fahmina Institute, Bapak Marzuki Rais. Ia menjelaskan bahwa tujuan utama dari SAK adalah membuka ruang pemahaman lintas iman, dari sejarah hingga praktik keagamaan dalam kehidupan sehari-hari.

Selain itu, SAK menjadi wadah penting untuk menumbuhkan sikap toleran, moderat, dan menghargai keberagaman di kalangan generasi muda.

Mengenal Ajaran Hindu

Dalam sesi diskusi, kami diajak mengenal lebih dalam ajaran agama Hindu. Mulai dari pemahaman mengenai kitab suci, prinsip Yadnya (ritual), konsep karma, hingga reinkarnasi.

Dari diskusi ini, saya menangkap bahwa Hindu bukan hanya kaya akan tradisi dan filosofi. Tetapi juga mengajarkan nilai-nilai spiritual yang menekankan kesetaraan, perdamaian, tanggung jawab moral, dan penghormatan terhadap keberagaman semesta.

Baca Juga:

Tastefully Yours : Membongkar Konstruksi Sosial dari Dapur

Esensi Ibadah Haji: Transformasi Diri Menjadi Pribadi yang Lebih Baik

Melihat Lebih Dekat Dampak dari Pernikahan Anak

Bekerja adalah Ibadah

Yang paling menarik perhatian saya adalah satu pertanyaan yang muncul dalam sesi tanya jawab: “Apakah agama Hindu menjamin kesetaraan gender dalam kepemimpinan ibadah?”

Pertanyaan ini sangat relevan dalam konteks peran perempuan dalam ruang-ruang spiritual yang kerap kali terabaikan.

Pemateri menjawab dengan lugas: ajaran Hindu secara prinsip menjunjung tinggi kesetaraan gender. Baik laki-laki maupun perempuan memiliki hak dan peluang yang setara dalam urusan spiritualitas, kehidupan sosial, bahkan dalam upaya mencapai moksha yaitu kebebasan dan kebahagiaan spiritual tertinggi.

Namun di sisi lain, realitas sosial menunjukkan bahwa praktik keagamaan formal masih sering didominasi oleh laki-laki. Meski demikian, perlawanan terhadap ketimpangan ini terus bermunculan, salah satunya melalui gerakan perempuan Hindu di India.

Salah satu contohnya adalah aksi ratusan perempuan yang berjalan kaki dari Kota Pune menuju Kuil Shani Shingnapur untuk menuntut hak beribadah di tempat suci yang selama 350 tahun melarang perempuan masuk.

Melansir dari BBC Indonesia.com, tokoh perempuan dalam gerakan ini, Trupti Desai, menyatakan bahwa tindakan mereka adalah bagian dari perjuangan konstitusional melawan sistem patriarki. Ia menegaskan bahwa:

“Tuhan tidak membeda-bedakan antara laki-laki dan perempuan. Larangan ini hanyalah tradisi buatan laki-laki.”

Memperjuangkan Hak Spiritual Perempuan

Pernyataan Desai menggambarkan keberanian untuk memperjuangkan hak spiritual perempuan yang selama ini dikebiri oleh konstruksi budaya yang patriarkis. Ini sekaligus menunjukkan bahwa semangat kesetaraan dalam agama perlu terus digaungkan, tidak hanya dalam teks-teks suci, tetapi juga dalam praktik nyata.

Melalui pengalaman langsung dan dialog yang terbuka, saya belajar bahwa kesetaraan gender dalam agama bukanlah utopia yang mustahil. Ia mungkin terasa jauh dalam praktik, tapi nyata dalam semangat ajaran dan selalu bisa kita perjuangkan.

Kegiatan seperti SAK bukan hanya membekali pengetahuan, tapi juga menanamkan keberanian untuk mempertanyakan ketimpangan dan memperjuangkan keadilan. Termasuk dalam ruang-ruang ibadah yang selama ini cenderung tertutup bagi perempuan.

Di tengah tantangan keberagaman dan menguatnya konservatisme, keberanian untuk membangun ruang dialog dan memperjuangkan kesetaraan menjadi kunci untuk menciptakan masyarakat yang tidak hanya toleran, tetapi juga adil dan manusiawi. Dan di sinilah peran anak muda sangat kita butuhkan, bukan sekadar sebagai penonton, tapi sebagai agen perubahan. []

Tags: ibadahKesetaraan GendermelihatnilaiSAKSekolah Agama dan KepercayaanUmat Hindu
Pitri Apipatul Milah

Pitri Apipatul Milah

Saya adalah mahasantriwa Sarjana Ulama Perempuan Indonesia (SUPI) Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon

Terkait Posts

Poligami atas

Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

3 Juli 2025
Konten Kesedihan

Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

3 Juli 2025
Wahabi Lingkungan

Ironi: Aktivis Lingkungan Dicap Wahabi Lingkungan Sementara Kerusakan Lingkungan Merajalela

2 Juli 2025
Kebencian Berbasis Agama

Egoisme dan Benih Kebencian Berbasis Agama

2 Juli 2025
Menstruasi

Demianus si ‘Manusia Pembalut’ dan Perlawanan terhadap Tabu Menstruasi

2 Juli 2025
Gaji Pejabat

Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?

1 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Marital Rape

    Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Cara Pandang terhadap Orang yang Berbeda Keyakinan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Perceraian Begitu Mudah untuk Suami?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hak dan Kewajiban Laki-laki dan Perempuan dalam Fikih: Siapa yang Diuntungkan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama
  • Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital
  • Hak dan Kewajiban Laki-laki dan Perempuan dalam Fikih: Siapa yang Diuntungkan?
  • Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID