Mubadalah.id – Dalam upaya merespons wacana penulisan sejarah nasional yang dinilai rawan menghapus banyak momen penting, terutama kontribusi ulama perempuan, Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) akan menggelar Halaqoh Nasional bertajuk “Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan Indonesia: Sebuah Pendekatan Dekolonial.”
Kegiatan ini akan berlangsung pada Ahad, 6 Juli 2025, mulai pukul 09.00 hingga 12.00 WIB, di Kampus Transformatif ISIF, Majasem, Kota Cirebon.
Halaqoh ini hadir sebagai respon kritis terhadap kecenderungan narasi sejarah nasional yang selama ini sangat maskulin dan negara-sentris. Sehingga kerap mengecilkan bahkan menghilangkan kontribusi ulama perempuan dalam perjalanan bangsa.
Lebih jauh, diskusi ini juga ingin mengungkap bagaimana tradisi keulamaan perempuan sesungguhnya sudah lama tumbuh di bumi Nusantara. Dari pesantren-pesantren perempuan hingga jaringan pengajian ibu-ibu yang menjadi ruang tafsir keagamaan alternatif. Bahkan sejarah ulama perempuan sejatinya kaya dan berakar kuat.
Namun, narasi ini seringkali luput terdokumentasi dalam catatan sejarah resmi, baik oleh negara maupun akademisi arus utama.
Dalam halaqoh nanti, sejumlah pakar lintas negara akan hadir untuk mengurai masalah ini. Samia Kotele, MA., Ph.D., peneliti sejarah ulama perempuan Indonesia asal Lyon University, Prancis, akan menjadi pemantik utama.
Selama beberapa tahun terakhir, Samia meneliti kiprah ulama perempuan di berbagai wilayah Indonesia dan mencoba memetakan bagaimana mereka membangun otoritas keagamaan di tengah dominasi ulama laki-laki.
Diskusi juga akan diperkuat oleh Prof. Farish A. Noor, Ph.D., sejarawan Asia Tenggara dari Malaysia yang dikenal luas melalui karya-karyanya tentang kolonialisme, nasionalisme, dan identitas di kawasan Melayu.
Sementara itu, Kamala Chandrakirana, MA, tokoh perempuan dari Majelis Musyawarah Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI), akan menyoroti bagaimana kerja-kerja kolektif ulama perempuan Indonesia hari ini bisa menjadi fondasi bagi narasi sejarah yang lebih membebaskan.
Panitia berharap, halaqoh ini tak hanya berhenti pada diskusi wacana. Lebih dari itu, diharapkan lahir komitmen bersama untuk terus merawat ingatan kolektif, menyusun dokumentasi sejarah alternatif, dan menuliskan kembali kontribusi ulama perempuan dengan pendekatan yang lebih dekolonial.
Bagi masyarakat, mahasiswa, peneliti, hingga pemerhati isu perempuan yang tertarik mengikuti halaqoh ini, dapat langsung hadir ke lokasi. “Mari hadir, berpikir kritis, dan ikut menulis ulang sejarah yang adil dan utuh,” ajak panitia menutup rilisnya. []