• Login
  • Register
Rabu, 9 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Ketika Perempuan Tak Punya Hak atas Seksualitas

Pada titik ini, kita bisa melihat betapa tubuh perempuan terus diatur, dikekang, dan diukur berdasarkan standar laki-laki. Seksualitasnya dijinakkan, lalu dijadikan legitimasi berbagai aturan

Redaksi Redaksi
09/07/2025
in Hikmah, Pernak-pernik
0
Seksualitas

Seksualitas

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Sejumlah aturan dalam tradisi fikih klasik tampak sengaja dirancang untuk memastikan agar seksualitas tubuh perempuan hanya menjadi hak eksklusif suaminya. Sekecil apa pun pesona itu, tidak boleh sampai “keluar” dan mengganggu laki-laki lain.

Dr. Faqihuddin Abdul Kodir dalam bukunya Pertautan Teks dan Konteks dalam Muamalah menjelaskan, misalnya, anjuran yang melarang istri berbicara dengan teman suaminya ketika suami tidak berada di rumah. Jika ada tamu laki-laki datang, perempuan harus berkata bahwa suaminya tak ada, tanpa perlu menanyakan apa-apa atau mengundangnya masuk. Semua ini demi menjaga kecemburuan suami, yang khawatir ada lelaki lain terpancing oleh daya tarik istrinya.

Bukan hanya dalam rumah, ketika perempuan harus keluar pun, ia dibebani syarat-syarat yang ketat: menutup seluruh tubuhnya, termasuk wajah dan tangannya, menjauhi keramaian, bahkan dianjurkan memilih jalan-jalan sempit yang jarang dilalui orang. Semua itu semata-mata agar sensualitas tubuhnya tetap terkunci rapat, hanya untuk suaminya.

Menariknya, konstruksi ini akhirnya melahirkan anggapan bahwa hasrat seksual perempuan sudah “terjinakkan” sejak awal bahwa perempuan bersifat pasif, berbeda dengan laki-laki yang agresif.

Tidak Memiliki Hak Seksualitas

Karena itu, perempuan tidak memiliki hak untuk mengaktualisasikan sendiri gairah seksualitasnya. Bahkan dalam relasi suami-istri, ukuran hasrat seksual perempuan bukan dari tubuh dan keinginannya sendiri. Melainkan dari waktu dan kemampuan suaminya.

Baca Juga:

Mengapa Perempuan Lebih Religius Daripada Laki-laki?

Mengapa Pengalaman Biologis Perempuan Membatasi Ruang Geraknya?

Meruntuhkan Mitos Kodrat Perempuan

Menggugat Batas Relasi Laki-Laki dan Perempuan di Era Modern-Industrialis

Dalam fikih klasik mencatat berbagai pendapat soal berapa kali seorang istri boleh mendapatkan layanan seksual. Ada yang bilang sekali dalam empat hari (karena asumsi seorang laki-laki punya empat istri, masing-masing kebagian satu malam),. Lalu ada yang sebulan sekali, empat bulan sekali, bahkan ada yang ekstrem hanya satu kali selama masa pernikahan.

Alasannya sederhana yaitu layanan seksual istri bergantung sepenuhnya pada hasrat suami. Hasrat ini tidak boleh ia paksa. Sebab jika laki-laki tak bergairah, penisnya tak bisa ereksi, dan tak mungkin memenuhi kebutuhan istrinya.

Pada titik ini, kita bisa melihat betapa tubuh perempuan terus diatur, dikekang, dan diukur berdasarkan standar laki-laki. Seksualitasnya dijinakkan, lalu dijadikan legitimasi berbagai aturan yang pada akhirnya hanya menegaskan dominasi laki-laki atas tubuh dan ruang hidup perempuan. []

Tags: hakketikamemilikiperempuanseksualitasTidak
Redaksi

Redaksi

Terkait Posts

Tubuh Perempuan

Mengebiri Tubuh Perempuan

9 Juli 2025
Pengalaman Biologis Perempuan

Mengapa Pengalaman Biologis Perempuan Membatasi Ruang Geraknya?

9 Juli 2025
Perjanjian Pernikahan

Perjanjian Pernikahan

8 Juli 2025
Kemanusiaan sebagai

Kemanusiaan sebagai Fondasi dalam Relasi Sosial Antar Manusia

8 Juli 2025
Kodrat Perempuan

Meruntuhkan Mitos Kodrat Perempuan

8 Juli 2025
relasi laki-laki dan perempuan yang

Menggugat Batas Relasi Laki-Laki dan Perempuan di Era Modern-Industrialis

8 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Pelecehan Seksual

    Stop Menormalisasi Pelecehan Seksual: Terkenal Bukan Berarti Milik Semua Orang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Perempuan Lebih Religius Daripada Laki-laki?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Relasi Imam-Makmum Keluarga dalam Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Pengalaman Biologis Perempuan Membatasi Ruang Geraknya?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Melawan Perundungan dengan Asik dan Menyenangkan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Melawan Perundungan dengan Asik dan Menyenangkan
  • Ketika Perempuan Tak Punya Hak atas Seksualitas
  • Relasi Imam-Makmum Keluarga dalam Mubadalah
  • Mengebiri Tubuh Perempuan
  • Mengapa Perempuan Lebih Religius Daripada Laki-laki?

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID