Mubadalah.id – Hukum di dunia memang bisa dibeli, tapi hukum di akhirat siap-siap hadapi sendiri. Begitulah kira-kira jika membicarakan hukum Indonesia yang hanya memperberat rakyat dan bebas bagi pejabat. Termasuk bagi-bagi abolisi dan amnesti.
DPR RI tiba-tiba memberikan pengumuman atas persetujuan surat ajuan Presiden Prabowo yang ingin memberikan abolisi kepada Tom Lembong dan amnesti kepada 1.116 orang lainnya, termasuk Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
Kasus Tom Lembong dan Hasto
Sebagaimana kita ketahui, Tom Lembong yang bernama Thomas Trikasih Lembong pernah menjabat sebagai Menteri Perdagangan RI di era Jokowi mendapatkan vonis hukuman 4.5 tahun penjara dan denda Rp. 750 juta oleh Hakim dalam kasus korupsi impor gula.
Tom Lembong terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum. Meski Hakim menyebutkan ia tidak menikmati hasil korupsi tersebut.
Namun, Majelis Hakim menyatakan Tom terbukti melakukan tindak pidana sesuai dengan unsur yang ada pada Pasal 2 UU Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Perbuatan Tom yang bertentangan dengan sejumlah aturan hukum yang berlaku, dinilai merupakan perbuatan melawan hukum.
Sementara Hasto yang menjabat sebagai Sekjen PDI Perjuangan, mendapatkan vonis 3,5 tahun penjara dengan denda Rp. 250 juta dalam kasus suap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan. Suap itu terkait pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 untuk Harun Masiku.
Pemberian abolisi dan amnesti kepada keduanya tentu mengundang perhatian publik. Apalagi secara umum publik mengatakan Tom Lembong tidak pantas mendapatkan hukuman sejak awal. Sementara Hasto, tentu saja ia mendapatkan keringanan karena merupakan kaki tangan dari partai raksasa, PDI Perjuangan.
Apasih Abolisi dan Amnesti?
Abolisi adalah hak kepala negara (Presiden) untuk menghapuskan tuntutan pidana terhadap seseorang atau sekelompok orang yang diduga melakukan tindak pidana, baik sebelum atau sesudah adanya putusan pengadilan. Dengan kata lain, abolisi dapat menghentikan proses hukum yang sedang berjalan atau yang sudah memiliki putusan.
Sedangkan amnesti adalah pengampunan atau penghapusan hukuman yang diberikan kepala negara kepada seseorang atau sekelompok orang yang telah melakukan tindak pidana tertentu, artinya penghapusan seluruh akibat hukum pidana. Baik abolisi maupun amnesti merupakan hak prerogatif Presiden, yang bisa ia berikan dengan mempertimbangkan saran dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Keputusan Presiden Prabowo tentu saja rancu apalagi ia berikan saat situasi seperti sekarang ini. Bagaimana proses hukum, baik hukum materiil maupun hukum formil yang terlaksana selama berbulan-bulan ini hanya sebagai tontonan yang membuahkan hasil tapi tidak boleh dimakan. Alias, sia-sia.
Hukum Hilang demi Kepentingan Politik
Melalui pemberian abolisi dan amnesti ini, tentunya hukum dan keadilan di Indonesia patut kita pertanyakan. Hukum seharusnya bersifat mengikat dan memaksa, artinya masyarakat wajib mematuhinya jika telah melakukan kesalahan berupa sanksi. Namun, saat ini, hukum seakan-akan menjadi kepentingan politik dan Negara telah gagal menyelamatkan konstitusi.
Tentunya keputusan apa saja yang Presiden putuskan akan memberikan dampak terhadap rakyat, bahkan merugikan masyarakat. Upaya tersebut dapat dengan mudah menghambat penegakan keadilan dan melanggar hak asasi manusia. Para korban dan keluarga, seringkali merasa bahwa amnesti tidak cukup mengatasi penderitaan sebab kejahatan yang telah terdakwa lakukan.
Rasulullah Saw. pernah bersabda: “Jihad yang paling utama adalah menyampaikan kebenaran di hadapan penguasa yang zalim.” (HR Abu Dawud, At Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Andai masyarakat kecil yang melakukan tindakan tersebut, apakah Pak Presiden dengan senang hati akan memberikan keringanan seperti itu secara cuma-cuma? Atau kah hanya untuk Pejabat yang jelas-jelas bersalah di mata hukum? Dan tentu saja, sekali lagi, mereka merugikan rakyat karena koruptor pastilah makan duit rakyat. []