Minggu, 24 Agustus 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Pendidikan Inklusi

    Pendidikan Inklusi Indonesia Masih Jauh dari Harapan: Mari Belajar dari Finlandia hingga Jepang

    Pendidikan Inklusi

    Pendidikan Inklusi: Jalan Panjang Menuju Sekolah Ramah Disabilitas

    Tunas Gusdurian 2025

    TUNAS GUSDURian 2025 Hadirkan Ruang Belajar Pencegahan Kekerasan Seksual di Pesantren hingga Digital Security Training

    Konferensi Pemikiran Gus Dur

    Merawat Warisan Gus Dur: Konferensi Pemikiran Pertama Digelar Bersama TUNAS GUSDURian

    Kenaikan Pajak

    Demokrasi di Titik Nadir: GUSDURian Ingatkan Pemerintah Soal Kenaikan Pajak dan Kebijakan Serampangan

    Musawah Art Collective

    Lawan Pernikahan Anak Lewat Seni: Musawah Art Collective Gelar Trip Exhibition “Breaking the Chain” di Tiga Kota

    Krisis Iklim

    Green Youth Quake: Pemuda NU dan Muhammadiyah Bergerak Lawan Krisis Iklim

    ‘Aisyiyah Bojongsari

    ‘Aisyiyah Bojongsari Rayakan HAN dan Milad ke-108 Lewat Lomba dan Diskusi

    KOPRI

    Buka Perspektif Geopolitik Kader Perempuan, KOPRI Bedah Buku 75 Tahun Indonesia Tiongkok

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Royalti Musik

    Pro-Kontra Royalti Musik, Dehumanisasi Industri Kreatif

    Ramah Disabilitas

    Jika Sekolah Masih Tak Ramah Disabilitas, Apa Pendidikan Kita Sudah Merdeka?

    Kesalingan Spiritual

    Tirakat; Kesalingan Spiritual yang Menghidupkan Keluarga

    Sekolah inklusif

    Relokasi Demi Sekolah Rakyat: Kenapa Bukan Sekolah Inklusi?

    Lomba Agustusan

    Lomba Agustusan Fahmina dan Refleksi Indonesia Merdeka

    Kemerdekaan Jiwa

    Dari Lembah Nestapa Menuju Puncak Kemerdekaan Jiwa

    Voice for Inclusive

    Voice for Inclusive PKKMB UB: Sebuah Kabar Baik dari Dunia Pendidikan

    Uang Panai

    Uang Panai: Stigma Perempuan Bugis, dan Solusi Mubadalah

    Pernikahan Terasa Hambar

    Masih Bersama, Tapi Mengapa Pernikahan Terasa Hambar?

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Kesehatan yang

    Peran Suami dalam Menjaga Kesehatan Ibu Hamil

    Masa Kehamilan Istri

    Dukungan Suami dan Keluarga dalam Masa Kehamilan Istri

    Keturunan

    Kerjasama Suami Istri dalam Mempersiapkan Keturunan

    Fire in The Rain

    Merayakan Talenta Individu melalui MV “Fire in The Rain”

    Memilih Pasangan

    Tips Memilih Pasangan Hidup

    Pernikahan yang

    Makna Pernikahan

    Pernikahan yang

    Mewujudkan Pernikahan Ideal dengan Kesiapan Lahir dan Batin

    Pernikahan yang

    Hikmah Pernikahan: Menjaga Nafsu, Memelihara Keturunan

    Pasangan

    Mengapa Pasangan Muda Perlu Pahami Kesehatan Reproduksi Sebelum Menikah?

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Pendidikan Inklusi

    Pendidikan Inklusi Indonesia Masih Jauh dari Harapan: Mari Belajar dari Finlandia hingga Jepang

    Pendidikan Inklusi

    Pendidikan Inklusi: Jalan Panjang Menuju Sekolah Ramah Disabilitas

    Tunas Gusdurian 2025

    TUNAS GUSDURian 2025 Hadirkan Ruang Belajar Pencegahan Kekerasan Seksual di Pesantren hingga Digital Security Training

    Konferensi Pemikiran Gus Dur

    Merawat Warisan Gus Dur: Konferensi Pemikiran Pertama Digelar Bersama TUNAS GUSDURian

    Kenaikan Pajak

    Demokrasi di Titik Nadir: GUSDURian Ingatkan Pemerintah Soal Kenaikan Pajak dan Kebijakan Serampangan

    Musawah Art Collective

    Lawan Pernikahan Anak Lewat Seni: Musawah Art Collective Gelar Trip Exhibition “Breaking the Chain” di Tiga Kota

    Krisis Iklim

    Green Youth Quake: Pemuda NU dan Muhammadiyah Bergerak Lawan Krisis Iklim

    ‘Aisyiyah Bojongsari

    ‘Aisyiyah Bojongsari Rayakan HAN dan Milad ke-108 Lewat Lomba dan Diskusi

    KOPRI

    Buka Perspektif Geopolitik Kader Perempuan, KOPRI Bedah Buku 75 Tahun Indonesia Tiongkok

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Royalti Musik

    Pro-Kontra Royalti Musik, Dehumanisasi Industri Kreatif

    Ramah Disabilitas

    Jika Sekolah Masih Tak Ramah Disabilitas, Apa Pendidikan Kita Sudah Merdeka?

    Kesalingan Spiritual

    Tirakat; Kesalingan Spiritual yang Menghidupkan Keluarga

    Sekolah inklusif

    Relokasi Demi Sekolah Rakyat: Kenapa Bukan Sekolah Inklusi?

    Lomba Agustusan

    Lomba Agustusan Fahmina dan Refleksi Indonesia Merdeka

    Kemerdekaan Jiwa

    Dari Lembah Nestapa Menuju Puncak Kemerdekaan Jiwa

    Voice for Inclusive

    Voice for Inclusive PKKMB UB: Sebuah Kabar Baik dari Dunia Pendidikan

    Uang Panai

    Uang Panai: Stigma Perempuan Bugis, dan Solusi Mubadalah

    Pernikahan Terasa Hambar

    Masih Bersama, Tapi Mengapa Pernikahan Terasa Hambar?

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Kesehatan yang

    Peran Suami dalam Menjaga Kesehatan Ibu Hamil

    Masa Kehamilan Istri

    Dukungan Suami dan Keluarga dalam Masa Kehamilan Istri

    Keturunan

    Kerjasama Suami Istri dalam Mempersiapkan Keturunan

    Fire in The Rain

    Merayakan Talenta Individu melalui MV “Fire in The Rain”

    Memilih Pasangan

    Tips Memilih Pasangan Hidup

    Pernikahan yang

    Makna Pernikahan

    Pernikahan yang

    Mewujudkan Pernikahan Ideal dengan Kesiapan Lahir dan Batin

    Pernikahan yang

    Hikmah Pernikahan: Menjaga Nafsu, Memelihara Keturunan

    Pasangan

    Mengapa Pasangan Muda Perlu Pahami Kesehatan Reproduksi Sebelum Menikah?

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Figur

Kemanusiaan Versi Mahatma Gandhi

Konsep “Ahimsa” yang menjadi pegangan dirinya dalam hidup membuat ia bersikeras menghindari segala bentuk kekerasan serta  menjalani hidup dengan kejujuran.

Muallifah Muallifah
13 Oktober 2020
in Figur, Tokoh
0
Kemanusiaan Versi Mahatma Gandhi
291
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Apa yang paling penting dalam relasi antar manusia? Memanusiakan manusia, atau dalam istilah yang sering kita dengar, kemanusiaan. Pasti akan banyak pertanyaan, kemanusiaan yang seperti apa? Apa hanya sekedar menghindari segala bentuk kekerasan, menyakiti, serta berbuat baik dalam segala apapun kondisinya. Namun, apakah mungkin kita akan tetap berbuat baik dengan orang yang sudah jelas-jelas melakukan kekerasan, pemerasan terhadap kita, bahkan terhadap negara kita?

Adakah strategi khusus yang bisa kita lakukan dalam menghadapi musuh tanpa adanya kekerasan? Bukankah sejarah kelam terjadi mulai dari perang dunia I hingga perang dunia 3 menyebabkan berjuta-juta jiwa kehilangan nyawanya. Bahkan kemerdekaan Indonesia, diperoleh dengan pengorbanan darah, hingga nyawa dari para pejuang yang berusaha untuk mencapai kemerdekaan Indonesia.

Bisakah tanpa pengorbanan nyawa kita mencapai kemerdekaan? Gandhi melakukannya untuk India dan memperoleh kemerdekaan pada 17 Agustus 1947. sosoknya sudah tiada beberapa puluhan tahun silam. Namun hingga kini menjadi salah satu tokoh ispirasi dari tokoh besar di negara kita. Diantara tokoh yang negarawan yang menyukai sosok Gandhi, yakni Proklamator Indonesia, Soekarno dan Gusdur. Tanpa melihat agama yang dianutnya, ia dikenal sebagai tokoh yang menyuarakan perdamaian, terlibat dalam permasalahan sosial yang begitu kompleks dan menyelesaikan dengan cara-cara manusiawi, tanpa kekerasan sedikitpun.

Jiwa agamawan melekat dalam dirinya, dalam tulisan autobiografi ditulisnya yang berjudul “mencari kebenaran Mahatma Gandhi”. Pernah suatu ketika dalam perjalanan naik kereta. Di masa itu, kelompok kelas menengah atas dan bawah sangat mencolok sekali, apalagi ras putih dan ras hitam. Kebetulan, pada waktu ia naik kereta golongan kelas menangah ke atas. Karena memiliki kulit hitam, dalam proses perjalanan ia dipukul oleh seorang laki-laki berkulit putih.

Katanya, Gandhi tidak pantas naik kereta golongan itu. Wajahnya jelek serta kulit hitam hanya cocok naik kereta golongan bawah. Gandhi berusaha untuk tidak menghiraukan cacian itu. Namun, laki-laki justru memukul Gandhi, tangan besarnya memukul tubuh Gandhi yang tidak seberapa, akhirnya tubuhnya terlempar. Pipinya berwarna biru, bibirnya berdarah.

Namun, anehnya Gandhi tidak melawan perbuatan itu. Ia tetap tenang, hingga laki-laki tersebut kesal sendiri lantaran Gandhi tidak melawannya. Orang-orang di sekelilingnya menolong Gandhi, mereka kasian dengan Gandhi dalam kondisi demikian. Mereka justru khawatir dengan sikap Gandhi yang tetap tenang, tanpa melawan kekerasan yang menimpanya. Akhirnya, sesampai di Stasiun, ia disambut oleh masyarakat India dengan menanyakan kondisi tragis yang ia alami di kereta. Mereka menanyakan kenapa Gandhi tidak membalas, Gandhi hanya menjawab, “Ahimsa”.

Konsep “Ahimsa” yang menjadi pegangan dirinya dalam hidup membuat ia bersikeras menghindari segala bentuk kekerasan serta  menjalani hidup dengan kejujuran. Bagi Gandhi, manusia adalah makhluk Tuhan yang memiliki nilai positif dan memberikan kekuatan yang luar biasa dalam menjalankan hubungan antar sesama, ia memandang bahwa manusia memilili kekuatan yang besar untuk hidup yakni cinta.

Cinta ini akan membawa manusia untuk hidup bersama dalam beranekaragam suku, kebudayaan, ras bahkan warna kulit. Melalui cinta, manusia bebas mengekspresikan segala bentuk kebaikan yang ada dalam dirinya dengan menghindari berbuat kejahatan dengan sesama makhluk. Ahimsa (kasih sayang) tidak hanya terbatas pada bentuk keyakinan semata, melainkan tercermin dalam sikap menyayangi seluruh makhluk hidup, dengan berbagai cara yang dilakukan oleh tiap-tiap individu.

Bagi Gandhi, Ahimsa merupakan sarana komunikasi antar pribadi, dan sungguh-sungguh dapat menghargai dan menjunjung tinggi kodrat dan harkat kemanusiaan orang lain. Melalui sikap yang demikian, umat manusia bersama-sama dapat membina persatuan dan hidup bermasyarakat yang lebih manusiawi, damai dan diwarnai oleh rasa persaudaraan. Perlawanan tanpa kekerasan menjadi model gerakan sekaligus pemikiran Ghandi dalam memperjuangkan ide-ide kemanusiaan.

Model gerakan tersebut ia buktikan ketika berada di Afrika Selatan, dengan menggagas “ Asosiasi Perlawanan Gerakan Pasif”, yang kemudian hari dikenal dengan “ Asosiasi Gerakan Satyagraha”. Pelawanan pasif ia dilakukan untuk melawan kesewenang-wenangan tanpa mengangkat senjata atau tanpa menekankan pada pengorbanan dan penderitaan pribadi.

Gerakan Satyagraha ini merupakan usaha mempertahankan kebenaran bukan dengan hukuman yang menderitakan lawan, namun dengan hukuman terhadap diri sendiri. Satyagraha menghendaki mawas diri, karena lawan harus dihentikan dari perbuatan salah melalui kesadaran dan simpati.

Satyagraha ini lebih dari sekedar “perlawanan pasif”, karena menghendaki hubungan yang positif yang terus menerus diantara lawan, dengan satu pandangan menuju perdamaian yang sesungguhnya. Nampaknya, model ini menjadi refleksi kita bersama sebagai bangsa Indonesia yang begitu beragam dengan menekankan pentingnya kesadaran sejak dini untuk saling menerima segala bentuk perbedaan yang tercipta tanpa menimbulkan gesekan yang mengarah pada hancurnya kesatuan dan persatuan.

Konsep diri yang dibawa oleh Gandhi menjadikan seseorang sebagai individu yang menekankan dirinya untuk terus melakukan kebaikan, merangkul segala bentuk perbedaan yang ada dengan menegasikan dirinya bagian kelompok tertentu. Tentu hal ini bukan bermaksud mencampur adukkan segala bentuk perbedaan yang ada. Namun, dalam konteks kebangsaan, sikap ini harus terus dipupuk demi menjaga keutuhan NKRI.

Gandhi berpandangan bahwa sikap pantang kekerasan bukanlah penhindaran diri dari perkelahian melawan kejahatan, melainkan sebaliknya. Sikap pantang kekerasan merupakan perkelahian yang lebih aktif dan lebih nyata melawan kejahatan, dibanding dengan pembalasan dendam yang hanya akan menambah kejahatan.  Dari konsep ini, nampaknya sangat relevan ketika adanya api bukan dibalas dengan api, melainkan dengan air untuk memadamkan api tersebut.

Perlu kita garis bawahi, bahwa sosok Gandhi dengan segala keteduhan jiwa yang dimiliki untuk selalu menghindari segala macam bentuk kekerasan, menjadi contoh besar kepada kita dalam merayakan hari perdamaian sebagai bahan ajar kepada pribadi diri kita sendiri agar selanjutnya bisa diaplikasikan dalam kehidupan, sehingga benar-benar bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi. []

 

 

 

 

 

Tags: kemanusiaanMahatma GandhiPerdamaian
Muallifah

Muallifah

Penulis asal Sampang, sedang menyelesaikan studi di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Tinggal di Yogyakarta

Terkait Posts

Hakikat Merdeka
Hikmah

Kemuliaan Manusia dan Hakikat Merdeka dalam Surah Al-Isra Ayat 70

19 Agustus 2025
Kemerdekaan
Publik

Kemerdekaan dan Iman Katolik: Merawat Persaudaraan dalam Kebhinekaan

18 Agustus 2025
Humanisme Inklusif
Publik

Humanisme Inklusif : Sebuah Tawaran Untuk Kesetaraan

8 Agustus 2025
Ibadah Anak Diserang
Publik

Ketika Ibadah Anak Diserang: Di Mana Rasa Aman untuk Minoritas?

31 Juli 2025
Trafficking
Hikmah

Trafficking dan Dosa Kemanusiaan

16 Juli 2025
Perkosaan yang
Hikmah

Perkosaan: Kekerasan Seksual yang Merendahkan Martabat Kemanusiaan

15 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Voice for Inclusive

    Voice for Inclusive PKKMB UB: Sebuah Kabar Baik dari Dunia Pendidikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan dalam Duka: Membaca Film Sore dengan Empati Bukan Penghakiman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Uang Panai: Stigma Perempuan Bugis, dan Solusi Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membaca Buku Si Bengkok Karya Ichikawa Saou

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pro-Kontra Royalti Musik, Dehumanisasi Industri Kreatif

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Peran Suami dalam Menjaga Kesehatan Ibu Hamil
  • Dukungan Suami dan Keluarga dalam Masa Kehamilan Istri
  • Nyai Hindun Anisah Torehkan Prestasi Lewat Disertasi tentang Gerakan Ulama Perempuan Indonesia
  • Pro-Kontra Royalti Musik, Dehumanisasi Industri Kreatif
  • Kerjasama Suami Istri dalam Mempersiapkan Keturunan

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID