Jumat, 12 Desember 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Data Pengalaman Perempuan

    Nyai Badriyah: KUPI Menegakkan Otoritas Keagamaan Berbasis Data dan Pengalaman Perempuan

    Halaqah Kubra 2025

    Halaqah Kubra 2025 Jadi Titik Konsolidasi Baru Gerakan Ulama Perempuan

    Halaqah Kubra

    Rektor UIN Sunan Kalijaga Apresiasi KUPI Pilih Kampus sebagai Mitra Penyelenggara Halaqah Kubra

    Halaqah Kubra di UIN

    KUPI Gelar Halaqah Kubra, Rektor UIN Sunan Kalijaga Soroti Data Partisipasi Perempuan di Dunia Islam

    pemberitaan

    Tantangan Media dalam Pemberitaan KDRT

    standar kecantikan

    Budaya Pop dan Standar Kecantikan yang Menyempitkan Perempuan

    Pemberitaan

    Media dan Bias dalam Pemberitaan Kekerasan terhadap Perempuan

    Media yang

    Aida Nafisah: Literasi Media Berperspektif Perempuan, Kunci Menghentikan Kekerasan yang Dinormalisasi

    Halaqah Kubra

    KUPI akan Gelar Halaqah Kubra untuk Memperkuat Peradaban Islam yang Ma’ruf dan Berkeadilan

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Berbagi

    Berbagi dalam Spiritualitas Keheningan dan Kasih

    Ekologi

    Mereka yang Menjaga Alam, Namun Menjadi Korban: Potret Perempuan di Tengah Krisis Ekologi

    Madrasah Creator KUPI

    Nanti Kita Cerita Tentang Madrasah Creator KUPI dan Halaqah Kubra KUPI

    krisis Laut

    Krisis Ekosistem Laut: Dari Terumbu Karang Rusak hingga Ancaman Mikroplastik

    Laras Faizati

    Laras Faizati: Ancaman Kebebasan terhadap Suara Perempuan

    Haramain

    Haramain dan Wacana Gender: Menimbang Batasan, Akses, dan Partisipasi

    Korban Bencana Alam

    ROI: Mengenal Istilah Penyebab Pejabat Datangi Korban Bencana Alam

    Kekerasan Seksual saat Bencana

    Perempuan, Trauma, dan Kekerasan Seksual saat Bencana

    Media Sosial Anak

    Perlukah Indonesia Batasi Usia Media Sosial Anak?

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Data Pengalaman Perempuan

    Nyai Badriyah: KUPI Menegakkan Otoritas Keagamaan Berbasis Data dan Pengalaman Perempuan

    Halaqah Kubra 2025

    Halaqah Kubra 2025 Jadi Titik Konsolidasi Baru Gerakan Ulama Perempuan

    Halaqah Kubra

    Rektor UIN Sunan Kalijaga Apresiasi KUPI Pilih Kampus sebagai Mitra Penyelenggara Halaqah Kubra

    Halaqah Kubra di UIN

    KUPI Gelar Halaqah Kubra, Rektor UIN Sunan Kalijaga Soroti Data Partisipasi Perempuan di Dunia Islam

    pemberitaan

    Tantangan Media dalam Pemberitaan KDRT

    standar kecantikan

    Budaya Pop dan Standar Kecantikan yang Menyempitkan Perempuan

    Pemberitaan

    Media dan Bias dalam Pemberitaan Kekerasan terhadap Perempuan

    Media yang

    Aida Nafisah: Literasi Media Berperspektif Perempuan, Kunci Menghentikan Kekerasan yang Dinormalisasi

    Halaqah Kubra

    KUPI akan Gelar Halaqah Kubra untuk Memperkuat Peradaban Islam yang Ma’ruf dan Berkeadilan

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Berbagi

    Berbagi dalam Spiritualitas Keheningan dan Kasih

    Ekologi

    Mereka yang Menjaga Alam, Namun Menjadi Korban: Potret Perempuan di Tengah Krisis Ekologi

    Madrasah Creator KUPI

    Nanti Kita Cerita Tentang Madrasah Creator KUPI dan Halaqah Kubra KUPI

    krisis Laut

    Krisis Ekosistem Laut: Dari Terumbu Karang Rusak hingga Ancaman Mikroplastik

    Laras Faizati

    Laras Faizati: Ancaman Kebebasan terhadap Suara Perempuan

    Haramain

    Haramain dan Wacana Gender: Menimbang Batasan, Akses, dan Partisipasi

    Korban Bencana Alam

    ROI: Mengenal Istilah Penyebab Pejabat Datangi Korban Bencana Alam

    Kekerasan Seksual saat Bencana

    Perempuan, Trauma, dan Kekerasan Seksual saat Bencana

    Media Sosial Anak

    Perlukah Indonesia Batasi Usia Media Sosial Anak?

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Melihat Matahari Terbit di Timur Indonesia: Dialog Gus Dur dengan Rakyat Papua

Gus Dur merangkul rakyat Papua, bukan dengan sekapan penguasa, bukan pula dengan kesewenangan kuasa, namun dengan dekapan kemanusiaan.

Moh. Rivaldi Abdul Moh. Rivaldi Abdul
12 September 2025
in Publik, Rekomendasi
0
Gus Dur dengan Rakyat Papua

Gus Dur dengan Rakyat Papua

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Di penghujung tahun 1999, Gus Dur berangkat ke Papua. Tujuannya, sebagaimana kata Gus Dur, “Saya sengaja datang jauh-jauh dari Jakarta kemari, ya sebenarnya tidak lain hanya ingin melihat matahari terbit di Papua.” Namun, kita tahu bahwa kunjungannya tidak sesederhana itu.

Perjalanan Gus Dur ke Papua lebih dari untuk melihat matahari awal tahun 2000. Itu menggambarkan pendekatan berbeda dalam penyelesaian konflik; dari yang sebelumnya amat militeristik menjadi lebih humanis. Kunjungan yang merupakan wujud kepedulian atas ketidakadilan yang terjadi selama bertahun-tahun.

Ia mungkin tidak melihat dengan jelas matahari terbit di Papua. Kita tahu keterbatasan fisiknya. Namun, ia bisa merasakan hangatnya matahari di sana. Dengan jelas, hatinya yang peka, yang penuh rasa kemanusiaan, merasakan hangatnya harapan rakyat Papua akan kemerdekaan yang adil buat mereka.

Gus Dur dan Kembalinya Identitas Papua

Pada momen kunjungan ini, Gus Dur mengumumkan, “Bahwa Irian Jaya hendaknya menjadi Papua.” Menurutnya, kata irian merupakan manipulasi, atau penyesuaian, kata dari bahasa Arab yang berarti telanjang. Dalam kamus Arab, kita dapat menemukan kata ‘uryanun yang berarti yang telanjang atau yang terbuka.

Dugaan Gus Dur mungkin karena dulu para pengembara Arab, yang datang di Papua, melihat orang-orang di sini hanya memakai Koteka. Sehingga, dikenanglah pulau ini sebagai tempat tinggal irian.

Oleh pusat, kata ini digunakan, entah dengan mengetahui maknanya atau tidak, untuk menyebut identitas rakyat Papua. Memang begitu kebiasaan rezim sebelumnya, bahkan juga sesudahnya, memutuskan suatu kebijakan tanpa memperhitungkan suara rakyat yang menempati ruang kebijakan.

Bagi Gus Dur, penggunaan kata irian, selain tidak mencerminkan kepantasan, juga tidak mewakili identitas masyarakat di pulau ini. Yang masyarakat tahu, mereka adalah orang Papua. Oleh karena itu, ia ingin identitas Papua kembali kepada mereka. Bukan lagi Irian Jaya tapi Papua.

Bagi rakyat Papua, ini momen haru. Seorang presiden mau memahami betul-betul identitas mereka. Gus Dur hadir bagaikan kehangatan matahari pagi. Ia mau memahami dan mewakili suara-suara rakyat Papua. Mereka bukan orang-orang irian yang berjaya. Mereka orang Papua yang merupakan bagian dari rakyat Indonesia.

Pendekatan Gus Dur, oleh Ahmad Suaedy dalam Gus Dur, Islam Nusantara, dan Kewarganegaraan Bineka: Penyelesaian Konflik Aceh dan Papua 1999-2001, disebut sebagai visi kewarganegaraan bineka. Terambil dari kata bineka tunggal ika. Pengakuan dan penghormatan atas keragaman masyarakat, merupakan dua indikasi penting dalam ukuran kewarganegaraan bineka.

Dan, Gus Dur telah melakukan itu. Ia tidak hanya memahami, tapi juga mengakui dan menghormati identitas rakyat Papua. Pendekatannya berbeda dari rezim sebelumnya, yang menuntut kesetiaan dengan pemaksaan dan kekerasan. Gus Dur tidak begitu. Ia lebih mengupayakan tegaknya keadilan bagi rakyat Papua. Sebab ia yakin, ketika negara betul-betul hadir untuk rakyat, tidak perlu kekerasan, kesetiaan terhadap negara akan tumbuh.

Dialog dengan Aktivis Papua Merdeka

Terhadap aktivis Papua Merdeka, alih-alih mengedepankan pendekatan kekerasan, ia justru membuka ruang dialog dengan mereka. Kata Gus Dur, “Setelah mendengarkan tadi, ungkapan perasaan dari kawan-kawan Papua Merdeka yang menginginkan negara sendiri. Sebagai perasaan, sebagai cetusan ungkapan, silahkan tidak ada masalah, saya terima dengan baik.”

Bayangkan, kalian menyatakan ingin merdeka dan mendirikan negara di hadapan presiden. Jika penanganan separatisme dilakukan dengan pendekatan kekerasan dan menutup dialog, seperti rezim-rezim pada umumnya, kita sudah bisa menebak apa yang bakal terjadi.

Namun, Gus Dur menempuh jalan yang berbeda. Ia tidak menutup pintu dialog dengan rakyat Papua. Bahkan, dengan aktivis Papua Merdeka, ia tidak serta merta mengatai mereka makar. Ia menganggap ungkapan merdeka sebagai opini dari orang-orang sebab negara gagal hadir untuk mereka.

Gus Dur jelas tidak setuju dengan gagasan Papua Merdeka dalam arti mendirikan negara sendiri. Kata Gus Dur, “Saya juga punya kewajiban konstitusional lain, yaitu mempertahankan keutuhan wilayah yang saya emban saat ini.” Oleh karena itu, ia tidak setuju dengan tuntutan merdeka dalam makna mendirikan negara. Rakyat dapat berbicara sebanyak-banyaknya. Sebagai presiden, ia membuka dialog. Tapi, kata Gus Dur, “Jangan sampai melakukan tindakan menciptakan negara di dalam negara.”

Meski tidak setuju dengan gerakan Papua Merdeka, namun pada level ekspresi menyatakan pendapat Gus Dur tidak melarang mereka. Bahkan, sebagaimana Suaedy, Gus Dur menyantuninya sebagai bagian dari dialog. Sebagai dialog, situasi bisa saja tegang, namun ketegangan itu bukan untuk memunculkan kekerasan melainkan negosiasi-negosiasi. Melalui keberhasilan membingkai dialog, Gus Dur dapat mengendalikan bahkan meniadakan kekerasan di tengah tuntutan Papua Merdeka.

Dalam dialog, ia tegas menyatakan tidak setuju dengan negara di dalam negara, dan memberi solusi kompromi berupa otonomi khusus bagi Papua. Implementasinya melalui UU Otonomi Khusus Papua No. 21 tahun 2001. Ya, meski harus kita akui adanya otsus juga belum sepenuhnya menyelesaikan isu ketidakadilan di Papua.

Dan, suara-suara Papua Merdeka juga masih nyaring terdengar hingga saat ini. Namun, itu bukan berarti upayanya gagal. Sebagai presiden, Gus Dur dalam hal ini telah berhasil meneladankan bahwa penanganan konflik tanpa kekerasan dari negara itu sesuatu yang mungkin.

Memandang Rakyat Papua dengan Setara

Selain itu, dalam kasus Papua, ia juga telah menunjukkan etika relasi antara pusat dan daerah, relasi antara pemimpin dan rakyat, yang berdasarkan pada kesetaraan, bukan kesewenangan. Tidak seperti rezim pada umumnya yang hanya mau didengarkan, yang berpikir proyek mereka lebih utama daripada rakyat kecil. Ia justru datang di tengah rakyat Papua untuk mendengarkan. Kata Gus Dur, “Saya ingin mendengarkan sendiri dari yang bersangkutan.”

Jadi Gus Dur datang tidak hanya untuk didengarkan tapi juga mendengarkan. Dalam proses mendengarkan dan didengarkan, Gus Dur memosisikan diri secara setara dengan rakyat Papua. Bahkan, sebagaimana Suaedy, dengan para aktivis OPM pun demikian, ia membuka dialog. Bukan dialog sewenang antara si rezim dan si rakyat. Melainkan, dialog setara antara seorang warga yang mendapat mandat sebagai presiden dan warga yang sedang menuntut keadilan.

Di sini, Gus Dur menunjukkan ekspresi kesetaraan antara pemerintah dan rakyat. Ia mengajarkan nilai kesetaraan dalam bernegara. Kondisi ini termasuk yang membedakannya dengan rezim-rezim yang lain, yang katanya ingin menegakkan keadilan di negeri ini, namun suka sewenang sendiri dalam mengambil kebijakan.

Gus Dur merangkul rakyat Papua, bukan dengan sekapan penguasa, bukan pula dengan kesewenangan kuasa, namun dengan dekapan kemanusiaan. Dan, pendekatannya berhasil menggugah rakyat Papua. Sehingga, mereka mengenangnya, sebagaimana judul buku Titus Pekei, sebagai Gus Dur Guru Papua. []

Tags: Ajaran Gus Durgus durKonflik PapuaPapuaRefleksi Kemanusiaanteladan gus dur
Moh. Rivaldi Abdul

Moh. Rivaldi Abdul

S1 PAI IAIN Sultan Amai Gorontalo pada tahun 2019. S2 Prodi Interdisciplinary Islamic Studies Konsentrasi Islam Nusantara di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sekarang, menempuh pendidikan Doktoral (S3) Prodi Studi Islam Konsentrasi Sejarah Kebudayaan Islam di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Terkait Posts

Gus Dur yang
Publik

Di Balik Cinta dan Kebencian kepada Gus Dur

15 November 2025
Romo Mangun
Figur

Romo Mangun dan Spiritualitas Membumi: Pahlawan tak Bergelar

13 November 2025
Gus Dur dan Daisaku Ikeda
Aktual

Belajar dari Gus Dur dan Daisaku Ikeda, Persahabatan adalah Awal Perdamaian

14 Oktober 2025
Daisaku Ikeda
Aktual

Dialog Kemanusiaan Gus Dur & Daisaku Ikeda, Inaya Wahid Tekankan Relasi Lintas Batas

6 Oktober 2025
Soka Gakkai
Aktual

Pimpinan Soka Gakkai Jepang: Dialog Antaragama Hilangkan Salah Paham tentang Islam

2 Oktober 2025
Gus Dur dan Ikeda
Aktual

Masjid Istiqlal Jadi Ruang Perjumpaan Dialog Peradaban Gus Dur dan Daisaku Ikeda

1 Oktober 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • pemberitaan

    Tantangan Media dalam Pemberitaan KDRT

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Laras Faizati: Ancaman Kebebasan terhadap Suara Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Haenyeo Melawan Kiamat Iklim: Nafas Terakhir Penjaga Laut Jeju

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Budaya Pop dan Standar Kecantikan yang Menyempitkan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Haramain dan Wacana Gender: Menimbang Batasan, Akses, dan Partisipasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Nnena Kalu Melawan Tiga Sekat: Difabilitas, Perempuan, lagi Kulit Hitam
  • Nyai Badriyah: KUPI Menegakkan Otoritas Keagamaan Berbasis Data dan Pengalaman Perempuan
  • Halaqah Kubra 2025 Jadi Titik Konsolidasi Baru Gerakan Ulama Perempuan
  • Memaknai Hijab dan Kebebasan Perempuan dalam Novel Ratu yang Bersujud
  • Rektor UIN Sunan Kalijaga Apresiasi KUPI Pilih Kampus sebagai Mitra Penyelenggara Halaqah Kubra

Komentar Terbaru

  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID