Mubadalah.id – Al-Qur’an bukan hanya kitab suci yang memuat tuntunan ibadah ritual, tetapi juga sumber nilai universal yang mengatur kehidupan manusia dalam segala aspeknya. Salah satu nilai fundamental yang ditekankan dalam Al-Qur’an adalah kasih sayang (asih) dan pengasuhan (asuh).
Kedua nilai ini membentuk dasar relasi manusia, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, maupun relasi yang lebih luas. Nilai asih-asuh dapat ditemukan dalam ayat-ayat yang berbicara tentang rahmat, mawaddah, tarbiyah, dan hidayah. Telaah tematik terhadap konsep ini akan membantu kita memahami bagaimana Al-Qur’an merumuskan prinsip hubungan sosial yang berkeadilan, berempati, dan berorientasi pada pertumbuhan bersama.
Tulisan ini mencoba menelusuri bagaimana Al-Qur’an memadukan nilai kasih sayang dan pengasuhan sebagai prinsip hidup yang menyeluruh. Dengan menelaah ayat-ayat yang berbicara tentang rahmat, mawaddah, tarbiyah, dan hidayah, pembahasan akan mengungkap bagaimana kasih sayang menjadi ruh dari setiap relasi manusia.
Bagaimana pengasuhan membentuk karakter dan moralitas, serta bagaimana keduanya bersatu membangun relasi yang seimbang antara cinta, bimbingan, dan tanggung jawab.
Asih: Spirit Kasih Sayang dalam Al-Qur’an
Kasih sayang merupakan salah satu nilai utama yang menjadi napas ajaran Islam. Hal ini tercermin dari dua nama Allah yang paling sering disebut: Ar-Rahman dan Ar-Rahim. Kata rahmah (kasih sayang) muncul lebih dari 300 kali dalam Al-Qur’an, menunjukkan bahwa kasih sayang adalah fondasi relasi Allah dengan hamba-Nya sekaligus relasi antar-manusia.
Ayat yang paling mendasar dalam menguraikan nilai kasih sayang adalah QS. Al-Anbiya’ [21]:107, “Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam.” Ayat ini menunjukkan bahwa misi kenabian adalah menghadirkan rahmat universal, bukan hanya untuk manusia tetapi juga untuk seluruh makhluk. Dengan kata lain, kasih sayang dalam perspektif Qur’ani bersifat inklusif, melampaui batas etnis, agama, atau kelompok sosial.
Kasih sayang juga menjadi dasar hubungan keluarga. QS. Ar-Rum [30]:21 menegaskan bahwa Allah menciptakan pasangan agar manusia merasa tenteram, dan Dia menjadikan mawaddah (cinta) dan rahmah (kasih sayang) di antara keduanya.
Ayat ini menunjukkan bahwa relasi suami-istri idealnya terbangun atas dasar kasih sayang, bukan paksaan atau dominasi. Dalam konteks yang lebih luas, ayat ini juga dapat dibaca sebagai landasan bahwa setiap relasi sosial harus berorientasi pada ketenangan batin, saling menghormati, dan rasa empati.
Kasih sayang dalam Al-Qur’an bukan hanya perasaan, tetapi harus kita wujudkan dalam tindakan nyata. QS. Al-Ma’idah [5]:32 menegaskan bahwa menyelamatkan satu jiwa manusia seakan-akan sama dengan menyelamatkan seluruh umat manusia. Pesan ini mendorong umat Islam untuk mempraktikkan kasih sayang dengan melindungi kehidupan, menghindari kekerasan, dan menegakkan keadilan.
Asuh: Prinsip Pengasuhan dan Pendidikan Qur’ani
Selain kasih sayang, Al-Qur’an juga mengajarkan prinsip pengasuhan yang komprehensif. Kata “asuh” dapat kita maknai sebagai bimbingan, perawatan, dan pendidikan agar seseorang tumbuh menjadi pribadi yang baik. Prinsip ini sejalan dengan konsep tarbiyah dalam Islam, yang mencakup penumbuhan (nurturing) potensi fisik, intelektual, spiritual, dan moral.
Salah satu ayat yang paling sering berkaitan dengan pengasuhan adalah QS. At-Tahrim [66]:6, “Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…” Ayat ini mengandung perintah untuk menjaga keluarga, yang mencakup dimensi pendidikan iman, akhlak, dan nilai moral. Tugas pengasuhan bukan sekadar memberi nafkah, tetapi juga memastikan anak-anak mendapatkan bimbingan spiritual agar terhindar dari perilaku destruktif.
Kisah Luqman dalam QS. Luqman [31]:13–19 adalah contoh nyata model pengasuhan Qur’ani. Dalam nasihatnya, Luqman mengajarkan tauhid, etika sosial, kesabaran, dan tata krama dalam berinteraksi. Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa pengasuhan tidak hanya berorientasi pada kepatuhan anak kepada orang tua, tetapi juga membentuk kemandirian moral anak agar mampu mengambil keputusan dengan hikmah.
Selain itu, QS. Al-Baqarah [2]:233 berbicara tentang penyusuan selama dua tahun penuh, yang mengisyaratkan pentingnya perhatian terhadap kebutuhan fisik dan emosional anak di masa awal kehidupan. Ini menunjukkan bahwa pengasuhan dalam Islam mencakup aspek kasih sayang biologis (seperti menyusui), kedekatan emosional, serta pembinaan mental dan spiritual.
Integrasi Asih-asuh: Fondasi Relasi Qur’ani yang Holistik
Nilai asih-asuh bukanlah dua hal yang terpisah, melainkan saling melengkapi. Asih memberikan dasar emosional berupa rasa kasih dan empati, sedangkan asuh memberikan bentuk berupa bimbingan, arahan, dan penumbuhan karakter. Al-Qur’an mengajarkan agar keduanya diintegrasikan dalam setiap relasi manusia.
Dalam konteks keluarga, integrasi ini berarti bahwa orang tua tidak cukup hanya mencintai anaknya (asih), tetapi juga harus mendidiknya dengan penuh tanggung jawab (asuh).
Sebaliknya, pengasuhan yang keras tanpa kasih sayang akan melahirkan generasi yang tertekan dan tidak bahagia. Al-Qur’an menyeimbangkan keduanya: kasih sayang harus memandu metode pengasuhan, sementara pengasuhan memastikan kasih sayang tidak melahirkan sikap permisif yang merusak.
Dalam konteks sosial, integrasi nilai asih-asuh dapat terwujud melalui sistem pendidikan, kebijakan sosial, dan budaya saling menolong yang berlandaskan empati. Masyarakat yang ideal dalam Al-Qur’an digambarkan sebagai umat wasath (umat yang moderat dan seimbang), yang mampu mengasihi sesama dan menumbuhkan potensi kolektif. Prinsip ini dapat kita terapkan dalam upaya pengentasan kemiskinan, pemberdayaan masyarakat, dan penyelesaian konflik dengan cara damai.
Integrasi nilai asih-asuh juga relevan dalam konteks dakwah. Dakwah Qur’ani bukan hanya menyampaikan kebenaran secara verbal, tetapi juga membimbing dengan kelembutan. Nabi Muhammad saw. dikenal sebagai sosok yang penuh kasih sayang terhadap umatnya, tetapi juga tegas dalam mendidik mereka. Inilah wujud nyata harmoni antara asih dan asuh.
Ajaran asih dan asuh dalam Al-Qur’an memberikan pedoman holistik untuk membangun relasi yang sehat, baik dalam keluarga maupun masyarakat. Asih menekankan pada aspek kasih sayang, sedangkan asuh menekankan pada bimbingan dan pendidikan. Keduanya saling melengkapi sehingga menghasilkan keseimbangan antara cinta dan disiplin, empati dan tanggung jawab.
Telaah tematik ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an bukan hanya mendorong umatnya untuk berbuat baik secara individual, tetapi juga mengatur pola hubungan sosial yang mendidik, memberdayakan, dan membawa kedamaian. Integrasi nilai asih-asuh menjadi fondasi penting bagi peradaban yang berkeadilan dan berempati, sesuai dengan misi Islam sebagai rahmat bagi semesta alam. []