Rabu, 19 November 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Human Rights Tulip 2025

    KUPI Masuk 10 Deretan Pembela HAM Dunia dalam Human Rights Tulip 2025

    KUPI

    KUPI: Jalan Panjang Ulama Perempuan Menuju Pengakuan Global

    Bedah Buku #Reset Indonesia

    Bedah Buku #Reset Indonesia: Membongkar Kegagalan Sistemik Negeri Ini

    silent revolution

    Prof. Alimatul Qibtiyah Sebut Silent Revolution sebagai Wajah Gerakan Perempuan Indonesia

    Alimat

    Alimat Teguhkan Arah Gerakan Perempuan Lewat Monev Sosialisasi Pandangan Keagamaan KUPI tentang P2GP

    mahasiswa dan diaspora Indonesia di Sydney

    Mahasiswa dan Diaspora Indonesia di Sydney Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

    Soeharto

    Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto

    Pahlawan Soeharto

    Ketua PBNU hingga Sejarawan Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Dosanya Besar bagi NU dan Masyarakat

    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Fiqih Al-Murunah

    Mempraktikkan Fiqih Al-Murunah Untuk Difabel, Mungkinkah?

    beragama dan berkeyakinan

    Kegagalan Negara dalam Menjamin Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

    Ruang Bioskop

    Mengapa Desain Ruang Bioskop Ableis terhadap Penonton Difabel?

    Perkawinan Katolik

    Perkawinan Katolik yang Sifatnya Monogami dan Tak Terceraikan

    Perempuan dan Alam

    Saat Alam Dirusak, Perempuan yang Paling Awal Menanggung Akibatnya

    Kampus Menjadi Ruang

    Bersama Melawan Bullying: Kampus Harus Menjadi Ruang Aman

    Tinder

    Kelindan Teror dalam Aplikasi Tinder

    CBB

    Cewek Bike-Bike (CBB): Bukan Sekadar Kayuhan, Tapi tentang Merayakan Tubuh Perempuan

    Al-Ummu Madrasatul Ula

    Menafsir Al-Ummu Madrasatul Ula: Keluarga Sebagai Sekolah Pertama

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Human Rights Tulip 2025

    KUPI Masuk 10 Deretan Pembela HAM Dunia dalam Human Rights Tulip 2025

    KUPI

    KUPI: Jalan Panjang Ulama Perempuan Menuju Pengakuan Global

    Bedah Buku #Reset Indonesia

    Bedah Buku #Reset Indonesia: Membongkar Kegagalan Sistemik Negeri Ini

    silent revolution

    Prof. Alimatul Qibtiyah Sebut Silent Revolution sebagai Wajah Gerakan Perempuan Indonesia

    Alimat

    Alimat Teguhkan Arah Gerakan Perempuan Lewat Monev Sosialisasi Pandangan Keagamaan KUPI tentang P2GP

    mahasiswa dan diaspora Indonesia di Sydney

    Mahasiswa dan Diaspora Indonesia di Sydney Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

    Soeharto

    Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto

    Pahlawan Soeharto

    Ketua PBNU hingga Sejarawan Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Dosanya Besar bagi NU dan Masyarakat

    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Fiqih Al-Murunah

    Mempraktikkan Fiqih Al-Murunah Untuk Difabel, Mungkinkah?

    beragama dan berkeyakinan

    Kegagalan Negara dalam Menjamin Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

    Ruang Bioskop

    Mengapa Desain Ruang Bioskop Ableis terhadap Penonton Difabel?

    Perkawinan Katolik

    Perkawinan Katolik yang Sifatnya Monogami dan Tak Terceraikan

    Perempuan dan Alam

    Saat Alam Dirusak, Perempuan yang Paling Awal Menanggung Akibatnya

    Kampus Menjadi Ruang

    Bersama Melawan Bullying: Kampus Harus Menjadi Ruang Aman

    Tinder

    Kelindan Teror dalam Aplikasi Tinder

    CBB

    Cewek Bike-Bike (CBB): Bukan Sekadar Kayuhan, Tapi tentang Merayakan Tubuh Perempuan

    Al-Ummu Madrasatul Ula

    Menafsir Al-Ummu Madrasatul Ula: Keluarga Sebagai Sekolah Pertama

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Menilik Kembali Konsep Muasyarah bil Ma’ruf: Refleksi Tren Sepuluh Ribu di Tangan Istri yang Tepat

Dalam realita hidup, cinta teruji bukan hanya oleh emosi, tapi juga oleh kebutuhan sehari-hari yang tak bisa terlepas dari aspek ekonomi

Intan Handita Intan Handita
29 Oktober 2025
in Keluarga
0
Tren Sepuluh Ribu di Tangan Istri yang Tepat

Tren Sepuluh Ribu di Tangan Istri yang Tepat

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Tren sepuluh ribu di tangan istri yang tepat. sempat menuai hujatan dan cacian di platform media sosial Tik tok. Tren tersebut menampilkan seorang istri yang tengah membelanjakan uang belanja harian yang hanya sepuluh ribu dalam sehari. Tentu saja hal tersebut berhasil membuat para netizen muntab dan mengeluarkan sumpah serapah. Pasalnya, hal itu sama sekali terdengar tidak masuk akal.

Netizen pun terbagi menjadi dua, ada yang menganggap hal tersebut sebagai candaan. Karena dirasa tidak masuk akal untuk memberi makan satu keluarga sehari dengan nominal tersebut. Pastilah hal tersebut hanya dilakukan untuk konten belaka.

Namun, sebagian lagi berpendapat bahwa hal tersebut sangat tidak pantas untuk dilakukan. Selain karena tidak masuk akal nominal tersebut hanya bisa jika hidup sendirian. Dalam artian tidak punya kewajiban menafkahi orang lain.

Bertambah lagi, video tersebut menampilkan seorang perempuan yang tengah hamil. Tentu saja, netizen TikTok muntab melihatnya, bayangkan saja jika benar-benar belanja dengan nominal tersebut untuk kebutuhan pangan, maka sudah pasti bayi yang dikandung terancam mal nutrisi atau stunting.

Hal yang lebih mencengangkan lagi, tren tersebut telah memakan korban. Seorang dokter menceritakan pengalamannya tentang pasiennya yang tengah asma, namun telat terbawa ke rumah sakit.

Menurut cerita, pasien tersebut adalah seorang anak yang tengah mengalami serangan asma tiba-tiba. Namun, sang ibu, tidak bisa membawa anaknya ke rumah sakit tepat waktu saat itu karena tidak ada cukup uang dan menunggu suaminya pulang dari memancing bersama teman-temannya.

Pengaruh Tren Media Sosial

Selepas suaminya pulang, kedua suami istri pun membawa sang anak ke rumah sakit. Sang dokter pun menginterogasi kedua orang tua yang telat membawa anak mereka untuk berobat.

Sang istri menjawab bahwa sang suami pergi memancing selama seminggu dan hanya meninggalkan uang dua ratus ribu untuk keperluan dapur dan rumah. Lalu, saat sang anak tiba-tiba asma, si ibu pun tidak dapat membawa anaknya ke rumah sakit tepat waktu, karena uang nafkah tersebut tersisa hanya dua puluh lima ribu.

Mirisnya, sang suami malah menjawab dengan jawaban yang tidak terpikirkan sebelumnya akan keluar dari mulut seorang suami.

“Kamu itu bukan istri yang tepat, masa uang segitu tidak cukup. Di TikTok aja bisa, kok”.

Sungguh miris sekali, kewajiban menafkahi anak dan seorang istri tidak dapat ditunaikan dengan baik hanya karena terpapar video tren Tik tok, yang bisa jadi hanyalah sebuah konten belaka. Bukan realita.

Meminjam kosakata anak gen z hari ini, “in this economy” rasionalkah nominal tersebut untuk memberi makan satu keluarga dalam sehari? Miris.

Konsep Muasyarah bil Ma’ruf dan Refleksi Tren “Sepuluh Ribu”

Menikah adalah sebuah tanggung jawab yang besar. Berani memutuskan untuk menikah berarti berani dan siap menafkahi dan bertanggungjawab pada pasangan. Bertanggungjawab untuk menghormati, menghargai, menafkahi, mendidik, juga menuntun pasangan pada segala hal yang Allah ridlai. Tentu saja ini merupakan tanggung jawab yang sangat besar.

Menikah bukan seremeh ijab qabul, sah dan selesai. Menikah berarti juga berkomitmen untuk berbuat ihsan pada pasangan seumur hidup. Perbuatan ihsan ini dalam al-Quran, disebut dengan konsep muasyarah bil ma’ruf.

Konsep ini berdasarkan pada penggalan ayat Quran Surah an-Nisa’ ayat 19.

وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِۚ

Konsep ini memiliki artian memperlakukan istri dengan baik. Para mufassir sebagian besar menyetujui bahwa ayat tersebut berobjek pada para suami.

Abu Ja’far ath-Thabari dalam tafsirnya, Tafsir ath-Thabari menjelaskan bahwa perintah tersebut memiliki artian wa shaahibuuhunna bil ma’ruuf, yang artinya perlakukan dan pergaulilah istri-istrimu dengan baik.

Penafsiran Para Ulama

Hal ini senada dengan pendapat Ahmad Musthofa Al-Maraghi, ayat tersebut mengandung perintah memperlakukan istri dengan baik. Yakni dengan tidak menyusahkan nafkah mereka, tidak menyakiti mereka dengan lisan maupun perbuatan, tidak menemui mereka dengan wajah yang masam dan berperilaku ramah karena perempuan diciptakan dengan hati yang lembut dan sudah qadratnya untuk kita perlakukan dengan baik.

Nawawi al Bantani, dalam Marah Labid menjelaskan ayat tersebut bermaksud pada berlaku adil dalam menginap dan menafkahi (jika istrinya lebih dari satu) juga perintah untuk berbicara dengan baik. Dalam tafsirnya, Quraisy Syihab menjelaskan bahwa kata al-ma’ruf memiliki maksud tidak mengganggu, tidak memaksa dan hal-hal serupa, dalam artian memperlakukan istri dengan sebaik-baiknya.

Jika kita lihat dari konsep muasyarah bil ma’ruf di atas, maka sudah sangat jelas bahwa tren “sepuluh ribu” menyalahi konsep aturan tersebut. Menafkahi adalah kewajiban suami, dan istri berhak mendapatkan nafkahnya.

Kalaupun memang dengan nominal tersebut ternyata dapat mencukupi kebutuhan atau nafkah dalam sehari ya tidak apa-apa, sah-sah saja. Namun, kurang etis jikalau terunggah ke media sosial. Mengingat kita hidup di era post truth, di mana fakta objektif sering terabaikan dan tergantikan oleh keyakinan emosional atau preferensi pribadi.

Fenomena post truth menunjukkan bagaimana opini publik tidak lagi terbentuk oleh fakta-fakta ilmiah atau data yang terverifikasi, melainkan lebih banyak terpengaruhi oleh emosi dan kepercayaan subjektif. Salah satu contohnya adalah korban dari tren “sepuluh ribu” tadi di mana sang suami meyakni bahwa dengan uang sepuluh ribu bisa untuk mencukupi kebutuhan pangan dan dapur dalam sehari. Padahal, bisa jadi hanya konten belaka, bukan?

Cinta Memang dari Hati, tapi Cinta Dirawat dengan Ekonomi

Tren “sepuluh ribu” ini berhasil mengingatkan saya pada sebuah lagu dangdut milik Zaskia Gotik berjuudul Bang Jono dengan penggalan lirik berikut.

Kau fikir hidup ini cuma makan batu

Kau fikir anakmu tak butuh susu

Susu yang inilah susu yang itulah

Susa susi susi susah

Penggalan lirik tersebut sangat menggambarkan bahwa cinta tidak hanya dapat terawat oleh rayuan dan gombalan semata. Ada banyak hal yang juga menjadi fondasi dalam cinta, salah satunya adalah finansial yang matang. Karena kita tidak mungkin makan cinta untuk hidup, bukan? Kalau di sinetron zaman dulu sih, katanya begini “makan tuh cinte!”.

Cinta adalah perasaan tulus yang lahir dari dalam hati—ia tak bisa kita paksakan, dibeli, atau kita buat-buat. Saat dua hati saling tertarik dan menyatu, cinta hadir sebagai kekuatan emosional yang memberi makna pada kebersamaan.

Namun, meski cinta bermula dari hati, mempertahankannya membutuhkan lebih dari sekadar rasa. Dalam realita hidup, cinta teruji bukan hanya oleh emosi, tapi juga oleh kebutuhan sehari-hari yang tak bisa terlepas dari aspek ekonomi.

Pentingnya Literasi Keuangan Keluarga

Dalam hubungan jangka panjang seperti pernikahan atau hidup bersama, faktor finansial seringkali menjadi penyebab utama pertengkaran atau bahkan perpisahan. Bukan karena cinta hilang, tapi karena tekanan hidup yang tak tertopang oleh perencanaan keuangan yang matang.

Rasa sayang memang mampu menenangkan hati, namun tidak akan bisa menggantikan biaya sewa rumah, belanja bulanan, atau kebutuhan anak. Ekonomi bukan pengganti cinta, tapi ia adalah fondasi yang menopang kehidupan bersama agar tetap stabil dan harmonis.

Oleh karena itu, merawat cinta berarti juga merawat kestabilan ekonomi. Saling terbuka soal keuangan, punya tujuan finansial bersama, dan saling mendukung dalam mencari atau mengelola rezeki adalah bentuk nyata dari cinta yang dewasa.

Hubungan yang sehat bukan hanya tentang kata-kata manis, tapi juga kerja sama menghadapi kerasnya hidup. Karena cinta yang hanya bergantung pada perasaan, tanpa ditopang oleh tanggung jawab dan kemampuan ekonomi, akan mudah rapuh saat terhantam realita. Maka di sini penting untuk memahami literasi keuangan keluarga.

Menjadi Perempuan yang Berdaya

Dari tren “sepuluh ribu” yang mengguncang jagat media sosial TikTok, banyak sekali pelajaran yang dapat dipetik. Salah satunya adalah pentingnya pemberdayaan perempuan.

Menjadi perempuan yang berdaya berarti memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan, mandiri secara emosional maupun finansial, serta mampu menentukan arah hidup sendiri.

Kemandirian ini bukan hanya soal memiliki pekerjaan atau penghasilan, tapi juga tentang kepercayaan diri dan kesadaran akan nilai diri sendiri. Perempuan yang berdaya tidak mudah didikte oleh tekanan sosial, dan mampu berdiri tegak bahkan ketika menghadapi tantangan dalam keluarga, pekerjaan, maupun kehidupan pribadi.

Dalam banyak konteks, perempuan sering kali berhadapan dengan ekspektasi yang membatasi ruang geraknya—harus lembut, harus patuh, atau harus bergantung pada orang lain.

Padahal, ketika perempuan diberi ruang untuk berkembang dan didukung untuk berdaya, dampaknya tidak hanya dirasakan oleh dirinya sendiri, tapi juga oleh keluarga dan masyarakat luas. Perempuan yang cerdas dan mandiri dapat menjadi pendidik pertama yang kuat bagi anak-anaknya dan penggerak perubahan di lingkungan sekitarnya.

Pemberdayaan perempuan bukan sekadar isu feminisme atau kesetaraan gender, tapi tentang menciptakan dunia yang lebih adil dan seimbang. Saat perempuan memiliki akses pada pendidikan, pekerjaan yang layak, serta ruang untuk menyuarakan pendapat, maka seluruh masyarakat akan ikut tumbuh. Menjadi perempuan yang berdaya adalah bentuk penghormatan terhadap diri sendiri, dan juga kontribusi nyata terhadap masa depan yang lebih baik bagi semua.

Berani, Lepas dan Bebas

Untuk menanggapi tren ini, saya akan mengutip cuitan warga X. Make money, so you can walk away from situatiosn you don’t like. Cuitan anonim ini terasa relevan saat ini, meskipun uang bukan segalanya, tapi di dunia ini apa yang tidak butuh uang? Sudah bukan zamannya, perempuan hanya duduk manis sambil menanti jatah nafkah dari suami.

Perempuan-perempuan hari ini harus berani keluar dari zona yang mengekang dan menggarisi langkah mereka seolah memberi batas. Perempuan bukan diciptakan hanya untuk menikah, melayani suami, melahirkan anak, merawat keduanya lalu mati. Perempuan terciptan di dunia untuk melahirkan peradaban, dan yang melahirkan peradaban sudah sepatutnya memiliki kebebasan atas dirinya sendiri.

Mengutip nasihat Ning Khilma Anis, “Hadiah terhebat kita sebagai perempuan untuk diri kita sendiri adalah kebebasan. Bebas lepas. Punya sayap sendiri untuk terbang. Kalau perempuan mandiri, dia hanya berharap dari apa yang diusahakan sama kaki dan tangannya sendiri. Berdiri di kaki sendiri sebisa-bisanya.”

Maka, mari jadi perempuan yang menghargai dan menghormati dirinya sendiri. Dan bagi laki-laki, jadilah laki-laki yang lakunya lelaki. Menghargai perempuan sesuai perintah Tuhan, karena yang melahirkan peradaban tidak patut kita lecehkan. []

 

 

Tags: istrikeluargakontenRelasisuamiTren Sepuluh Ribu di Tangan Istri yang Tepat
Intan Handita

Intan Handita

Lulusan sastra Arab, hobi baca, nulis, dan sekarang lagi ngincer skill gambar biar lengkap. Bisa dihubungi di ig: @intnhndta

Terkait Posts

Perkawinan Katolik
Personal

Perkawinan Katolik yang Sifatnya Monogami dan Tak Terceraikan

18 November 2025
Al-Ummu Madrasatul Ula
Keluarga

Menafsir Al-Ummu Madrasatul Ula: Keluarga Sebagai Sekolah Pertama

17 November 2025
Male Loneliness
Publik

Male Loneliness dan Solusi Ta’aruf: Memahami untuk Mengatasi Kesepian

17 November 2025
Ujung Sajadah
Rekomendasi

Tangis di Ujung Sajadah

16 November 2025
10 Ribu Di Tangan Istri yang Tepat
Keluarga

Degradasi Nilai Perempuan dalam Tren “10 Ribu Di Tangan Istri yang Tepat”

16 November 2025
Kontroversi Gus Elham
Publik

Kontroversi Gus Elham: Dakwah dan Gelombang Reaksi Publik

15 November 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • KUPI

    KUPI: Jalan Panjang Ulama Perempuan Menuju Pengakuan Global

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Saat Alam Dirusak, Perempuan yang Paling Awal Menanggung Akibatnya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Masuk 10 Deretan Pembela HAM Dunia dalam Human Rights Tulip 2025

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mempraktikkan Fiqih Al-Murunah Untuk Difabel, Mungkinkah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kegagalan Negara dalam Menjamin Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Mempraktikkan Fiqih Al-Murunah Untuk Difabel, Mungkinkah?
  • Kegagalan Negara dalam Menjamin Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan
  • Mengapa Desain Ruang Bioskop Ableis terhadap Penonton Difabel?
  • KUPI Masuk 10 Deretan Pembela HAM Dunia dalam Human Rights Tulip 2025
  • Perkawinan Katolik yang Sifatnya Monogami dan Tak Terceraikan

Komentar Terbaru

  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID