Mubadalah.id – Salah satu hal yang sering disalahpahami sebagian umat Islam adalah ayat tentang perbandingan dua banding satu dalam warisan dan persaksian. Banyak yang memahami ini sebagai bukti bahwa Islam menilai laki-laki lebih unggul daripada perempuan.
Padahal, sebagaimana dijelaskan oleh Dr. Faqihuddin Abdul Kodir dalam Buku Qiraah Mubadalah, aturan ayat dua banding satu bersifat kontekstual, bukan tekstual.
Pada masa turunnya wahyu, struktur sosial masyarakat Arab menempatkan laki-laki sebagai pihak yang menanggung kebutuhan ekonomi keluarga. Sehingga secara logis, tanggung jawab dan porsi warisan mereka lebih besar.
Namun, dalam konteks sekarang, di mana banyak perempuan yang berperan aktif dalam ekonomi. Bahkan menjadi tulang punggung keluarga, logika tersebut perlu ditinjau ulang.
Maka, tafsir mubadalah mengajak kita untuk melihat hukum-hukum fikih dengan prinsip keadilan. Di mana porsi, peran, dan tanggung jawab ditentukan oleh kapasitas dan kemampuan, bukan oleh jenis kelamin.
Islam, dalam semangat awalnya, tidak pernah memberi beban atau hak kepada seseorang hanya karena ia laki-laki atau perempuan. Melainkan karena tanggung jawab dan amanah yang mampu ia pikul.
Meneguhkan Kemanusiaan Bersama
Pandangan mubadalah mengajarkan bahwa relasi laki-laki dan perempuan bukanlah relasi hierarkis, melainkan relasi kemitraan yang saling menguatkan.
Keduanya dipanggil untuk bekerja sama dalam menjalankan amal ibadah dan amal sosial, membangun keluarga yang penuh mawaddah wa rahmah, serta bersama-sama mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera.
Kesadaran ini sekaligus menjadi bantahan terhadap tafsir yang menempatkan surga dan neraka secara gender. Sebab, surga bukanlah milik laki-laki semata, dan neraka bukanlah takdir bagi perempuan. Surga dan neraka adalah konsekuensi moral dari pilihan dan amal yang kita lakukan di dunia.
Dengan demikian, membaca teks-teks agama secara mubadalah berarti mengembalikan makna Islam kepada spirit keadilan dan rahmah. Bahwa setiap manusia baik laki-laki maupun perempuan perlu kita hormati karena ketakwaannya, bukan karena jenis kelaminnya.
Sebagaimana dalam QS. al-Hujurat [49]: 13, “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah yang paling bertakwa.”
Ayat ini menutup segala bentuk kesombongan berbasis jenis kelamin. Karena kemuliaan sejati hanya milik mereka yang beramal saleh dan membawa kebaikan bagi sesama. []