Rabu, 31 Desember 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Laras Faizati

    Kritik Laras Faizati Menjadi Suara Etika Kepedulian Perempuan

    Natal

    Makna Natal Perspektif Mubadalah: Feminis Maria Serta Makna Reproduksi dan Ketubuhan

    Kekerasan di Kampus

    IMM Ciputat Dorong Peran Mahasiswa Perkuat Sistem Pelaporan Kekerasan di Kampus

    Kekerasan di Kampus

    Peringati Hari Ibu: PSIPP ITB Ahmad Dahlan dan Gen Z Perkuat Pencegahan Kekerasan Berbasis Gender di Kampus

    KUPI yang

    KUPI Jadi Ruang Konsolidasi Para Ulama Perempuan

    gerakan peradaban

    Peran Ulama Perempuan KUPI dalam Membangun Gerakan Peradaban

    Kemiskinan Perempuan

    KUPI Dorong Peran Ulama Perempuan Merespons Kemiskinan Struktural dan Krisis Lingkungan

    Kekerasan Seksual

    Forum Halaqah Kubra KUPI Bahas Kekerasan Seksual, KDRT, dan KBGO terhadap Perempuan

    Gender KUPI

    Julia Suryakusuma Apresiasi Peran KUPI dalam Mendorong Islam Berkeadilan Gender

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Kekuatan Khas Ulama Perempuan

    Ulama Perempuan Miliki Kekuatan Khas dalam Kepemimpinan Keagamaan

    Pancasila di Kota Salatiga

    Melihat Pancasila di Kota Salatiga

    Ulama Perempuan di Keluarga

    Ulama Perempuan Miliki Peran Kunci di Keluarga dan Ruang Publik

    Toleransi

    Toleransi dan Pluralisme: Mengapa Keduanya Tidak Sama?

    Peran Ulama Perempuan

    Ulama Perempuan Punya Peran Strategis Menyebarkan Islam Moderat

    Tahun Baru

    Apa yang Baru dari Tahun Baru?

    Budaya Patriarki

    Ulama Perempuan Hadapi Tantangan Budaya Patriarki dalam Menangkal Radikalisme

    Wanita Mahal

    Memahami Konsep “Wanita Mahal” yang Sering Disalah Pahami

    Femisida

    Bahaya Femisida dan Kekerasan terhadap Perempuan dalam Relasi Pacaran

    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Penciptaan Manusia

    Logika Penciptaan Manusia dari Tanah: Bumi adalah Saudara “Kita” yang Seharusnya Dijaga dan Dirawat

    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
  • Tokoh
    • All
    • Profil
    Kebudayaan

    Pidato Kebudayaan dalam Ulang Tahun Fahmina Institute Ke 25

    Fazlur Rahman

    Fazlur Rahman: Memahami Spirit Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Al-Qur’an

    Idulfitri

    Khutbah Idulfitri: Mulai Kehidupan Baru di Bulan Syawal

    Sa'adah

    Sa’adah: Sosok Pendamping Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak  

    Tahun Baru 2025

    Do’a Tahun Baru 2025

    Umi Nyai Sintho' Nabilah Asrori

    Umi Nyai Sintho’ Nabilah Asrori : Ulama Perempuan yang Mengajar Santri Sepuh

    Rabi'ah Al-'Adawiyah

    Sufi Perempuan: Rabi’ah Al-‘Adawiyah

    Ning Imaz

    Ning Imaz Fatimatuz Zahra: Ulama Perempuan Muda Berdakwah Melalui Medsos

    Siti Hanifah Soehaimi

    Siti Hanifah Soehaimi: Penyelamat Foto Perobekan Bendera Belanda di Hotel Yamato yang Sempat Hilang

  • Monumen
  • Zawiyah
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Laras Faizati

    Kritik Laras Faizati Menjadi Suara Etika Kepedulian Perempuan

    Natal

    Makna Natal Perspektif Mubadalah: Feminis Maria Serta Makna Reproduksi dan Ketubuhan

    Kekerasan di Kampus

    IMM Ciputat Dorong Peran Mahasiswa Perkuat Sistem Pelaporan Kekerasan di Kampus

    Kekerasan di Kampus

    Peringati Hari Ibu: PSIPP ITB Ahmad Dahlan dan Gen Z Perkuat Pencegahan Kekerasan Berbasis Gender di Kampus

    KUPI yang

    KUPI Jadi Ruang Konsolidasi Para Ulama Perempuan

    gerakan peradaban

    Peran Ulama Perempuan KUPI dalam Membangun Gerakan Peradaban

    Kemiskinan Perempuan

    KUPI Dorong Peran Ulama Perempuan Merespons Kemiskinan Struktural dan Krisis Lingkungan

    Kekerasan Seksual

    Forum Halaqah Kubra KUPI Bahas Kekerasan Seksual, KDRT, dan KBGO terhadap Perempuan

    Gender KUPI

    Julia Suryakusuma Apresiasi Peran KUPI dalam Mendorong Islam Berkeadilan Gender

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Kekuatan Khas Ulama Perempuan

    Ulama Perempuan Miliki Kekuatan Khas dalam Kepemimpinan Keagamaan

    Pancasila di Kota Salatiga

    Melihat Pancasila di Kota Salatiga

    Ulama Perempuan di Keluarga

    Ulama Perempuan Miliki Peran Kunci di Keluarga dan Ruang Publik

    Toleransi

    Toleransi dan Pluralisme: Mengapa Keduanya Tidak Sama?

    Peran Ulama Perempuan

    Ulama Perempuan Punya Peran Strategis Menyebarkan Islam Moderat

    Tahun Baru

    Apa yang Baru dari Tahun Baru?

    Budaya Patriarki

    Ulama Perempuan Hadapi Tantangan Budaya Patriarki dalam Menangkal Radikalisme

    Wanita Mahal

    Memahami Konsep “Wanita Mahal” yang Sering Disalah Pahami

    Femisida

    Bahaya Femisida dan Kekerasan terhadap Perempuan dalam Relasi Pacaran

    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Penciptaan Manusia

    Logika Penciptaan Manusia dari Tanah: Bumi adalah Saudara “Kita” yang Seharusnya Dijaga dan Dirawat

    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
  • Tokoh
    • All
    • Profil
    Kebudayaan

    Pidato Kebudayaan dalam Ulang Tahun Fahmina Institute Ke 25

    Fazlur Rahman

    Fazlur Rahman: Memahami Spirit Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Al-Qur’an

    Idulfitri

    Khutbah Idulfitri: Mulai Kehidupan Baru di Bulan Syawal

    Sa'adah

    Sa’adah: Sosok Pendamping Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak  

    Tahun Baru 2025

    Do’a Tahun Baru 2025

    Umi Nyai Sintho' Nabilah Asrori

    Umi Nyai Sintho’ Nabilah Asrori : Ulama Perempuan yang Mengajar Santri Sepuh

    Rabi'ah Al-'Adawiyah

    Sufi Perempuan: Rabi’ah Al-‘Adawiyah

    Ning Imaz

    Ning Imaz Fatimatuz Zahra: Ulama Perempuan Muda Berdakwah Melalui Medsos

    Siti Hanifah Soehaimi

    Siti Hanifah Soehaimi: Penyelamat Foto Perobekan Bendera Belanda di Hotel Yamato yang Sempat Hilang

  • Monumen
  • Zawiyah
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Toleransi dan Pluralisme: Mengapa Keduanya Tidak Sama?

Pluralisme meminta kita jujur pada perbedaan, tanpa menjadikannya alasan untuk mendominasi.

Nadhira Yahya Nadhira Yahya
31 Desember 2025
in Publik
0
Toleransi

Toleransi

523
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Aku sering merasa, kata toleransi sekarang terlalu ramai. Ia muncul di spanduk, seminar, poster kampanye, bahkan jadi jargon kebajikan yang orang-orang rebutkan. Kayaknya, semua orang ingin terlihat toleran. Semua ingin tampak sebagai pihak yang paling dewasa dalam menghadapi perbedaan. Padahal, dalam hidup sehari-hari, toleransi sering kali jauh lebih sederhana, dan justru karena itu, ia tidak selalu kasat mata.

Aku pun pernah ada di fase itu. Atau mungkin masih. Sampai akhirnya aku belajar satu hal: toleransi yang paling jujur biasanya tidak perlu kita umumkan. Ia tidak butuh panggung. Ia bekerja diam-diam, dalam cara kita tidak terganggu oleh keberadaan orang lain yang berbeda dari kita. Bukan karena kita sudah memahami semua perbedaan itu. Bukan karena kita setuju. Tapi karena kita tidak merasa terancam.

Toleransi sebagai Sikap Batin

Buatku, toleransi bukanlah paham besar. Ia bukan ideologi. Ia bahkan tidak selalu berkaitan dengan wacana akademik atau teologis yang rumit. Toleransi adalah sikap batin yang sangat personal. Intinya sederhana: Lapang dada. Ketika aku tidak risih dengan keyakinan, kebiasaan, atau tradisi orang lain yang berbeda dariku. Itu saja.

Aku tidak perlu kok sampai ikut merayakan. Tidak harus memahami secara mendalam. Tidak juga wajib membela di setiap forum. Cukup tidak mengusik, tidak merendahkan, dan tidak merasa perlu “membenarkan” mereka dengan ukuranku sendiri.

Dalam pengertian ini, toleransi tidak selalu aktif. Ia sering kali pasif. Tapi bukan pasif yang apatis, melainkan pasif yang sadar akan batas. Aku tahu di mana wilayahku. Aku tahu di mana wilayah orang lain. Dan aku memilih untuk tidak melanggarnya. Maka, toleransi tidak selalu tampak heroik. Kadang ia hanya hadir dalam bentuk paling sederhana: membiarkan orang lain hidup dengan caranya, tanpa merasa terganggu oleh fakta bahwa caranya tidak sama denganku.

Ketika Toleransi Terlalu Dibebani

Masalahnya, kini toleransi jadi terlalu banyak makna. Ia seperti paksaan untuk menjadi bukti moral. Jadi beban. Kadang, harus selalu spektakuler. Bahkan, ada juga yang menjadikannya sebagai alat pembenaran diri: lihat, aku toleran, berarti aku sudah paling benar, kan?

Di titik ini, aku khawatir toleransi justru kehilangan hakikatnya. Karena seharusnya, toleransi bukan soal menjadi lebih unggul dari yang lain. Ia bukan kompetisi siapa paling terbuka. Ia juga bukan pengakuan bahwa semua keyakinan harus kita setujui. Toleransi tidak menuntut persetujuan. Ia hanya menuntut ketidak-bermusuhan.

Aku bisa tidak setuju, tapi tetap tidak mengganggu.

Boleh berbeda, tanpa merasa perlu mengoreksi.

Berhak untuk berjarak, tanpa harus memusuhi.

Dan menurutku, di situlah toleransi menemukan bentuknya yang paling jujur.

Batas Toleransi

Namun, aku juga belajar bahwa toleransi punya batas. Ia berhenti pada wilayah kenyamanan personal. Ia tidak selalu cukup untuk menjawab persoalan yang lebih besar: ketimpangan, ketidakadilan, diskriminasi, dan relasi kuasa.

Toleransi bisa membuatku tidak risih dengan perbedaan. Tapi ia tidak otomatis membuatku peka pada struktur yang menindas atas nama perbedaan itu sendiri. Di sinilah kita sering keliru. Kita merasa sudah “selesai” hanya karena tidak terganggu. Padahal, ketidak-risihan personal tidak selalu berarti keadilan sosial.

Dan di titik inilah, pembicaraan tentang pluralisme menjadi penting.

Pluralisme Bukan Sekadar Toleransi

Pluralisme bukan sekadar versi “lebih keren” dari toleransi. Ia bukan toleransi yang diperbesar. Pluralisme adalah paham, sebuah cara pandang terhadap kenyataan sosial.

Kalau toleransi bertanya: apakah aku nyaman dengan perbedaan?

Pluralisme bertanya: bagaimana perbedaan itu diakui, diatur, dan diperlakukan secara adil dalam kehidupan bersama?

Pluralisme mengakui bahwa perbedaan bukan anomali. Ia bukan gangguan yang harus diredam agar harmoni tetap terjaga. Perbedaan adalah fakta sosial, bahkan fakta kemanusiaan. Karena itu, pluralisme tidak berhenti pada perasaan individu. Ia masuk ke wilayah relasi sosial, kebijakan, pendidikan, dan bahkan teologi. Dalam pluralisme, perbedaan tidak hanya “diterima”, tapi juga sah dan setara.

Dari Nyaman ke Bertanggung Jawab

Di titik ini, aku sadar: toleransi membuat kita nyaman, tapi pluralisme menuntut kita bertanggung jawab.

Intinya, pluralisme mengajak kita bertanya:

Siapa yang selama ini paling sering diminta toleran?

Pihak mana yang keyakinannya dianggap “normal”, dan mana yang terus-menerus diminta menyesuaikan diri?

Siapa yang punya kuasa mendefinisikan batas kewajaran?

Pertanyaan-pertanyaan ini tidak bisa kita jawab hanya dengan sikap pribadi. Ia membutuhkan kesadaran kolektif. Itulah mengapa pluralisme selalu beririsan dengan keadilan. Ia tidak cukup puas dengan hidup berdampingan secara damai, kalau kedamaian itu kita bangun di atas ketimpangan.

Dalam Konteks Keberagamaan

Dalam konteks keberagamaan, perbedaan antara toleransi dan pluralisme sering kali makin terasa. Toleransi memungkinkan kita berkata: silakan kamu beriman dengan caramu, aku dengan caraku. Pluralisme mendorong kita melangkah lebih jauh: bagaimana relasi antariman ini dibangun tanpa hierarki, tanpa klaim superioritas sosial, dan tanpa peminggiran.

Beberapa pemikir, seperti Nurcholish Madjid, pernah menegaskan bahwa pluralitas adalah sunnatullah, kenyataan yang tidak bisa diingkari. Tapi mengakui pluralitas berbeda dengan mengelolanya secara adil. Di situlah pluralisme bekerja.

Pluralisme tidak meminta kita mengaburkan keyakinan. Ia juga tidak memaksa semua agama menjadi sama. Justru sebaliknya: pluralisme meminta kita jujur pada perbedaan, tanpa menjadikannya alasan untuk mendominasi.

Aku percaya, tidak semua orang harus menjadi pluralis dalam pengertian paham. Tidak semua orang punya akses, waktu, atau kebutuhan untuk masuk ke perdebatan itu. Tapi rasanya penting untuk jujur pada istilah. Karena pluralisme bukan hanya soal niat baik. Ia soal keberpihakan.

Belajar Bersikap Secukupnya

Mungkin, yang kita butuhkan hari ini bukan semakin banyak jargon, tapi semakin banyak kejujuran.

Kejujuran untuk mengakui:

Aku toleran sejauh aku tidak terganggu, dan aku masih belajar untuk adil di tengah perbedaan. Toleransi yang sunyi itu tidak salah, ia justru pondasi. Pluralisme yang bekerja itu tidak mudah, tapi ia perlu. Dan di antara keduanya, akhirnya kita belajar satu hal penting: hidup bersama bukan soal siapa paling benar, tapi siapa yang paling bersedia tidak melukai. []

Tags: agamaKeberagamaankemanusiaanpluralismetoleransi
Nadhira Yahya

Nadhira Yahya

Gender Equality Enthusiast. Menyimak, menulis, menyuarakan perempuan.

Terkait Posts

Pancasila di Kota Salatiga
Publik

Melihat Pancasila di Kota Salatiga

31 Desember 2025
Haul Gus Dur
Publik

Membaca Nilai Asasi Agama dari Peringatan Haul Gus Dur dan Natal

29 Desember 2025
Natal
Publik

Natal Sebagai Cara Menghidupi Toleransi di Ruang Publik

25 Desember 2025
Perspektif Keadilan Hakiki
Publik

Perspektif Keadilan Hakiki Cegah Agama Dijadikan Alat Menyalahkan Korban

24 Desember 2025
Negara
Publik

Negara, Keadilan, dan Kepercayaan yang Hilang

23 Desember 2025
KUPI
Publik

KUPI adalah Kita; Tentang Keulamaan sebagai Nilai

20 Desember 2025
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Tahun Baru

    Apa yang Baru dari Tahun Baru?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memahami Konsep “Wanita Mahal” yang Sering Disalah Pahami

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bahaya Femisida dan Kekerasan terhadap Perempuan dalam Relasi Pacaran

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulama Perempuan Hadapi Tantangan Budaya Patriarki dalam Menangkal Radikalisme

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulama Perempuan Punya Peran Strategis Menyebarkan Islam Moderat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ulama Perempuan Miliki Kekuatan Khas dalam Kepemimpinan Keagamaan
  • Melihat Pancasila di Kota Salatiga
  • Ulama Perempuan Miliki Peran Kunci di Keluarga dan Ruang Publik
  • Toleransi dan Pluralisme: Mengapa Keduanya Tidak Sama?
  • Ulama Perempuan Punya Peran Strategis Menyebarkan Islam Moderat

Komentar Terbaru

  • dul pada Mitokondria: Kerja Sunyi Perempuan yang Menghidupkan
  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Account
  • Home
  • Khazanah
  • Kirim Tulisan
  • Kolom Buya Husein
  • Kontributor
  • Monumen
  • Privacy Policy
  • Redaksi
  • Rujukan
  • Tentang Mubadalah
  • Zawiyah
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID