Mubadalah.id – Isu kehamilan tidak diinginkan dan aborsi selalu menjadi perbincangan hangat yang memantik perdebatan antara pandangan agama, dan hak asasi manusia.
Dalam masyarakat Muslim, diskusi ini sering kali berujung pada fiqh klasik dan kenyataan sosial yang perempuan hadapi hari ini. Pertanyaannya: adakah ruang dalam hukum Islam untuk melihat praktik aborsi secara lebih empatik dan manusiawi?
Menurut Maria Ulfah Anshor dalam Kupipedia.id, para ulama klasik memiliki pandangan yang sangat beragam mengenai hukum aborsi. Terutama terkait usia janin dan tahap penciptaan manusia.
Perbedaan ini menunjukkan bahwa fiqh Islam, sesungguhnya, tidaklah monolitik—ia lentur, kontekstual, dan membuka ruang ijtihad bagi perubahan sosial.
Spektrum Pandangan Ulama tentang Aborsi
Dalam madzhab Hanafi, sebagian ulama membolehkan pengguguran kandungan sebelum usia kehamilan mencapai 120 hari, dengan alasan bahwa pada masa tersebut belum terjadi penciptaan manusia atau belum ditiupkan ruh.
Pendapat lain dari kalangan Hanafi lebih ketat, membatasi kebolehan hingga usia 80 hari. Karena ia yakini proses penciptaan baru atau mulainya pada tahap mudghah—yakni usia 40 hari kedua.
Sementara itu, mayoritas ulama Hanabilah memperbolehkan aborsi selama janin masih berbentuk ‘alaqah (segumpal darah), sebab belum berbentuk manusia.
Pendapat ini, meskipun tampak longgar, tetap meletakkan batas waktu yang jelas: setelah ruh ditiupkan, yakni setelah 120 hari, aborsi tidak lagi diperbolehkan.
Madzhab Syafi’i, kita kenal lebih ketat. Ulama besar seperti Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menegaskan bahwa kehidupan mulai sejak konsepsi. Sehingga dalam pandang beliau tindakan tersebut sebagai bentuk kezaliman terhadap potensi kehidupan.
Namun menariknya, dalam karya lain Al-Wajiz, Al-Ghazali justru mengakui pendapat yang lebih moderat—bahwa aborsi pada tahap ‘alaqah atau mudghah masih dapat ia terima, karena penyawaan atau peniupan ruh belum terjadi.
Di sisi lain, mayoritas ulama Malikiyah mengambil posisi paling tegas bahwa aborsi adalah haram dalam segala bentuknya. Bahkan sebelum 40 hari pertama kehamilan. Bagi mereka, sejak pembuahan terjadi, di sanalah kehidupan bermula. []

 
			



































 
					
					





