Afra binti Ubaid adalah sosok teladan seorang ibu yang hidup di masa awal perjuangan Islam. Dalam buku – buku tarjamah, beliau akrab dengan sebutan ibu para syuhada. Gelar ini beliau peroleh sebab semua anaknya yang berjumlah tujuh orang, gugur di medan perang tatkala berjuang mendampingi Rasulullah Saw dalam mensyiarkan Islam.
Tujuh Putra Afra
Berdasarkan keterangan Ibnu Jauzi dalam Sifat as-Safwah, ketujuh anak ini lahir dari dua orang suami, Harist bin Rafaah dan Bakir bin Abdul Yalil al-Laitsi. Afra menikah dengan Harist di Madinah dan dianugerahi dua orang anak laki – laki, Mu’adz dan Muawwidz. Singkat cerita, karena tidak dapat mempertahankan hubungannya, kedua pasutri ini berpisah.
Setelah bercerai, beliau menikah lagi dengan Bakir bin Abdul Yalil. Keduanya bertemu di kota Makkah saat Afra tengah menunaikan ibadah haji di Baitullah. Empat bayi laki – laki lahir dari keluarga ini, mereka adalah Aqil, Khalid, Iyas dan Amir. Sementara putra terakhirnya Auf, lahir dari Harist bin Rafaah setelah keduanya memutuskan untuk kembali rujuk.
Seluruh Putranya Wafat di Medan Perang
Berkat didikan sang ibu, tujuh pria ini tumbuh berkembang menjadi anak yang taat dan sangat mencintai Rasulullah Saw. Bakti dan kesetiaan sudah mendarah daging dalam jiwa mereka. Sampai – sampai semuanya rela bertaruh nyawa demi menemani Rasulullah bertempur di perang Badar, salah satu perang besar pertama dalam sejarah umat Islam.
Mereka tergabung dalam sebuah korps militer yang hanya beranggotakan sekitar 313 orang, menghadapi musyrikin Quraisy dengan kekuatan 1000 orang. Jelas, duel ini sangatlah tidak seimbang bila dilihat dari sisi jumlah personil. Meski begitu, umat Islam memiliki kelebihan yang tidak dimiliki musuh. Ya, mereka punya keyakinan dan keimananan sekuat baja. Inilah yang memicu rasa tenang dan optimis. Sehingga pada akhirnya – atas izin Allah – mereka sanggup mendulang kemenangan telak.
Dalam perang yang terjadi pada tanggal 17 Ramadhan tahun 2 H ini, tokoh – tokoh besar Quraisy ikut tumbang, satu di antaranya adalah Abu Jahal. Dua putra Afra ikut andil dalam peristiwa tersebut sebagaimana dikisahkan dalam kitab Sahih Bukhari :
Abdur Rahman bin ‘Auf berkata; “Aku berada dalam barisan pasukan perang Badar dan ketika aku menoleh ke samping kanan dan kiriku, aku melihat dua anak laki – laki yang masih belia. Aku merasa tidak percaya dengan keberadaan keduanya. Ketika salah satu dari mereka berkata kepadaku secara pelan agar tidak didengar temannya; Wahai paman, tunjukkan kepadaku Abu Jahal!
Aku tanya: “Wahai anak saudaraku, apa yang akan kamu lakukan terhadapnya?” Dia menjawab, “Aku telah berjanji kepada Allah. Jika aku melihatnya, aku akan membunuhnya”. Anak yang satu lagi juga mengatakan hal yang sama kepadaku”. Abdurrahman bin Auf berkata, “Keberadaan keduanya sangat membuatku bahagia, lalu aku menunjukkan Abu Jahal kepada keduanya. Kedua anak itu melesat bak dua ekor burung elang kemudian membunuh Abu Jahal. Kedua anak belia tadi adalah dua putra Afra.”
Layaknya sebuah peperangan tidak lepas dari jatuhnya korban jiwa. Tersiar kabar dalam pertempuran Badar, 84 orang meninggal dunia, 70 dari kubu Quraisy Makkah dan 14 dari kubu muslimin. Menurut pandangan Ibnu Jauzi, di antara 14 korban tersebut tiga di antaranya merupakan putra dari Afra. Mereka adalah Aqil, Mu’adz dan Mu’awwidz. Adapun Ibnu Sa’ad dalam Tabaqat-nya menyebut Auf juga termasuk di dalamnya.
Sementara ketiga saudara lainnya yakni Khalid, Amir dan Iyas selamat dan melanjutkan tugas mengawal Rasulullah Saw. Akhir hayat mereka sama seperti putra Afra sebelumnya, yakni wafat sebagai syuhada di medan perang. Khalid gugur di tragedi ar-Raji’, Amir gugur di perang Bir Ma’unah sedangkan Iyas gugur saat bertempur di perang Yamamah melawan bala tentara Musailamah al-Kadzzab.
Meneladani Afra, Ibu yang Mampu Melahirkan Generasi Unggul
Dari figur sahabiyat Afra, kita dapat belajar untuk telaten mengajarkan nilai nilai luhur kepada anak – anak kita. Supaya kelak mereka tumbuh dengan karakter cinta Rasul, berani, mau berjuang dan berdedikasi tinggi. Afra mencontohkan apa yang ia yakini dengan perbuatan nyata. Hal ini menjadi poin bagi kita bahwa dakwah tidak hanya soal berbicara manis namun juga mengaplikasikan dalam kehidupan sehari – hari.
Menyangkut soal jihad, sekiranya perlu diingat bahwa berperang hanyalah bagian kecil dari jihad fi sabilillah. Sebagaimana usai perang Badar, Rasulullah bersabda: “Kalian telah pulang dari sebuah pertempuran kecil menuju pertempuran yang lebih besar. Lalu sahabat bertanya, “Apakah pertempuran yang lebih besar itu wahai Rasulullah? Rasul menjawab, “Jihad memerangi hawa nafsu.”
Oleh karena itu, bersungguh-sungguh dalam belajar, rajin bekerja, gemar membantu orang lain terutama yang sedang membutuhkan, mengentaskan kemiskinan, melawan kemalasan, egoisme, kesombongan, iri hati dan kebodohan adalah bagian dari jihad yang bisa kita terapkan dalam konteks hari ini.
Selain poin – poin di atas, dari Afra kita juga dapat belajar arti pengorbanan dan keikhlasan. Sebagai seorang ibu, Afra pastinya sedih melihat anak yang telah susah payah beliau rawat, satu persatu harus pergi untuk selama – lamanya. Namun di sisi lain, beliau pun ikhlas dan gembira sebab tujuan dari semua itu adalah untuk menggapai ridla Allah Swt. Beliau paham betul bahwa untuk meraih sesuatu memang dibutuhkan pengorbanan.
Terakhir, dapat kita sarikan bahwasanya perempuan memiliki peran sangat penting dalam membangun generasi penerus bangsa. Mari kita perhatikan sejak era Nabi hingga sekarang, lahirnya tokoh – tokoh hebat tidak lepas dari didikan ibu yang hebat pula, bukan? Hal ini selaras dengan sebuah lantunan pepatah Arab yang berbunyi, “Al-Ummu madrasah ula, idza a’dadtaha a’dadta sya’ban thayyibal a’raq”. (Ibu adalah madrasah pertama, jika engkau mempersiapkannnya, maka engkau telah mempersiapkan generasi terbaik). []