• Login
  • Register
Jumat, 4 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Aktivis Isu Perempuan Menjadi Pelaku Kekerasan Seksual, Mungkinkah?

Sebelum berkoar-koar advokasi sana-sini, pastikan dulu para aktivis isu perempuan paham dan berkomitmen untuk memperjuangkan apa yang dicita-citakan bersama

Yuyun Khairun Nisa Yuyun Khairun Nisa
29/09/2022
in Personal
0
Aktivis Isu Perempuan

Aktivis Isu Perempuan

856
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Beberapa waktu lalu, saya bertemu seorang teman baru aktivis isu perempuan. Ia aktif di dunia aktivisme, khususnya terkait isu perempuan dan disabilitas. Meskipun dengan keterbatasan yang ia miliki, semangatnya sangat membara. Bertahun-tahun lamanya ia sudah aktif berpartisipasi menyuarakan pemenuhan hak bagi penyandang disabilitas. “Aku ingin mendapat perlakuan yang sama seperti orang-orang ‘normal’ lainnya.”

Aku takjub melihat kegigihannya. Terlebih, sehari-hari ia pergi beraktivitas seorang diri. Dengan mengendarai motor roda tiga yang setia menemaninya dari satu tempat ke tempat lain. Dalam perjalanan mengantarnya ke stasiun, kami bercerita banyak hal. Mulai dari lika-liku tantangan aktivis isu perempuan dan kemanusiaan, hingga curhat kehidupan personal.

“Ada satu hal yang ingin kuceritakan padamu,” ucapnya saat kami tengah duduk di peron stasiun. “Aku sebenarnya pernah mengalami kekerasan seksual,” ia mengatakannya dengan nada getir. “Pelakunya adalah temanku sendiri di komunitas kami.” Seketika aku tercengang.

“Jadi, dia aktivis juga mbak?” Temanku hanya mengangguk. Benarkah yang aku dengar barusan? Aktivis isu perempuan dan kemanusiaan melakukan kekerasan seksual?

Aku memeluk temanku sembari mengelus punggungnya. “Mbak kuat sekali menanggung beban seorang diri. Terima kasih sudah bercerita. Semoga bisa mengurangi sedikit beban yang memberatkan. Jika mbak ingin melapor, aku akan dukung dan bantu semampuku.”

Baca Juga:

Hak dan Kewajiban Laki-laki dan Perempuan dalam Fikih: Siapa yang Diuntungkan?

Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan

Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan

Kasus Kekerasan Seksual Nyata Ada

Menenangkan dan menguatkan penyintas kekerasan seksual merupakan wujud keberpihakan. Dan itu hal sangat penting. Jika tidak, korban akan menanggung beban yang bertumpuk, dan hanya akan memperburuk kondisinya.

Kejadian yang baru saya dengar dari cerita teman itu terjadi pada pertengahan tahun 2022. Saya jadi penasaran, apakah kejadian serupa pernah terjadi sebelumnya? Setelah saya browsing, saya semakin geleng-geleng kepala. Ternyata, kasus kekerasan seksual yang dilakukan seorang aktivis juga pernah terjadi di tahun-tahun sebelumnya. Kasus ini sudah menjadi fenomena global!

Di tahun 2016, Humanitarian Women Works, sebuah jaringan internasional yang terbentuk oleh para pekerja kemanusiaan perempuan, melakukan survey pada 1.005 perempuan dari 70 organisasi kemanusiaan internasional. Hasilnya, sebanyak 55% pernah satu kali mengalami pendekatan secara sensual dari laki-laki. 33% lainnya justru mengalami hal serupa berkali-kali.

Tak hanya itu, 48% responden pernah satu kali mengalami kontak fisik yang tidak ia inginkan, dan 27% sering mengalami hal serupa. Selain itu, 27% pernah satu kali dicium secara paksa oleh rekan kerja laki-laki, dan 9% mengalami berkali-kali.

Dari banyaknya temuan tersebut, sayangnya 69% dari total responden tidak melaporkan kasus kekerasan seksual atau pelecehan yang pernah mereka alami. Berbagai macam alasan membungkam suara korban, seperti takut pelaku akan membalas, konsekuensi pekerjaan, tidak mempercayai sistem yang berlaku, atau bahkan yang sering terjadi ialah victim blaming (menyalahkan korban).

Langkah Tegas

Berangkat dari keresahan ini, saya kira harus ada Langkah tegas yang dilakukan kelompok aktivis isu perempuan kemanusiaan. Sebelum berkoar-koar advokasi sana-sini, pastikan dulu para aktivis isu perempuan paham dan berkomitmen untuk memperjuangkan apa yang dicita-citakan bersama, oke? Kalau cuma modal ngomong aja sih juaranya!

Baik, sebelum merekrut calon aktivis, penting untuk menyeleksinya terlebih dahulu. Jangan heran, bisa jadi orang yang bergabung di suatu komunitas kemanusiaan itu melalui jalur ‘orang dalam’. Tak jarang dunia aktivisme menjadi ajang untuk terlihat keren, produktif, dan dianggap peduli isu terkini, alih-alih tergerak karena panggilan hati.

Maka dari itu, perlu ada proses seleksi yang transparan agar tidak salah melibatkan orang di dalam pergerakan. Karena resikonya bukan hanya membawa nama komunitas atau lembaga, tapi lebih dari itu. Atas nama kemanusiaan!

Proses seleksi bisa berupa tes tertulis, kemudian mengadakan FGD (Forum Group Discussion) atau interview. Tentang seberapa besar komitmen untuk mewujudkan keadilan gender di tengah masyarakat patriarkis nan misoginis yang super duper menguras emosi. Penting juga mengetahui seberapa dalam dan jelas calon aktivis memahami isu gender dan bagaimana menanggapi contoh kasus yang merugikan salah satu gender.

Aktivis Isu Perempuan Harus Paham Keadilan Gender

Singkatnya, berikan simulasi terlebih dahulu supaya dapat memastikan calon aktivis isu perempuan memiliki kapasitas yang mumpuni. Pun, integritas yang kuat. Theresia Sri Endras Iswarini, Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) pernah mengatakan, “Tidak semua aktivis isu perempuan mengerti soal keadilan gender, apalagi soal ragam kekerasan seksual.” Yuk tes dulu sebelum join!

Kalau sudah diadakan seleksi, lalu sudah lolos tes, akhirnya bergabung menjadi bagian dari komunitas, eh kalau masih mungkin terjadi aktivis yang melakukan tindakan kekerasan, gimana dong? Tegakkan aturan dan hukum yang kuat!

Saya sedang tidak membicarakan aturan atau hukum yang berlaku di negeri kita yang tercinta ini ya. Agaknya pesimis jika arahnya ke sana. Tetapi, hukum yang berlaku dalam ranah komunitas itu sendiri. Sebelum mengubah sesuatu yang besar (negara), mulailah mengubah dari sesuatu yang kecil (komunitas).

Sanksi yang kita jatuhkan bisa berupa pencabutan status dan hak keanggotaan jika terbukti melakukan tindakan kekerasan, serta kita laporkan ke pihak berwajib. Selain itu, kita tambah juga dengan memberikan fasilitas pemulihan bagi penyintas. Penting untuk tidak hanya menghukum pelaku, tetapi juga memberikan perlindungan bagi penyintas.

Sistem patriarki senyatanya masih mengakar kuat dalam masyarakat kita, tapi jangan sampai ranah aktivisme juga ikut ternodai. Kalau masih menyimpan inner child, toxic masculinity, atau sikap misogini, tidak usah berlagak ingin menjadi garda terdepan dalam membela ketidakadilan. Situ mau jadi “tong kosong nyaring bunyinya?” []

 

Tags: aktivisisu perempuanKekerasan Berbasis GenderKekerasan seksualperempuan
Yuyun Khairun Nisa

Yuyun Khairun Nisa

Yuyun Khairun Nisa, lahir di Karangampel-Indramayu, 16 Juli 1999. Lulusan Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jember. Saat ini sedang bertumbuh bersama AMAN Indonesia mengelola media She Builds Peace Indonesia. Pun, tergabung dalam simpul AMAN, Puan Menulis (komunitas perempuan penulis), dan Peace Leader Indonesia (perkumpulan pemuda lintas iman). Selain kopi, buku, dan film, isu gender, perdamaian dan lingkungan jadi hal yang diminati. Yuk kenal lebih jauh lewat akun Instagram @uyunnisaaa

Terkait Posts

Ruang Aman, Dunia Digital

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

3 Juli 2025
Vasektomi

Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

2 Juli 2025
Narasi Pernikahan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

1 Juli 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Second Choice

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Tradisi Ngamplop

Tradisi Ngamplop dalam Pernikahan: Jangan Sampai Menjadi Beban Sosial

29 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Beda Keyakinan

    Meninjau Ulang Cara Pandang terhadap Orang yang Berbeda Keyakinan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI
  • Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi
  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan
  • Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?
  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID