Mubadalah.id – Sebuah postingan dari Influencer Kalis Mardiasih melintas di laman media sosialku. Tentang balada keluarga dengan sebelas anak. Sepanjang 25 tahun perkawinan Asnawi (49) dan Nurlaelah (39) itu, mereka awali dari perkawinan anak. Lalu melahirkan 11 anak, dengan kondisi 3 anak meninggal dunia, dan beberapa anak mengalami stunting.
Dalam salah satu tangkapan layar, yang Kalis ambil dari Kompas.id itu, terdapat satu kalimat tentang nasihat yang diterima istri, Nurlaelah dari sang Ayah yang tidak memperbolehkannya mengikuti program keluarga berancana (KB).
”Sebenarnya, saya ingin mengikuti program KB. Namun, sejak awal menikah, bapak saya tidak memperbolehkannya karena dianggap pamali. Kata bapak saya, jangan KB dan jangan disuntik,” ujar Nurlaelah.
Nasihat itulah yang selama ini Nurlaelah pegang. Bahkan, tidak ada satu pun anaknya yang diimunisasi lengkap meski kader kesehatan setempat terus mengajaknya ke posyandu untuk imunisasi anak.
Keluarga Berencana dalam Al-Qur’an
Dalam kaitannya dengan keluarga berencana (KB) sesungguhnya al-Qur’an tidak berbicara langsung tentang isu keluarga berencana. Namun Islam hanya menetapkan kerangka etis bagi isu-isu kontemporer yang muncul. Termasuk soal KB. Sebagaimana yang saya rangkum dari artikel Syafiq Hasyim dalam buku “Bebas dari Patriarkhisme Islam.”
Menurut kalangan Islam yang mendukung KB, sikap diam al-Qur’an terhadap KB, merupakan simbol persetujuan Islam. Tokoh yang berpandangan demikian antara lain adalah Fazlur Rahman.
Menurutnya, ayat-ayat al-Qur’an yang menyatakan perlunya mengontrol tingkat populasi kita, dan perlunya mempersiapkan masa depan kita bersama. Hal itu pada dasarnya adalah isyarat pentingnya kita melaksanakan program KB.
Kerangka Etis Islam
Hal berbeda Riffat Hassan sampaikan, yang menandaskan bahwa meskipun al-Qur’an tidak secara langsung membicarakan KB, namun persoalan-persoalan seperti ini, bisa kita letakkan dalam kerangka Etis Islam.
Misalnya bagaimana al-Qur’an bicara tentang hal-hal prinsip yang disebut dengan hak-hak manusia yang fundamental. Seperti, pertama, hak untuk dihormati sebagai manusia. Kedua, hak untuk diperlakukan adil dan setara. Ketiga, hak untuk bebas dari tradisionalisme, otoritarianisme, tribalisme, klasisme, sistem kasta, seksisme dan sistem perbudakan.
Keempat, hak untuk menjaga diri dari penganiayaan. Kelima, hak untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Keenam, hak untuk bekerja atau memiliki kekayaan. Ketujuh, hak mendapatkan tempat tinggal yang aman, kedelapan, hak untuk meninggalkan tempat tinggal karena berada di bawah tekanan.
Kesembilan, hak untuk mengembangkan perasaan keindahan, dan menikmati ciptaan Tuhan. Kesepuluh, hak untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
Al-Qur’an dan Perlindungan bagi Umat Manusia
Berdasarkan uraian di atas nampak sekali bahwa al-Qur’an sebagai wahyu Tuhan sangat menjunjung tinggi hak asasi manusia. Hak-hak di atas harus kita perkenalkan dan menjadi alat perlindungan bagi umat manusia.
Karena kita saksikan mayoritas penduduk muslim saat ini, hidup dalam situasi politik, ekonomi, budaya dengan tingkat populasi yang sangat tinggi. Sehingga kita membutuhkan sebuah perencanaan keluarga. Di sinilah KB menjadi sangat kita butuhkan. Dan beberapa kerangka etis di atas bisa kita jadikan landasan bagi pelaksanaan program Keluarga Berencana.
Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 9:
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. (QS. 4:9)
Harapannya ke depan, kita tidak menemui lagi balada-balada keluarga lain seperti Asnawi dan Nurlaleah. Beranak pinak banyak, namun dalam kondisi dibayang-bayangi stunting, generasi bodoh dan lemah. Hingga rantai kemiskinan yang tak putus-putus. []