Mubadalah.Id- Akhir-akhir ini, alam seperti sedang tidak bersahabat. Terdapat berbagai macam bencana seperti banjir, longsor, erupsi gunung hingga ketidakstabilan iklim di Indonesia. Sebagian memang bencana yang tak terhindarkan, tapi sebagian bencana sangat terbuka cara pencegahannya.
Mungkin banyak yang tidak sadar bahwa alam adalah bagian dari kita; sebagaimana kita adalah bagian dari alam. Hubungan itu bukan hubungan satu arah seperti manusia membutuhkan makan. Ini hubungan dua arah; manusia dan alam saling menghidupi.
Manusia Lalai Bahwa Alam Bukan Pelengkap Hidup Manusia
Alam semesta seolah menyuruh kita mengingat bahwa ia bukan sekadar tempat tinggal manusia semata. Bukan ruang tempat manusia hidup dan beraktivitas. Ia bukan benda mati milik manusia sehingga manusia bisa bertindak semena-mena mengkosploitasinya. Alam bukan objek.
Jauh sebelum kerusakan ini semakin luas, Al-Qur’an telah menggambarkan bagaimana pelakuan manusia pada alam. Tertulis pada Qs. Ar-Rum ayat 41:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Lalu, apa jadinya jika alam dan manusia hanya menjadi hubungan satu arah?
Satu hal yang pasti terjadi adalah ketidakseimbangan. Ketika sudah tidak seimbang, maka kerusakan sangat mudah terjadi. Qs. Ar-Rum ayat 41 menunjukkan adanya hubungan sebab-akibat. Secara sederhana, kerusakan lingkungan jelas merupakan konsekuensi dari ulah manusia. Ini bukan sebuah hukuman tanpa sebuah kesalahan. Ini jelas konsekuensi atas hubungan kesalingan manusia dan alam yang telah rusak.
Bagaimanapun, kita hidup karena alam menyediakan air, udara, tanah, sumber makanan dan minuman, hingga perputaran ekosistem. Sebaliknya, alampun terus tumbuh dan hidup karena manusia yang senantiasa merawatnya. Jika manusia lalai merawatnya, maka sangat mungkin terjadi kerusakan terjadi di mana-mana.
Krisis Ekologi, Bagaimana Pemulihannya?
Sebagai seorang muslim, jika meneladani ayat-ayat Al-Qur’an, pasti akan menemukan bahwa Allah telah melarang manusia berbuat kerusakan. Larangan ini tertulis pada Qs. Al-A’raf ayat 56 :
وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ بَعْدَ اِصْلَاحِهَا
“Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah diatur dengan baik.
Bayangkan saja, Allah telah mengatur alam semesta dengan sangat baik, tetapi manusia sengaja merusaknya. Tentu saja, Allah melarangnya. Bahkan saya rasa, ajaran agama manapun akan melarang adanya kerusakan lingkungan, sih.
Indonesia sebagai negara hukum juga memiliki rangkaian aturan dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH). Undang-Undang ini yang mengatur regulasi terkait penjagaan lingkungan dan pencegahan kerusakan lingkungan.
Undang-undang ini menjadi dasar peraturan turunan yang lebih spesifik lagi, misalnya terkait pengelolaan hutan pada Undang-undang Kehutanan, pengelolaan sampah dan peraturan tentang kualitas air.
Regulasi tersebut sudah sepaket dengan konsekuensinya, loh. Tetapi bisa kita lihat saat ini, bahwa kerusakan di mana-mana, tapi seringkali tidak ada pelaku utama yang mempertanggungjawabkannya. Jika terus begini, bergantung pada siapa kelestarian alam di Indonesia?
Tentunya, sebelum berbicara tentang pemulihan, sebaiknya lebih dulu berbicara soal pencegahan, ya. Pemerintah telah menetapkan aturan yang seharusnya menjadi penghalang masyarakat atau kelompok masyarakat; perusahaan, lembaga dan lain-lain dalam merusak lingkungan. Dalam hal ini, butuh ketegasan dari pihak berwenang dalam menindak para perusak lingkungan.
Selain membuat regulasi, pemerintah juga seharusnya bisa memperbaiki tata ruang kota, membuat ruang hijau dan melestarikan pohon-pohon. Selanjutnya, Masyarakat juga berhak mendapatkan edukasi terkait pelestarian lingkungan agar penjagaan alam bisa menjadi langkah bersama.
Selanjutnya yang tak kalah penting adalah bagaimana seluruh elemen masyarakat memiliki kesadaran untuk menjaga lingkungan; baik dari hal terkecil. Misalnya mengurangi sampah, mendaur ulang sampah, menjaga sungai, melakukan penghijauan di lingkungan rumah, dan melakukan pengawasan terhadap pembangunan yang berpotensi merusak lingkungannya.
Seharusnya Saling Menjaga, Saling Menghidupi
Pada nyatanya, kita hidup berdampingan dengan alam. Relasi manusia dan alam adalah relasi saling membutuhkan; saling menghidupi. Kita tidak bisa memungkiri bahwa manusia pepohonan membantu oksigen untuk manusia hidup. Sebaliknya, manusia bisa membantu memberikan pupuk, air, dan membiarkan pohon tumbuh subur.
Namun rasanya relasi ini sekarang sudah timpang. Alam memberi kehidupan bagi manusia, tapi manusia dengan tidak sengaja; atau bahkan sengaja telah merusak keseimbangan ini. Hubungan ini harus dilihat sebagai hubungan setara tetapi penuh tanggung jawab. Kita menjaga alam agar alam menjaga kita. []






































