Mubadalah.id – Gua Hira, temasuk di antara sekian destinasi yang memiliki kenangan indah dengan baginda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Bahkan, kejadian yang tidak mungkin terjadi di tempat lain, malah terjadi di Gua Hira, seperti turunnya wahyu pertama dan tafakur sebelum menerima perintah salat fardu.
Gua bersejarah ini berada di balik puncak Jabal Nur, satu bukit yang menjadi paku kota Makkah dengan ketinggian 640 meter, di mana antara Ka’bah dan Gua Hira hanya terbatasi jarak sekitar 4 km. Jarak yang tepat jika hanya ingin melihat Ka’bah dari tempat yang tinggi. Dan, baginda Muhammad sangat menyukai tempat itu.
Sebelum menerima wahyu pertama, suami tercinta Khadijah ini sering mengunjungi Gua Hira dalam waktu yang lama. Mungkin tak terhitung berapa kali beliau ke Gua tersebut. Di sana, Nabi bertafakur, menikmati kemesraannya bersama Allah, dan tenggelam dalam samudra tauhid-Nya.
Tercatat dalam al-Busyra milik Sayyid Muhammad al-Maliki, bahwa dalam setahun baginda Nabi mempersiapkan satu bulan penuh untuk berkhalwat, tanpa gangguan sama sekali. Demikian pula sebelum menerima perintah isra-mikraj. Beliau berkhalwat di Gua Hira. Rasulullah yang kala itu tengah menempuh pilu secara bertubi-tubi karena ditinggalkan orang-orang kinasihnya, mendapat “tiket khusus” untuk isra-mikraj sebagai pelipur laranya.
Mengapa Gua Hira?
By the way, apa alasan baginda Nabi memilih Gua Hira sebagai tempat khalwat? Bukankah banyak tempat-tempat lain selain di Gua itu? Imam Abdul Hamid as-Syarwani menyampaikan alasan di balik ini. Alasannya amat sederhana, tapi tidak banyak orang mengetahuinya. Dalam Hasyiyah as-Syarwani ‘ala Tuhfatil Muhtaj (jiz 1, hal. 417) ia menulis;
وَكَانَتْ عِبَادَتُهُ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – قَبْلَ ذَلِكَ فِي غَارِ حِرَاءٍ بِالتَّفَكُّرِ فِي مَصْنُوعَاتِ اللَّهِ وَإِكْرَامِ مَنْ يَمُرُّ عَلَيْهِ مِنْ الضِّيفَانِ فَكَانَ يَتَعَبَّدُ فِيهِ اللَّيَالِيَ ذَوَاتَ الْعَدَدِ وَاخْتَارَ التَّعَبُّدَ فِيهِ دُونَ غَيْرِهِ؛ لِأَنَّهُ تُجَاهَ الْكَعْبَةِ وَهُوَ يُحِبُّ رُؤْيَتَهَا، ثُمَّ وَجَبَ عَلَيْهِ وَعَلَيْنَا قِيَامُ اللَّيْلِ، ثُمَّ نُسِخَ فِي حَقِّنَا وَحَقِّهِ أَيْضًا عَلَى الْمُعْتَمَدِ بِفَرْضِ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ وَهِيَ أَفْضَلُ الْعِبَادَاتِ الْبَدَنِيَّةِ الظَّاهِرَةِ، وَالْعِبَادَاتُ الْبَدَنِيَّةُ الْبَاطِنَةُ كَالتَّفْكِيرِ، وَالصَّبْرِ، وَالرِّضَا بِالْقَضَاءِ، وَالْقَدْرِ أَفْضَلُ مِنْهَا حَتَّى مِنْ الصَّلَاةِ فَقَدْ وَرَدَ تَفَكُّرُ سَاعَةٍ خَيْرٌ مِنْ عِبَادَةِ سِتِّينَ سَنَةً وَأَفْضَلُ الْجَمِيعِ الْإِيمَانُ
“Sebelum mendapat kewajian salat fardu, baginda Nabi berkhalwat di Gua Hira, di sana beliau bertafakur tentang makhluk-makhluk ciptaan Allah, selain itu juga memuliakan orang-orang yang melintasi sekitaran Gua Hira, dan Rasulullah mengkhususkan waktu malamnya untuk beribadah di sana. Alasan Raslulullah tidak memilih tempat lain, adalah karena Gua Hira berada di posisi yang sejajar dengan Ka’bah, dan baginda Nabi sangat girang melihat Ka’bah. Dari ini, sesungguhnya para umatnya dikenai kewajiban salat malam. Namun. Seiring berjalan waktu kewajiban itu dihapus dan diganti dengan kewajiban salat fardu, ibadah lahir yang mulia. Daripada salat fardu-yang tergolong ibadah lahir-jauh lebih mulia ibadah-ibadah batin, seperti tafakur, sabar, menerima takdir dengan lapang dada, dan seterusnya. Dalam sebuah keterangan disebutkan, ‘Berpikir sejenak lebih baik daripada beribadah 60 tahun’. Dibandingkan semuanya, iman tetap menduduki pangkat tertinggi.”
Posisinya Sejajar dengan Ka’bah
Jadi, alasan mendasar Rasulullah memilih Gua Hira menjadi tempat khalwat saat hendak menyambut kejadian-kejadian besar adalah karena posisinya yang sejajar dengan Ka’bah, dan melihat Ka’bah adalah hal yang paling baginda Nabi sukai. Sebagai keturunan Ibrahim serta penerus profesinya, tentu menyukai buah tangan leluhurnya. Rasa suka itulah yang membuat seseorang selalu nikmat melakukan apapun.
Hikmah yang dapat kita ambil dari keterangan di atas, yaitu jika hendak melakukan suatu aktivitas, sebut saja ritual ibadah dalam rangka meningkatkan kualitas spiritual misalnya, maka pilihlah tampat yang layak dan paling disukai. Insya Allah kita akan memperoleh peningkatan spiritual dengan cepat.
Hal yang sama jika ingin meningkatkan kualitas intelektual, dan emosional. Tanpa tepat yang nyaman, kita akan serba sulit mendapatkan peningkatan-peningkatan itu. Semoga bermanfaat, wallahu a’lam bisshawab. []