Mubadalah.id – Pengasuh Pondok Pesantren Mahasina Darul Qur’an wal Hadits, Nyai Hj. Badriyah Fayumi, Lc. MA mengungkapkan bahwa hingga saat ini anak-anak masih begitu rentan untuk menjadi korban kekerasan seksual.
Rumah, sekolah, tempat ibadah, fasilitas umum dan tempat bermain, menurut Nyai Badriyah, masih banyak yang tidak ramah anak.
Fakta ini, kata Nyai Badriyah, mengharuskan kita menyikapinya secara tepat dan cepat.
Yaitu, mengajarkan sex education pada anak, pola asuh yang tepat, membangun lingkungan protektif, menanamkan ihsan, dan mendoakan adalah beberapa ikhtiar yang bisa kita lakukan.
Sex Education Usia Dini
Nyai Badriyah menyampaikan, semua orang kini menyerukan pentingnya sex education pada anak usia dini.
Yaitu pendidikan tentang seksualitas agar anak mengenali tubuhnya sehingga ia terhindar dari menjadi korban atau pelaku kejahatan seksual.
Oleh sebab itu, saat ini, kata Nyai Badriyah, benar-benar memerlukan sex education untuk anak usia dini yang materinya berbasis moral dan agama.
Lebih lanjut, Nyai Badriyah menjelaskan bahwa pada usia 2,5 tahun anak kita sudah bisa dikenalkan dengan 3 organ yang tidak boleh dilihat, disentuh, diraba, dibuat mainan, apalagi dimasukkan sesuatu oleh siapapun.
Tiga organ itu adalah dada (bagi anak perempuan), kemaluan (vagina dan penis), serta dubur dan sekitarnya (pantat).
Jika ada orang yang melakukan hal-hal terlarang tadi, perlu mengajari sang anak untuk teriak minta tolong, lari, atau jika berada dalam keadaan sepi atau tertutup, sang anak bisa menendang atau menggigit alat kelamin penjahat.
Saat mengenalkan 3 organ tersebut orang tua sekaligus menjelaskan pentingnya menutup aurat sebagaimana agama Islam perintahkan.
Kemudian orang tua juga bisa menjelaskan bahwa 3 organ tersebut adalah anugerah Allah yang harus terjaga dan tidak boleh memperlakukannya secara sembarangan.
Dengan sex education yang demikian, Nyai Badriyah menyebutkan, sang anak sejak dini mengenal organ reproduksinya dengan benar.
Dan memahaminya bahwa itu adalah anugerah Allah dan memperlakukannya sebagai organ tubuh yang harus menjaganya.
Dan ia tidak boleh membiarkan organ-organ itu menjadi obyek seksual orang lain. Pada saat yang sama ia juga tidak menggunakan organ-organ itu sembarangan sehingga mengorbankan anak lain. (Rul)