Mubadalah.id – Anjuran bekerja dan berniaga dalam Islam, adalah untuk kecukupan dan ketahanan diri, keluarga, dan bangsa. Karena itu, di samping anjuran itu menuju individu-individu untuk bekerja. Juga menyasar pada negara agar menerapkan kebijakan-kebijakan yang membuka lapangan kerja lebih banyak bagi rakyatnya.
Dalam beberapa anjuran ibadah rukun Islam, juga secara tidak langsung merupakan anjuran untuk melakukan aktivitas untuk kecukupan diri dan memperoleh kelebihan. Seperti anjuran zakat dan ibadah haji, yang tidak mungkin tertunaikan tanpa ada kerja keras dan kelebihan dari hasil usaha yang manusia lakukan.
Anjuran-anjuran bekerja untuk keluarga tentu tidak saja mengarah kepada laki-laki. Tetapi juga kepada perempuan. Karena keduanya adalah manusia yang setara, yang memperoleh hak dan kewajiban yang sama di hadapan Allah SWT.
Salah satu tujuan orang bekerja adalah kepemilikan atas harta hasil dari usaha kerja kerasnya. Karena itu, ketika usaha menjadi hak perempuan seperti juga hak laki-laki. Maka kepemilikan juga menjadi hak independen perempuan sepenuhnya.
Ketika masyarakat Jahiliah pra Islam memiliki kebiasaan untuk mewarisi harta perempuan yang ditinggal mati suaminya, bahkan mewarisi tubuhnya, Islam datang untuk membatalkan kebiasaan keji tersebut.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا آَتَيْتُمُوهُنَّ
“Wahai orang-orang yang beriman, tidak dihalalkan bagi kamu untuk mewarisi (harta atau tubuh) perempuan dengan paksa, dan janganlah kamu halangi mereka (untuk menikah dengan yang lain) agar kamu bisa memperoleh sesuatu dari (milik mereka) yang telah kamu berikan kepada mereka”. (QS. An-Nisa, 4: 19). []