Berawal dari #MubadalahVirtualClass akhirnya mata saya terbuka lebar bahwa Islam sangatlah adil terhadap perempuan. Jauh sebelum itu, saya merasa Islam adalah salah satu agama yang tidak adil bagi perempuan bahkan saya merasa Islam patriarkal. Pemikiran tersebut bukan timbul tanpa alasan, tetapi karena saya banyak menemui teks agama baik al-Qur’an maupun Hadits yang menyudutkan perempuan, mendomestikasi perempuan, bahkan seolah membenci perempuan dengan narasi bahwa perempuan sumber fitnah dan kurang akal.
Namun, setelah saya belajar di MVC dengan para pemateri yang luar biasa keren, saya mengakui bahwa persepsi saya terhadap Islam sama sekali tidak benar. Bukanlah Islam yang tidak adil terhadap perempuan, tetapi interpretasi kebanyakan masyarakat terhadap teks agama yang, sering kali, mengikuti arus atau keadaan sosial masyarakat yang bisa dikatakan tidak adil pada perempuan. Sehingga teks agama diinterpretasi sedemikian rupa demi kepentingan-kepentingan sebagian orang saja, bisa dikatakan laki-laki.
Contohnya pemahaman masyarakat pada Nusyuz, pembangkangan. Pembangkangan ini bisa diartikan juga sebagai pengabaian terhadap komitmen pernikahan. Jika teman-teman mencoba memasukan kata Nusyuz di pencarian google, maka akan muncul artikel-artikel dengan judul, ‘Hukum dan Cara Obati Istri yang Nusyuz, Durhaka pada Suami’, ‘Hak Suami Terhadap Istri Nusyuz’, ‘Tatkala Istri Durhaka/Nusyuz’, ‘Kenali Ciri Wanita Nusyuz yang Diancam Masuk Neraka’.
Saya cukup mengernyitkan dahi ketika melihat beranda pencarian, artikel yang muncul semua hanya membahas perempuan yang nusyuz. Dan seketika bermunculan pertanyaan di benak saya. Apakah benar hanya para istri yang membangkang atau mengabaikan komitmen pernikahan?
Apakah ya, tidak pernah ada laki-laki yang mengabdikan komitmen dan kewajibannya dalam pernikahan? Kalau begitu apakah semua laki-laki bertanggung jawab? Saya rasa belum tentu, kecuali hanya halusinasi saja. Sedangkan, apakah perempuan suka mengabaikan tanggung jawab? Kenapa jarang sekali membahas nusyuz suami? Yang padahal tidaklah sedikit suami yang lari dari tanggung jawab pernikahan.
Surat an-Nisaa ayat 34 yang bicara mengenai nusyuz inilah yang kemudian banyak disuarakan ke publik sebagai pembenaran bahwa perempuan suka membangkang.
“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta’atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (Q.S, 4: 34)
Memang benar secara literal ayat tersebut berbicara kepada suami mengenai istri yang dikhawatirkan membangkang, tetapi apakah benar suami dalam relasi pernikahan dijamin tidak akan pernah melakukan hal yang sama? Belum tentu suami akan selalu dan selalu, ada di posisi yang benar, bukan? Maka seharusnya ayat ini dipahami dengan timbal balik atau kesalingan.
Apakah tidak ada ayat yang bicara nusyuz suami? Tentu saja ada, surat an-Nisaa ayat 128.
“Dan jika seorang perempuan khawatir suaminya akan nusyuz atau berpaling, maka keduanya dapat melakukan perdamaian yang sebenarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia dalam tabiatnya adalah kikir…..”(Q.S, 4:128)
Ayat tersebut bicara mengenai kekhawatiran istri apabila suaminya melakukan nusyuz atau sikap tidak acuh, maka dalam ayat tersebut keduanya disarankan untuk melakukan perdamaian, sebab berdamai adalah perbuatan yang jauh lebih baik.
Tetapi sayangnya, ayat yang bicara nusyuz suami kalah populer dengan ayat nusyuz istri. Yang dibicarakan selalu saja istri yang membangkang kemudian istri dituntut patuh pada suami. Suami tidak pernah dituntut patuh terhadap istri atau patuh pada komitmen pernikahan.
Kedua ayat tersebut sama-sama berbicara nusyuz, yang satu nusyuz istri terhadap suami dan satunya lagi nusyuz suami terhadap istri. Al-Qur’an paham betul bahwa suami dan istri manusia biasa yang dalam relasi pernikahan bisa melakukan kesalahan, yakni, mengabaikan komitmen dan kewajiban pernikahan.
Meskipun begitu, alangkah lebih baik dalam memahami ayat mengenai relasi pernikahan maupun sosial, yang sering kita temui menyebut salah satu pihak saja―laki-laki atau perempuan― haruslah menempatkan keduanya sebagai subjek yang diajak bicara dalam suatu ayat.
Ayat nusyuz inilah salah satunya. Sehingga, pesan dari ayat diterima oleh kedua belah pihak yang menjalin relasi. Islam jelas-jelas agama yang adil bagi perempuan dan laki-laki, dan saya beruntung bisa membuka mata saya lebar-lebar melihat keadilan itu. Dan juga beruntung bisa mengikuti #MubadalahVirtualClass tentunya. []