Mubadalah.id – Isu seksualitas muncul sebagai sebuah perdebatan yang tak pernah selesai berkaitan dengan dua terminologi : Aurat dan Fitnah.
Dua kata ini muncul dalam sejumlah teks-teks keagamaan Islam dengan interpretasi yang beragam. Ada dua ayat yang membicarakan aurat secara lebih rinci. Yakni al-Qur’an surat an-Nur, (24) : 30-31.
Dua ayat ini memberikan petunjuk kepada laki-laki dan perempuan beriman untuk mengendalikan ekspresi. ekspresi seksualitasnya.
Menurut teks ini pengendalian ini diperlukan dalam rangka kehormatan diri. Terhadap kaum perempuan, al-Qur’an memberikan petunjuk tambahan, agar mereka tidak memperlihatkan “perhiasannya”, kecuali “apa yang biasa tampak pada bagian tubuhnya”.
“Perhiasan” dan “apa yang biasa tampak” adalah dua kata krusial. Makna keduanya diperdebatkan di kalangan para ahli Islam. Para ahli tafsir memahami kata “perhiasan” secara berbeda-beda.
Sebagian memaknainya secara literal, yakni perhiasan yang melekat pada tubuh, seperti gelang tangan atau kaki, kalung, anting dan cincin.
Sebagian menafsirkannya dengan makna metaforis, yakni wajah dan telapak tangan atau leher. Sedangkan yang lain menafsirkannya sebagai celak (eye shadow), lipstik dan pacar di tangan atau kuku.
Sementara “apa yang biasa nampak” juga tidak jelas. Nabi tidak memberikan penjelasan secara tunggal. Pandangan yang dominan sampai hari menyatakan bahwa “apa yang biasa nampak” adalah wajah dan telapak tangan. Ini berdasarkan atas sebuah hadits Nabi.
Karena itu menurut mereka perempuan harus menutupi seluruh tubuhnya kecuali wajah dan dua telapak tangan. Akan tetapi Ibnu Jarir, menyebut hadits lain bahwa di samping wajah dan telapak tangan. Juga separoh lengan bahkan seluruh lengan. Ketiga bagian tubuh ini boleh terbuka. []