• Login
  • Register
Selasa, 22 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Aurat Perempuan: Antara Teks Syara’ dan Konstruksi Sosial

Alasan yang sama juga menjadi dasar mereka untuk berpendapat bahwa kepala, leher, lengan, kaki. Bahkan seluruh tubuh perempuan hamba sahaya selain bagian tubuh antara pusat dan lutut sebagai bukan aurat.

Redaksi Redaksi
05/06/2025
in Hikmah, Pernak-pernik
0
Aurat

Aurat

424
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Uraian sederhana mengenai dasar hukum batasan aurat perempuan di atas memperlihatkan kepada kita bahwa teks syara’ (agama) yang otoritatif, al-Qur’an dan Hadits Nabi, tidak menyebutkan batas-batas aurat perempuan secara jelas dan tegas.

Kenyataan seperti ini memberikan peluang yang luas bagi para ulama madzhab untuk menginterpretasikannya sesuai kapasitas dan kecenderungan masing-masing yang tidak mungkin lepas dari pergumulan mereka dengan realitas kehidupan yang terjadi dan berkembang di sekitar mereka pada masanya masing-masing.

Yang menarik adalah bahwa mereka juga menyebutkan pengecualian (takhshish) perempuan hamba (al-amah) dari cakupan seluruh teks terkait. Tubuh perempuan hamba sahaya dalam pandangan mereka jauh lebih terbuka, meski tanpa didasari oleh pernyataan syara’ satupun, baik dari a-Qur’an maupun hadits.

Dengan kata lain teks yang menyebutkan keseluruhan tubuh perempuan sebagai aurat menjadi terbatas pada kelompok perempuan tertentu saja. Pembatasan dan pengecualian ini dalam pandangan ulama fiqh boleh jadi merujuk kepada status dan fungsi sosial perempuan yang terjadi pada saat itu, apakah dia seorang merdeka atau seorang budak.

Dalam konstruksi sosial masyarakat Islam saat itu jika dia seorang perempuan merdeka. Maka mereka, pada umumnya, diperintahkan berada di rumah dan dianjurkan untuk tidak bekerja di luar rumah. Karena mereka tidak keluar rumah dan tidak banyak bergaul dengan banyak orang di ruang publik.

Baca Juga:

Dalil Batas Aurat Perempuan

Batasan Aurat Perempuan dalam Tinjauan Madzhab Fiqh

Ragam Pendapat Ahli Fiqh tentang Aurat Perempuan

Akan tetapi jika dia seorang hamba, maka dia memiliki keleluasaan untuk berkerja, baik di ruang domestik maupun ruang publik. Karena mereka memang dikonstruksikan secara sosial untuk mengabdi, melayan, bekerja dan berbuat apa saja yang diperlukan para tuan/mijikannya.

Dengan alasan-alasan di atas, maka adalah masuk akal jika perempuan merdeka harus lebih tertutup dari perempuan hamba sahaya.

Konstruksi Sosial

Realitas konstruksi sosial seperti itulah yang tampaknya memberikan inspirasi dan yang melatarbelakangi beragam pendapat para ulama di atas dengan cara pandang dan analisis yang berbeda-beda.

Ulama yang berpendapat bahwa wajah, telapak tangan dan atau lengan (dzira‘), serta kaki sampai betis perempuan merdeka boleh terbuka. Bahkan boleh jadi karena alasan keperluan atau kebutuhan (li al-hajah) tertentu. Alasan lain adalah agar tidak merepotkan atau menyulitkan dalam bergerak (dafan li al-haraj wa al-masyaqqah).

Alasan yang sama juga menjadi dasar mereka untuk berpendapat bahwa kepala, leher, lengan, kaki. Bahkan seluruh tubuh perempuan hamba sahaya selain bagian tubuh antara pusat dan lutut sebagai bukan aurat. Oleh karena itu bagian-bagian tersebut boleh tampak/terbuka.

Ulama madzhab Hanafi, Muhammad bin ‘Abd al-Wahid al-Siwasi (w. 681H) dalam kitab Syarh Fath al-Qadir menyampaikan beragam pandangan ulama dalam internal madzhabnya mengenai lengan perempuan.

Katanya sejumlah ulama mewajibkan menutupnya. Sebagian mengatakan ia bukan aurat dan tidak wajib ditutup dan sebagian lagi berpendapat bahwa lengan wajib ditutup, hanya ketika shalat saja dan tidak wajib ketika tidak (di luar) shalat.

Argumen mereka bahwa lengan perempuan bukan aurat, sebagaimana pandangan Imam Abi Yusuf, adalah  lengan tangan merupakan anggota tubuh yang perlu perempuan buka manakala melayani orang lain dan ketika mereka bekerja. []

Sumber : Buku Jilbab dan Aurat Karya KH. Husein Muhammad 

Tags: Aurat PerempuanKonstruksi SosialTeks Syara'
Redaksi

Redaksi

Terkait Posts

Ekonomi

Mengapa Istri Paling Rentan secara Ekonomi dalam Keluarga?

21 Juli 2025
Lingkungan Sosial

Membentuk Karakter Anak Lewat Lingkungan Sosial

19 Juli 2025
Nabi Muhammad Saw dalam Mendidik

Meneladani Nabi Muhammad Saw dalam Mendidik Anak Perempuan

19 Juli 2025
Fondasi Mental Anak

Jangan Biarkan Fondasi Mental Anak Jadi Rapuh

19 Juli 2025
Karakter Anak yang

Pentingnya Membentuk Karakter Anak Sejak Dini: IQ, EQ, dan SQ

19 Juli 2025
Nabi Saw

Pesan Terakhir Nabi Saw: Perlakukanlah Istri dengan Baik, Mereka adalah Amanat Tuhan

18 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • low maintenance friendship

    Low Maintenance Friendship: Seni Bersahabat dengan Sehat, Bahagia, dan Setara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mazmur dan Suara Alam: Ketika Bumi Menjadi Mitra dalam Memuji Tuhan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • S.Fu: Gelar Baru, Tanggung Jawab Baru Bagi Lulusan Ma’had Aly Kebon Jambu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tren S-Line: Ketika Aib Bukan Lagi Aib

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mudir Ma’had Aly Kebon Jambu Soroti Fiqh al-Usrah dan SPS sebagai Distingsi Wisuda ke-5

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Mazmur dan Suara Alam: Ketika Bumi Menjadi Mitra dalam Memuji Tuhan
  • Mengapa Istri Paling Rentan secara Ekonomi dalam Keluarga?
  • Dari Erika Carlina Kita Belajar Mendengarkan Tanpa Menghakimi
  • S.Fu: Gelar Baru, Tanggung Jawab Baru Bagi Lulusan Ma’had Aly Kebon Jambu
  • Tren S-Line: Ketika Aib Bukan Lagi Aib

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID