Mubadalah.id – Dalam membina rumah tangga, setiap pasangan suami istri (pasutri) sebaiknya memperhatikan beberapa tahap perkembangan hubungan dalam pernikahan.
Beberapa tahap perkembangan hubungan dalam pernikahan ini bisa menjadi strategi bagi para pasutri agar pernikahan yang mereka bina bersama dapat selalu menghadirkan ketentraman (sakinah), cinta, dan kasih sayang (mawaddah wa rahmah).
Berikut enam tahapan perkembangan hubungan perkawinan, seperti dikutip dari buku Fondasi Keluarga Sakinah yang ditulis oleh Adib Machrus dkk.
1. Tahap perkembangan hubungan pernikahan yang awal adalah menyatu (12-18 bulan)
Tahap ini dimulai saat pasangan suami-istri mulai menyatukan kedua pribadi. Kebutuhan pribadi belum begitu tampak, karena suami/istri dikuasai oleh perasaan ingin menyenangkan pasangan.
Tantangan bagi pasangan dalam tahap ini adalah mencari keseimbangan antara kebutuhan pribadi dan keinginan untuk menyatu. Pasangan perlu mampu mengikhlaskan proses menyatu ini, tanpa takut kehilangan kebutuhan pribadi.
2. Tahap perkembangan hubungan pernikahan; bersarang (2-3 tahun)
Di tahun kedua dan ketiga, pasangan suami-istri umumnya sudah memiliki kehidupan yang lebih ajeg. Sebagian besar sudah memiliki anak, sehingga ada kebutuhan untuk memiliki tempat yang nyaman, dalam bentuk rumah dan kendaraan, serta kemapanan finansial.
Beberapa persoalan umum di tahap ini adalah pembagian peran suami/istri dalam keluarga, munculnya kembali perbedaan pribadi, munculnya kembali kebutuhan untuk dekat dengan teman dan keluarga besar, dan lain-lain.
Tantangan di tahap ini adalah bagaimana mengelola perbedaan tersebut. Di sinilah timbul pertengkaran kecil maupun besar, karena pertimbangan-pertimbangan pribadi mulai bermunculan.
Di tahap ini pasangan suami-istri perlu belajar mencari solusi, bukan dengan menekan kegelisahan sampai meledak menjadi kemarahan. Kemampuan negosiasi dan bermusyawarah akan membantu pasangan untuk menyelesaikan konflik dengan baik.
3. Tahap Kebutuhan Pribadi (tahun 3-4)
Di tahap ini, kebutuhan pribadi mulai terasa semakin kuat. Kebutuhan untuk selalu bersama pasangan sudah mulai berkurang. Misalnya, suami yang dulu suka memancing, sekarang mulai ingin kembali memancing bersama teman-temannya.
Dalam hubungan yang sehat, suami/istri cukup yakin dengan kekuatan hubungan perkawinannya, dan tidak cemas saat pasangan ingin melakukan sesuatu tanpa mengajak dirinya. Suami/istri yang menjaga komitmen akan mencari titik tengah antara kebutuhan pribadinya dengan kebutuhan keluarganya. Tantangan khas pada tahap ini adalah menjaga keseimbangan tersebut.
4. Tahap Kolaborasi (tahun ke 5-14)
Tahap selanjutnya adalah Kolaborasi atau Kerjasama. Karena sudah merasa yakin dengan komitmen kepada pasangan, suami/istri biasanya menjadi pribadi yang mengalami kemajuan dalam bidang-bidang hidup lainnya.
Suami/istri sudah menemukan cara untuk bekerjasama dan memberikan dukungan kepada pasangannya.
Pada tahap ini muncul masalah tersendiri. Banyak pasangan kemudian lupa untuk menghargai pengorbanan yang diberikan oleh pasangan.
Problem lainnya adalah komunikasi yang mulai memburuk bila salah satu pasangan sedang sibuk dengan hal-hal di luar keluarga.
Tantangan yang muncul adalah bagaimana tetap berbesar hati untuk tidak saling mengungkung, dan terus menjalin komunikasi yang baik agar jarak antara kedua pihak tidak semakin melebar.
5. Tahap Penyesuaian (tahun 15-24)
Di tahap perkembangan hubungan pernikahan dalam level ini, pasangan suami-istri sibuk untuk menyesuaikan diri dengan tantangan hidup yang baru.
Di masa ini, pasangan sudah melalui banyak persoalan hidup bersama-sama. Namun di sisi lain, hal ini seringkali memunculkan persoalan baru, yakni saling menggampangkan dan saling menuntut.
Tantangan tahap ini adalah memahami bahwa kehidupan membawa telah banyak perubahan bagi kita dan pasangan.
Suami/ istri perlu menghindari sikap merasa benar sendiri dan merasa paling tahu situasi. Untuk itu diperlukan keterampilan menjadi pendengar yang baik.
6. Tahap Pembaruan (tahun 25 keatas)
Banyak pasangan lanjut usia yang menunjukkan kedekatan emosi yang kuat, dan hubungan yang romantis. Ini terjadi karena setelah 25 tahun, pasangan suami-istri sudah menjalani manis-pahitnya kehidupan perkawinan bersama-sama.
Mereka menemukan kembali rasa bahagia karena memiliki cinta yang teruji dan pasangan jiwa yang bisa diandalkan.
Tantangan perkembangan hubungan pernikahan di masa ini adalah menjaga kesabaran dalam menghadapi pasangan. Kadangkala kebiasaan-kebiasaan lama di masa muda muncul kembali, dan ini menimbulkan ketegangan di antara pasangan. Ketegangan ini perlu mereka kelola dengan baik dengan mengingat komitmen dan kedekatan emosi. []