• Login
  • Register
Rabu, 21 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Bahaya Pernikahan Anak dalam Pandangan Ulama KUPI

Jika anak perempuan hamil, maka ia akan beresiko tinggi pada kesehatan dan kematian. Jika ia melahirkan, maka ia tidak akan mampu menjadi orang tua yang arif dalam mengurus dan mendidik anak.

Hanifah Nabilah Hanifah Nabilah
25/08/2023
in Keluarga
0
Pernikahan Anak KUPI

Pernikahan Anak KUPI

978
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Dalam logika fatwa KUPI, pernikahan anak bertentangan dengan prinsip hifzh al-nasl. Oleh karena itu, fatwa KUPI mewajibkan semua pihak. Terutama orang tua dan negara, untuk melindungi mereka yang masih di usia anak agar tidak menikah terlebih dahulu.

Mubadalah.id – Pada tahun 2019, pemerintah telah resmi menetapkan batas usia minimal pernikahan anak laki-laki dan perempuan, yaitu pada usia 19 tahun.

Penetapan ini mengacu pada pasal Pasal 7 Ayat (1) UU Nomor 16 Tahun 2019, tentang “Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun.”

Meskipun demikian, regulasi tersebut, saya kira masih belum terdengar di sebagian kalangan masyarakat kita. Akibatnya, masih banyak anak-anak di Indonesia yang lebih memilih untuk menikah di usia dini.

Merujuk data Direktorat Pembinaan Administrasi Peradilan Agama RI menyebutkan bahwa secara nasional ada 52 ribu perkara dispensasi pernikahan anak yang masuk ke peradilan agama.

Baca Juga:

KB dalam Pandangan Riffat Hassan

KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

KB dalam Pandangan Islam

KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Dari data tersebut artinya masih sangat besar anak-anak di Indonesia memutuskan hidupnya untuk menikah di usia yang masih dini. Akibatnya banyak anak yang mengalami putus sekolah, masa bermain, mengancam kesehatan reproduksi dan tentunya mereka akan kehilangan masa depan.

Bahkan dalam buku “Fikih Kawin Anak: Membaca Ulang Teks Keagamaan Perkawinan Usia Anak-Anak” (Mukti Ali dkk, 2015), menyebutkan bahwa pihak yang terdampak langsung dari pernikahan anak adalah anak perempuan.

Permasalahan Kompleks

Anak perempuan yang memutuskan untuk menikah di usia dini, ia akan menghadapi permasalahan yang sangat kompleks. Di antaranya, rentannya kesehatan karena mereka harus mengalami proses reproduksi sebelum alat reproduksi berkembang secara maksimal, permasalahan ekonomi, dan pendidikan.

Di sisi lain, Alimah Fauzan dalam tulisan di mubadalah.id yang berjudul Cara Menghentikan Pernikahan Anak, menyebutkan bahwa pernikahan anak akan berdampak juga secara sosial, dan rentan terjadinya perceraian pada pengantin anak. Alimah mengatakan ada sekitar 80% perkawinan anak berakhir perceraian.

Dari data tersebut, artinya anak perempuan harus hidup di dua dunia yang membingungkan anak-anak bukan, dewasa pun belum tetapi harus berstatus janda.

Oleh sebab itu, pernikahan anak jika kita lihat dari berbagai sisi sama sekali tidak mendatangkan kemaslahatan. Justru yang ada adalah berbagai kemadharatan yang akan terjadi. Terlebih kemadharatan itu akan sangat berdampak kepada anak perempuan.

Pandangan Ulama KUPI

Jika merujuk argumentasi Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) tentang pernikahan anak. Maka secara faktual, ulama KUPI memiliki pandangan bahwa pernikahan anak telah melanggar prinsip hifzh al-nasl (perlindungan keluarga).

Pasalnya, dalam pernikahan anak, baik secara fisik, maupun psikis, anak laki-laki dan perempuan belum cukup matang untuk membangun sebuah keluarga.

Seseorang yang menikah di usia anak, sebagaimana berbagai data, besar kemungkinan akan sulit berkomunikasi secara baik, susah mengelola konflik suami-istri di antara mereka.

Jika anak perempuan hamil, maka ia akan beresiko tinggi pada kesehatan dan kematian. Jika ia melahirkan, maka ia tidak akan mampu menjadi orang tua yang arif dalam mengurus dan mendidik anak.

Segala kondisi ini, dalam logika fatwa KUPI, bertentangan dengan prinsip hifzh al-nasl. Oleh karena itu, fatwa KUPI mewajibkan semua pihak. Terutama orang tua dan negara, untuk melindungi mereka yang masih di usia anak agar tidak menikah terlebih dahulu.

Oleh sebab itu, dengan merujuk dengan menggunakan pendekatan fatwa KUPI ini, saya kira menjadi cara bagi para orang tua untuk melindungi anak-anaknya dari bahaya pernikahan anak.

Dengan begitu, pemerintah dengan menggunakan regulasinya, kemudian didorong dengan fatwa KUPI, saya kira hal ini perlu terus untuk disosialisasikan kepada seluruh masyarakat di Indonesia.

Keduanya bisa saling bekerjasama untuk memberikan edukasi kepada masyarakat untuk melindungi anak-anaknya dari bahaya tersebut. Dengan demikian, anak-anak kita, terutama anak perempuan, hidup mereka akan terlindungi, dan bisa mendapatkan hak-haknya sebagai anak. []

Tags: anakBahayaKupilaki-lakipandanganperempuanpernikahanulama
Hanifah Nabilah

Hanifah Nabilah

Saya adalah mahasantriwa Sarjana Ulama Perempuan Indonesia (SUPI) Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon.

Terkait Posts

Kekerasan Seksual Sedarah

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

19 Mei 2025
Keberhasilan Anak

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

17 Mei 2025
Pendidikan Seks

Pendidikan Seks bagi Remaja adalah Niscaya, Bagaimana Mubadalah Bicara?

14 Mei 2025
Mengirim Anak ke Barak Militer

Mengirim Anak ke Barak Militer, Efektifkah?

10 Mei 2025
Menjaga Kehamilan

Menguatkan Peran Suami dalam Menjaga Kesehatan Kehamilan Istri

8 Mei 2025
Ibu Hamil

Perhatian Islam kepada Ibu Hamil dan Menyusui

2 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bangga Punya Ulama Perempuan

    Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman
  • Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version