Saat saya menyuarakan keberpihakan saya atau opini saya tentang sesuatu melalui tulisan dan media sosial, ada beberapa teman yang mengatakan bahwa saya cukup berani bersuara dan ada juga yang berterima kasih karena suaranya terwakilkan oleh suara saya. Terutama pada isu-isu perempuan dan isu-isu sensitif lainnya. Tapi tidak jarang juga saya mendapatkan komentar yang menjatuhkan.
Dalam obrolan Najwa Shihab pada acara Ngobrol Sore Semaunya bersama Putri Tanjung, saya belajar lebih banyak mengenai keberanian untuk bersuara. Selama ini opini yang saya sampaikan kepada orang lain tidak selalu dibarengi dengan kepercayaan diri. Kadang disertai dengan kekhawatiran, ragu-ragu bahkan juga penyesalan.
Lalu, bagaimana Mbak Nana bisa berani dan tegas dalam bersuara? Mbak Nana mengatakan bahwa dia terinspirasi oleh kalimat Oprah Winfrey yaitu “What you get in life is what you have the courage to ask for”. Keberanian kita untuk menyampaikan apa yang kita anggap penting itu yang akan kita dapatkan dalam hidup. Jika kita ingin dapat sesuatu, mau dimengerti dan ingin dapat kesempatan, apapun itu.
Mbak Nana mengerti mengapa banyak perempuan yang tak berani speak up, yaitu karena budaya patriarki. Perempuan yang banyak bicara biasanya disebut cerewet dan ribet. Kalau perempuan banyak tanya dianggap banyak maunya, bitchy atau ambisius. Dari sini kita tahu bahwa lingkungan membatasi ruang gerak dan membungkam suara perempuan.
Itu mengapa para aktivis atau biasa disebut Social Justice Warrior (SJW) stereotipnya adalah perempuan-perempuan yang pemarah, cerewet dan ribet. Para SJW juga sering mendapatkan intimidasi dan pelecehan hanya karena mereka berani bersuara.
Selain itu, Mbak Nana mengatakan bahwa secara internal perempuan kadang muncul rasa ragu-ragu seperti ketakutan dianggap bodoh, takut tidak disukai dan takut salah saat bersuara. Biasanya orang juga tidak berani berbicara karena menghindari konflik. Jika kita bersuara, takut dibantah.
Saya merasa sangat dipahami mendengar penjelasan Mbak Nana. Kadang saya juga memutuska tidak bersuara untuk menghindari konflik, karena saya tahu ada orang-orang di sekitar saya yang tidak akan sependapat dengan saya bahkan lebih jauh dapat menimbulkan konflik.
Saya pernah berkonflik dengan teman saya saat membahas RUU PKS di Instagram secara terbuka. Saya, tentu saja berada pada pihak pro dan teman saya berada pada pihak kontra. Kami berusaha menjelaskan alasan-alasan masing-masing namun berakhir dengan tidak nyaman. Yang juga berimbas pada hubungan secara langsung.
Kita tahu seberapa lantang seorang Najwa Shihab dalam bersuara, dalam buku-bukunya dan saat menyampaikan berita dalam Mata Najwa. Karena itu Mbak Nana memiliki pengaruh yang besar dalam menyampaikan informasi dan keberpihakan. Power Mbak Nana ini membuat orang-orang yang berkepentingan berusaha membujuk rayu, melakukan serangan, tawaran, fitnah, kritik cyberbullying dan doxxing, untuk memengaruhi tindakannya atau agar dia bertindak sesuai yang mereka mau.
Meski risikonya besar sebagai perempuan yang berani bersuara dan memihak yang benar, tapi itu tidak membuat Mbak Nana menjadi bungkam dan berhenti bersuara. Saat salah dalam bersuara, itu adalah peluang untuk terus berlatih karena kita dapat belajar dari kesalahan-kesalahan kita, dan perbedaan pendapat dan pandangan dengan orang lain adalah keniscayaan.
Kita tidak harus sependapat dengan orang lain. Saat kita melakukan kesalahan maka harus mengakuinya, minta maaf dan mencoba lagi. Jangan berhenti karena kita pernah salah.
Dalam konsep limitasi, saya belajar dari Stephen R. Covey, yaitu tentang lingkar pengaruh (circle of influence) dan lingkar perhatian (circle of concern). Saat saya bersuara melalui media sosial, tulisan ataupun oral, saya sedang belajar sekaligus mengedukasi orang lain. Jadi setidaknya saya bisa menjangkau mereka yang masuk dalam lingkar perhatian saya.
Tiga cara yang bisa diadopsi dari Najwa Shihab agar kita, terutama perempuan agar berani menyuarakan kebenaran, ketidakadilan dan berpihak pada yang dilemahkan:
Pertama, ketahui bahwa kita tidak akan pernah menyenangkan semua orang. Dalam hal ini Mbak Nana terinspirasi dari Maulana Jalaluddin Rumi, “The art of knowing is knowing what to ignore”. Jadi kita harus tahu apa yang harus kita perhatikan dan apa yang harus kita abaikan.
Kedua, yang perlu dilakukan adalah cek orang-orang di sekitar kita. Siapa yang mendukung kita dan siapa yang menjatuhkan kita. Sehingga kita dapat membedakan kritik dan yang memicu intrik, juga mana yang merupakan masukan dan mana yang untuk menjatuhkan. Kita harus berkontemplasi tentang hal itu.
Ketiga, jangan menyia-nyiakan kegagalan. Kegagalan dapat membantu kita untuk merefleksikan diri apa yang kurang dan kemudian mencoba lagi. Kita harus tahu kekurangan kita, potensi, dan melihat dalam diri. Kalau gagal harus tahu apa yang harus dilakukan. Skill untuk reflektif dan memandang ke dalam sangat diperlukan.
Keempat, kita harus tahu core value kita apa, yaitu apa yang dirasa benar. Itu harus diasah terus. Penting untuk dikelilingi oleh barisan yang tepat yang dapat membantu dan menuntun kita saat ada di persimpangan.
Semoga kita bisa selantang dan se-powerful Najwa Shihab versi masing-masing. Dunia butuh perempuan-perempuan yang terus berpihak pada keadilan dan kedamaian. “Be brave but don’t be stupid” – Najwa Shihab []